Mataram (ANTARA) - Pakar hukum pidana Prof. Dr. Amiruddin melihat revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan sebagai sarana yang tepat untuk memperkuat integritas penegakan hukum di negara ini.

"Jadi revisi undang-undang ini suatu keharusan, keniscayaan untuk memperkuat institusi kejaksaan yang selama ini diragukan integritasnya. Dengan pengesahan RUU, integritas kejaksaan akan semakin kuat di mata masyarakat," kata Amiruddin di Mataram, Rabu.

Hal itu diungkapkan Amiruddin setelah mencermati kewenangan di tubuh kejaksaan yang ada saat ini cukup terbatas. Jauh berbeda dengan muruahnya sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara secara merdeka.

"Karena kewenangan itu (penanganan perkara secara menyuluruh) ada sejak awal lahirnya kejaksaan. Namun kewenangan yang ada sekarang, malah dipersempit," ujar Guru Besar Ilmu Hukum Pidana dari Universitas Mataram ini.

Bila ingin melihat hukum lebih ditegakkan, tegas Amiruddin, sudah selayaknya negara mengesahkan revisi Undang-Undang Kejaksaan. Karena 16 tahun lamanya, kejaksaan hanya berwenang mulai tahap penuntutan hingga eksekusi putusan pengadilan saja.

"Jadi kalau institusi itu mau diperkuat, perkuat dari sisi kewenangan dalam penanganan perkara, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai eksekusi. Jangan malah memberikan kewenangan yang setengah-setengah," ujarnya.

Lebih lanjut, Amiruddin mengatakan revisi UU Kejaksaan ini tidak ada yang bersifat mengambil alih kewenangan instansi lain. Menurut dia, fungsi penyidikan yang berjalan selama ini akan tetap ada. Hanya saja, perlu adanya pengaturan mekanisme penanganan perkara agar kepastian hukum bagi masyarakat tetap tumbuh.

"Intinya jangan sampai muncul egois sektoral sesama penegak hukum, tentunya (dalam proses penanganan perkara) harus tetap bersinergi," ucap dia.
 

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024