Jakarta (ANTARA) - Ekonom senior Chatib Basri memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2020 masih mengalami perlambatan seiring dengan aktivitas masyarakat yang belum kembali normal.
“Untuk kuartal III tahun ini mungkin masih terjadi perlambatan,” katanya dalam akun twitter pribadinya @ChatibBasri di Jakarta, Senin.
Chatib menyatakan berdasarkan data google mobility menunjukkan bahwa mobilitas dan aktivitas masyarakat sempat naik tajam setelah pembukaan pembatasan sosial.
Di sisi lain, ia menuturkan pemulihan aktivitas masyarakat setelah pelonggaran PSBB tidak berlangsung lama karena pada Juni hingga Agustus kembali flat dan melambat.
“Persepsi orang ekonomi kembali menurun,” ujarnya.
Mantan Menteri Keuangan itu menjelaskan terdapat beberapa faktor terjadinya penurunan kembali terhadap aktivitas perekonomian yakni daya beli melemah dan perilaku kelas menengah atas yang berhati-hati karena kesehatan.
Tak hanya itu, perubahan pola konsumsi masyarakat yang saat ini cenderung memilih untuk belanja melalui platform daring serta kewajiban menerapkan protokol kesehatan juga membuat ekonomi tidak bisa beroperasi sepenuhnya.
“Jika ekonomi hanya beroperasi 50 persen maka untuk banyak sektor break even point tak tercapai. Perusahaan bisa survive selama masih bisa bayar biaya variable seperti gaji tapi tak untung. Perusahaan bisa jadi zoombie companies,” tegasnya.
Sementara itu, ia mengatakan ketersediaan vaksin COVID-19 turut menjadi faktor pendukung pemulihan karena sebelum ditemukan maka protokol kesehatan harus diterapkan sehingga ekonomi harus beroperasi di bawah 100 persen.
“Dengan kondisi ini maka pemulihan akan berbentuk U bukan V. Karena itu jika tak ada insentif untuk ekspansi dan meningkatkan investasi ekonomi akan stuck atau pemulihan lambat,” katanya.
“Untuk kuartal III tahun ini mungkin masih terjadi perlambatan,” katanya dalam akun twitter pribadinya @ChatibBasri di Jakarta, Senin.
Chatib menyatakan berdasarkan data google mobility menunjukkan bahwa mobilitas dan aktivitas masyarakat sempat naik tajam setelah pembukaan pembatasan sosial.
Di sisi lain, ia menuturkan pemulihan aktivitas masyarakat setelah pelonggaran PSBB tidak berlangsung lama karena pada Juni hingga Agustus kembali flat dan melambat.
“Persepsi orang ekonomi kembali menurun,” ujarnya.
Mantan Menteri Keuangan itu menjelaskan terdapat beberapa faktor terjadinya penurunan kembali terhadap aktivitas perekonomian yakni daya beli melemah dan perilaku kelas menengah atas yang berhati-hati karena kesehatan.
Tak hanya itu, perubahan pola konsumsi masyarakat yang saat ini cenderung memilih untuk belanja melalui platform daring serta kewajiban menerapkan protokol kesehatan juga membuat ekonomi tidak bisa beroperasi sepenuhnya.
“Jika ekonomi hanya beroperasi 50 persen maka untuk banyak sektor break even point tak tercapai. Perusahaan bisa survive selama masih bisa bayar biaya variable seperti gaji tapi tak untung. Perusahaan bisa jadi zoombie companies,” tegasnya.
Sementara itu, ia mengatakan ketersediaan vaksin COVID-19 turut menjadi faktor pendukung pemulihan karena sebelum ditemukan maka protokol kesehatan harus diterapkan sehingga ekonomi harus beroperasi di bawah 100 persen.
“Dengan kondisi ini maka pemulihan akan berbentuk U bukan V. Karena itu jika tak ada insentif untuk ekspansi dan meningkatkan investasi ekonomi akan stuck atau pemulihan lambat,” katanya.