Mataram, (ANTARA) - Festival mutiara Lombok-Sumbawa 2010 yang digelar di Senggigi, 6-9 Mei 2010, sangat positif untuk meningkatkan semangat bisnis pengusaha mutiara di Nusa Tenggara Barat (NTB).

         "Semangat pengusaha mutiara sempat pupus saat harga mutiara dunia anjlok akibat krisis finansial global yang mencuat Oktober 2008, namun kini bangkit lagi setelah ada lelang mutiara," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Diskanlut) Provinsi NTB, H.M. Ali Syahdan, di Mataram (9/5).

         Lelang mutiara  itu merupakan bagian dari kegiatan "Lombok Sumbawa Pearl Festival 2010" yang dipusatkan di Hotel Sentosa, kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat.  
    "Lombok Sumbawa Pearl Festival 2010" itu terselenggara atas kerja sama Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB serta didukung Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia.

         Rangkaian kegiatan Lombok Sumbawa Pearl Festival itu yakni panen mutiara, pameran mutiara, pemilihan duta mutiara, lelang mutiara, "buyers meet salllers", MICE forum, fashion show dan pentas seni budaya.

         Panen mutiara itu dihadiri Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik dan Menteri Kelautan dan Perikanan (Menlutkan) Fadel Muhamad.

         Festival mutiara juga dipadukan dengan Indonesia MICE (Meetings, Incentive, Conventions & Exhibitions) & Corporate Travel Mart (IMCTM) yang dijadwalkan 6-9 Mei 2010, yang diikuti oleh 140 mitra korporasi mutiara dari berbagai negara.

         Syahdan mengatakan, dengan adanya festival mutiara Lombok-Sumbawa 2010 itu, diharapkan samangat pengusaha mutiara NTB akan semakin terpacu untuk kembali giat memperdagangkan beraneka ragam mutiara.

         "Salah satu sisi positif festival mutiara Lombok-Sumbawa itu yakni memotivasi pengusaha mutiara untuk kembali giat, terutama pengusaha NTB," ujarnya.

         Menurut dia, sejumlah pengusaha mutiara di wilayah NTB juga terkena dampak kriisis finansial global yang mencuat Oktober 2008 sehingga ada yang mengurangi volume usahanya dan menunda aktivitas ekspor.

         Sedikitnya tiga perusahaan besar yang mengelola komoditi mutiara di wilayah NTB menutup sementara usaha tersebut.

         Ketiga perusahaan itu yakni PT Bima Sakti Mutiara di Sape Bima, Auto River di Lombok Barat dan PT Budidaya Mutiaratama (Kyoko Sinkyo Group) di Sekotong Lombok Barat.

         Bahkan, sejumlah perusahaan mutiara di NTB terpaksa menempuh kebijakan rasionalisasi karyawannya.

         Padahal NTB sangat potensial menghasilkan mutiara dalam jumlah banyak dan kualitasnya menembus pasar internasional.

         PT Budidaya Mutiaratama yang merupakan bagian dari Kyoko Group pernah memproduksi 208,068 kilogram/tahun dengan nilai ekspor sebesar 1.331.514 dolar AS atau setara dengan Rp12,65 miliar.

         Hasil penelitian Departemen Kelautan dan Perikanan, mutiara produk NTB diklasifikasikan dalam golongan A (kualitas tinggi), B (sedang) dan C (rendah). Klasifikasi A memiliki nilai jual Rp1 juta/gram, B Rp150 ribu/gram dan klasifikasi C sebesar Rp100/gram.

         Ketika terkena dampak krisis finansial global harga mutiara NTB rata-rata hanya Rp35 ribu/gram, paling mahal Rp350 ribu/gram, berbeda dengan harga sebelum krisis global itu yang bisa mencapai jutaan rupiah/gram.

         Versi Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) NTB, jumlah perajin mutiara di wilayah NTB telah mencapai 2.000 orang lebih, terbanyak di Pulau Lombok.

         NTB merupakan daerah potensial pengembangan mutiara dengan daya dukungan lahan 19.056 hektare yang dapat memproduksi rata-rata sebanyak 600 kilogram/tahun.      
    Sekitar 10-30 persen dari total produksi mutiara NTB setiap tahun diantarpulaukan ke Surabaya dan Jakarta untuk selanjutnya diekspor ke berbagai negara oleh 38 orang pengusaha mutiara.(*)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024