Konflik perbatasan Thailand-Kamboja mereda

id Konflik perbatasan,Thailand,Kamboja

Konflik perbatasan Thailand-Kamboja mereda

Perdana menteri (PM) sementara Thailand, Anutin Charnvirakul, dan PM Kamboja, Hun Manet, mengatakan telah berbicara via telepon secara terpisah dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Jumat (12/12) untuk membahas konflik perbatasan Thailand-Kamboja. ANTARA/Xinhua.

Bangkok (ANTARA) - Konflik di perbatasan antara Thailand dan Kamboja mereda dalam sehari terakhir, kata juru bicara Kementerian Pertahanan Thailand, Laksamana Muda Surasant Kongsiri pada Kamis.

"Hari ini intensitas pertempuran di garis kontak … sedikit menurun. Bentrokan masih berlanjut di sejumlah daerah di zona operasi Wilayah Militer Pertama dan Kedua Angkatan Darat Thailand. Seluruh wilayah perbatasan yang sempat diduduki sementara oleh pasukan lawan, kecuali satu lokasi, berhasil direbut kembali," kata Surasant saat konferensi pers.

Militer Thailand menuduh Kamboja melancarkan serangan artileri ke sasaran sipil yang berjarak beberapa kilometer dari perbatasan pada malam hari.

"Ini berlanjut sampai pagi tadi, sekitar pukul 05.00 waktu setempat, ketika roket BM-21 jatuh di wilayah kedaulatan Thailand dan merusak sejumlah properti milik warga sipil di Distrik Ta Phraya di Provinsi Sa Kaeo," katanya.

Baca juga: PERBATI guyur bonus petinju yang persembahkan medali di SEA Games
Baca juga: Kemenpora memastikan bonus SEA Games 2025 sesuai dengan janji presiden

Komando Angkatan Darat Thailand memperkirakan sistem roket peluncur ganda (multiple launch rocket system/MLRS) Kamboja telah menembaki 150 daerah di wilayah perbatasan Thailand sejak bentrokan lintas batas kembali pecah pada 7 Desember.

Peristiwa itu dilaporkan telah menghancurkan sebagian atau seluruh 190 rumah, lima wihara Buddha, dua sekolah, dan satu rumah sakit. Sementara itu, dalam pernyataan yang dirilis pada Kamis Kementerian Pertahanan Kamboja menuduh pasukan bersenjata Thailand terus menembaki sasaran sipil di wilayah perbatasan Kamboja, yang menyebabkan 630.000 orang mengungsi.

Sumber: Sputnik/RIA Novosti

Pewarta :
Editor: I Komang Suparta
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.