Lombok Tengah, NTB, (ANTARA)- Sekitar 50 orang guru tidak tetap dan pegawai tidak tetap di sekolah swasta se-Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, berunjuk rasa di kantor DPRD (29/7), menuntut jatah diangkat menjadi pegawai negeri sipil.
"Kami berharap pemerintah daerah mengakomodasi guru dan pegawai tersebut pada penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) sesuai Surat Edaran Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) tahun 2010," kata koordinator aksi Sahirudin.
Ia mengatakan pemerintah daerah diminta tidak membedakan status karena mereka juga butuh makan dan hidup layak seperti orang lain.
Para guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT) di sekolah swasta tersebut datang dengan menggunakan sepeda motor, mereka menerobos masuk ke halaman gedung DPRD yang sudah dijafa aparat kepolisian dan satuan polisi pamong praja.
Sejumlah perwakilan guru dan pegawai tersebut diterima di ruang panitia musyawarah oleh Wakil Ketua DPRD Lombok Tengah L Fathul Bahri, Ketua Komisi D HM Rais Ishak, Ketua Komisi A HM Zidan Hadi, Ketua Badan Kehormatan DPRD H Karim Abdurahim dan sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah seperti Kepala Badan Kepegawaian Daerah HL Ikhwan Ridwan, dan Kepala Dinas Dikpora HL Idkham Khalid.
Dalam pertemuan tersebut Sahirudin mengatakan pemerintah telah membeda-bedakan perlakuan antara guru honor atau guru sukarela di sekolah negeri dan swasta.
"Hal itu terlihat pada pendataan tenaga honorer yang akan diangkat menjadi PNS sesuai dengan Surat Edaran Menpan tahun 2010 di mana guru honorer di sekolah negeri akan diangkat menjadi PNS, sementara guru swasta tidak masuk dalam pendataan," katanya.
Ia mempertanyakan kenapa pemerintah membedakan guru swasta dan negeri, padahal guru honorer sekolah swaasta juga mengabdikan diri untuk masyarakat.
Ia mengakui guru swasta yang mengajar di pondok pesantren atau madrasah telah mengajar secara sukarela lebih dari 10 tahun, namun tidak pernah diangkat sampai sekarang. "Tolong jangan bedakan kami dengan yang lain," katanya.
Ia juga meminta pemerintah untuk mengangkat seluruh guru yang mengajar di sekolah swasta. "Kami minta surat edaran tersebut diubah karena diskriminatif," katanya.
Kepala BKD Lombok Tengah HL Ikhwan Ridwan menanggapi tuntutan GTT swasta tersebut mengatakan apa yang dituntut ini adalah hal yang wajar, namun aturan main sudah dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
"Meski demikian pihaknya akan mengkonsultasikan apa yang menjadi tuntutan masyarakat itu. Kami akan tampung aspirasinya dan akan dikonsultasikan dengan pemerintah pusat," katanya.
BKD dalam hal ini bukan pada posisi menerima atau menolak karena yang menentukan adalah Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Kepala Dinas Dikpora Lombok Tengah HL Idkham Khalid menambahkan pemerintah tidak membeda-bedakan antara guru negeri dan swasta.
Guru sekolah swasta juga membantu memajukan pendidikan di Lombok Tengah, tanpa ada sekolah swasta pendidikan tidak seperti sekarang.
"Lombok Tengah masih kekurangan guru, kami juga berharap agar guru sekolah swasta dapat diangkat. Kami akan bicarakan dengan pemerintah pusat," katanya.
Ketua Badan Kehormatan DPRD Lombok Tengah Karim Abdurahim menilai Surat Edaran Menpan mengenai pendataan tenaga honorer itu memang kontroversial karena dalam surat edaran khusus kategori dua disebutkan gaji non-APBN berasal dari dana komite, dana yayasan dan sejenisnya.
"Seharusnya guru sekolah swasta yang diangkat oleh yayasan juga harus masuk dalam pendataan. Meski demikian keputusan itu bukan di tangan Dinas Dikpora atau BKD, tetapi di pusat. Karena itu saya usulkan instansi terkait ke Jakarta untuk membicarakan masalah itu," katanya.(*)