Mataram (ANTARA) - Asosiasi Kopi Nusa Tenggara Barat memberikan pendampingan kepada para petani yang bermukim di sekitar kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Barat, Pulau Lombok, guna meningkatkan kualitas hasil tanaman.
Ketua Asosiasi Kopi NTB, Dody Adi Wibowo, di Lombok Barat, Senin mengatakan, kopi sebagai komoditas perkebunan unggulan daerah belum banyak mendapat sentuhan oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten.
"Peta perkopian di Indonesia biasanya yang dikenal itu mulai dari Gayo di Sumatera, lalu ke Pulau Jawa mulai dari Jawa Tengah, Jawa Timur, terus ke Bali, dan langsung ke Flores. NTB itu tidak pernah disebut masuk sebagai penghasil kopi, padahal potensi kopi kita jutaan ton," katanya.
Menurut dia, nihilnya NTB dalam catatan sebagai penghasil kopi kemungkinan karena dampak cara penanaman dan panen kopi yang serba sembarang. Padahal dengan sedikit sentuhan pembinaan dan edukasi, semua tidak akan menjadi sulit, termasuk soal harga dan pemasaran.
"Sebagai penggiat, pengusaha kecil menengah, usaha pengolahan kopi serta ketua asosiasi Kopi NTB, saya ingin memberikan edukasi dan pembinaan terlebih dahulu," ujar Dody.
Ia mengatakan pendampingan penting dilakukan, mengingat gaung kopi Lombok di luar daerah belum ada namanya. Kondisi tersebut membuat asosiasi merasa ikut bertanggung jawab, karena secara data kopi di Indonesia, daerah NTB tidak masuk dalam hitungan sebagai daerah penghasil kopi.
Pihaknya merasa optimis prospek kopi, khususnya di Kabupaten Lombok Barat ke depan sangat cerah.
Dari 830 hektar lahan hutan kemasyarakatan (HKm), para petani paling sedikit menanam sekitar 100 ribu pohon kopi dan saat ini siap panen. Sekitar 20 persen di antaranya merupakan kopi dengan sistem sambung.
"Kami sudah minta restu Bupati Lombok Barat untuk melakukan edukasi kepada Gapoktan. Kami tidak pasang target volume hasil, tapi targetnya pembinaan dari hulu dulu," katanya.
Dody menyebutkan potensi hasil panen kopi bisa mencapai 3000 ton biji kopi berkualitas baik.
Untuk sasaran pembinaan dari hulu, kata dia, pihak asosiasi dan gapoktan lalu memilih Kelompok Tani Hutan (KTH) "Cobak Bae" Dusun Rumbuk sebagai sampel pengelolaan kopi.
KTH tersebut terpilih karena tercatat sebagai anggota pengelola awal Gapoktan Alam Lestari. Dari 15 sub KTH yang ada, Gapoktan Alam Lestari memiliki anggota sebanyak 1.400 orang. Selain itu difasilitasi juga oleh koperasi serta lahan garapan seluas 830 hektar.
Ketua Asosiasi Kopi NTB, Dody Adi Wibowo, di Lombok Barat, Senin mengatakan, kopi sebagai komoditas perkebunan unggulan daerah belum banyak mendapat sentuhan oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten.
"Peta perkopian di Indonesia biasanya yang dikenal itu mulai dari Gayo di Sumatera, lalu ke Pulau Jawa mulai dari Jawa Tengah, Jawa Timur, terus ke Bali, dan langsung ke Flores. NTB itu tidak pernah disebut masuk sebagai penghasil kopi, padahal potensi kopi kita jutaan ton," katanya.
Menurut dia, nihilnya NTB dalam catatan sebagai penghasil kopi kemungkinan karena dampak cara penanaman dan panen kopi yang serba sembarang. Padahal dengan sedikit sentuhan pembinaan dan edukasi, semua tidak akan menjadi sulit, termasuk soal harga dan pemasaran.
"Sebagai penggiat, pengusaha kecil menengah, usaha pengolahan kopi serta ketua asosiasi Kopi NTB, saya ingin memberikan edukasi dan pembinaan terlebih dahulu," ujar Dody.
Ia mengatakan pendampingan penting dilakukan, mengingat gaung kopi Lombok di luar daerah belum ada namanya. Kondisi tersebut membuat asosiasi merasa ikut bertanggung jawab, karena secara data kopi di Indonesia, daerah NTB tidak masuk dalam hitungan sebagai daerah penghasil kopi.
Pihaknya merasa optimis prospek kopi, khususnya di Kabupaten Lombok Barat ke depan sangat cerah.
Dari 830 hektar lahan hutan kemasyarakatan (HKm), para petani paling sedikit menanam sekitar 100 ribu pohon kopi dan saat ini siap panen. Sekitar 20 persen di antaranya merupakan kopi dengan sistem sambung.
"Kami sudah minta restu Bupati Lombok Barat untuk melakukan edukasi kepada Gapoktan. Kami tidak pasang target volume hasil, tapi targetnya pembinaan dari hulu dulu," katanya.
Dody menyebutkan potensi hasil panen kopi bisa mencapai 3000 ton biji kopi berkualitas baik.
Untuk sasaran pembinaan dari hulu, kata dia, pihak asosiasi dan gapoktan lalu memilih Kelompok Tani Hutan (KTH) "Cobak Bae" Dusun Rumbuk sebagai sampel pengelolaan kopi.
KTH tersebut terpilih karena tercatat sebagai anggota pengelola awal Gapoktan Alam Lestari. Dari 15 sub KTH yang ada, Gapoktan Alam Lestari memiliki anggota sebanyak 1.400 orang. Selain itu difasilitasi juga oleh koperasi serta lahan garapan seluas 830 hektar.