Khartoum (ANTARA/Reuters) - Sudan Sabtu melarang tiga aktivis meninggalkan negara itu untuk menghadiri konferensi mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC), yang telah mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Presiden Omar Hassan al Bashir karena kejahatan perang.

Pelarangan itu merupakan bagian dari tindakan tegas terhadap kebebasan politik yang sedikit berkembang menjelang pemilihan April, yang telah dinodai oleh pemboikotan oposisi yang menyebut kecurangan pemilihan dan mengembalikan Partai Kongres Nasional pimpinan Bashir ke kekuasaan dengan mayoritas suara amat besar.

Para aktivis itu, termasuk Saleh Mahmoud, seorang pengacara Darfur yang menerima penghargaan hak asasi manusia dari parlemen Eropa, mengatakan paspor mereka telah disita di bandara Khartoum dan dicegah pergi ke konferensi yang diadakan di negara tetangga, Uganda, itu.

"Ini dengan jelas pelanggaran atas kebebasan kami," kata Mahmoud kepada Reuters. "Kami telah mengatakan, kami dapat pergi ke kantor politik pasukan keamanan nasional setelah sepekan mengumpulkan paspor kami."

Bersamanya adalah puteri pemimpin Sudan yang terpilih secara demokratis terakhir, Mariam al Mahdi, dan pengacara lainnya, Bukhari Ja`ali, ia menambahkan.

"Konferensi ini ditargetkan terhadap Sudan," kata sumber keamanan Sudan, yang tidak memberikan perincian lagi.

Konferensi pada 31 Mei-11 Juni itu akan meninjau kembali perjanjian tentang pembentukan ICC dan membahas pengaruh pengadilan itu pada korban, perdamaian dan keadilan.

ICC telah memusatkan perhatiannya sebagian besar pada konflik di Afrika yang pemerintahnya merujuk sejumlah kasus, termasuk pemberontakan kelompok Lord`s Resistance Army yang telah berlangsung lama.

Konflik Darfur di Sudan adalah kasus pertama yang dirujuk ke pengadilan itu oleh Dewan Keamanan PBB pada 2005. ICC sejak itu telah mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi seorang menteri muda, seorang pemimpin milisi Darfur sekutu Khartoum dan tahun lalu Bashir sendiri, yang dituduh melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Setelah pemberontak yang sebagian besar bukan Arab mengangkat senjata pada awal 2003 dengan menuduh Khartoum telah mengabaikan Darfur yang terpencil, serangan anti-pemberontak telah mengusir lebih dari dua juta orang dari rumah mereka.

PBB memperkirakan krisis kemanusiaan itu telah menewaskan 300.000 orang.

Khartoum menyebutkan korban tewas 10.000 orang dan menolak jurisdiksi ICC. Bashir menanggapi surat perintah penangkapan itu dengan mengusir 13 badan bantuan yang bekerja di Darfur, menuduh mereka melakukan mata-mata untuk pengadilan tersebut. (*)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024