Transaksi uang elektronik kena PPN 12 persen, begini klarifikasi DJP

id uang elektronik,dompet elektronik,e-wallet,jasa keuangan,UU HPP,PMK 69/2022,PPN 12,uang elektronik kena PPN 12 persen,Transaksi uang elektronik

Transaksi uang elektronik kena PPN 12 persen, begini klarifikasi DJP

Konsumen membayar minuman yang dibelinya melalui ponsel dengan menggunakan fitur Quick Reponse Conde Indonesian Standard (QRIS) di kedai UMKM minuman, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Senin (9/9/2024). . ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/Spt

Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengklarifikasi soal isu transaksi uang elektronik menjadi objek pajak yang dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.

“Perlu kami tegaskan bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984, artinya bukan objek pajak baru,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat DJP Dwi Astuti saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

UU PPN telah diperbarui dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dalam UU HPP, layanan uang elektronik tidak termasuk objek yang dibebaskan dari PPN. Artinya, ketika PPN naik menjadi 12 persen nanti, tarif tersebut juga berlaku untuk transaksi uang elektronik.

Baca juga: Kenaikan PPN 12 persen tak pengaruhi harga BBM

Aturan rinci mengenai pengenaan PPN terhadap transaksi uang elektronik, atau layanan teknologi finansial (fintech) secara umum, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69 Tahun 2022.

Layanan yang dikenakan PPN di antaranya uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), gerbang pembayaran, switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.

PPN berlaku untuk biaya layanan atau komisi yang dibebankan kepada penyelenggara. Misalnya, biaya layanan registrasi, pengisian ulang saldo (top-up), pembayaran transaksi, transfer dana, dan tarik tunai untuk uang elektronik.

Hal yang sama berlaku pada layanan dompet elektronik, termasuk biaya pembayaran tagihan dan layanan paylater. PPN juga dikenakan pada biaya merchant discount rate (MDR).

Sementara nilai uang elektronik itu sendiri, termasuk saldo, bonus point, reward point, dan transaksi transfer dana murni, tidak dikenakan PPN.

Baca juga: Pelanggan PLN yang dapat diskon 50 persen tarif listrik imbas PPN 12 persen

Sebagai contoh, ketika pengguna melakukan top-up saldo uang elektronik dan dikenakan biaya administrasi, maka biaya administrasi tersebut yang dikenakan PPN.

Jika biaya administrasi top-up adalah Rp1.000 dan tarif PPN yang berlaku saat ini sebesar 11 persen, maka PPN yang harus dibayar adalah Rp110, sehingga total biaya menjadi Rp1.110.

Bila PPN naik menjadi 12 persen nantinya, maka PPN yang perlu dibayar sebesar Rp120, sehingga total biaya menjadi Rp1.120.

Baca juga: Insentif tak cukup redam dampak PPN naik jadi 12 persen

Sedangkan ketika pengguna hanya mentransfer uang atau menggunakan saldo tanpa biaya tambahan, maka tidak ada PPN yang dikenakan.

Untuk diketahui, UU HPP mengatur pembebasan PPN terhadap sejumlah jasa keuangan.

Jasa ini meliputi penghimpunan dana seperti giro, tabungan, deposito, dan sertifikat deposito, yang dilakukan oleh bank atau lembaga keuangan.

Baca juga: Berikut daftar barang dan jasa terkena PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025

Selain itu, kegiatan penyaluran dan peminjaman dana, baik melalui transfer elektronik, cek, maupun wesel.

Pembiayaan seperti leasing dengan hak opsi, anjak piutang, kartu kredit, dan pembiayaan konsumen juga tidak dikenakan PPN, termasuk yang berprinsip syariah.

Layanan gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia, serta jasa penjaminan untuk melindungi kewajiban finansial, juga dikecualikan dari pajak.


Baca juga: PPN 12 persen resmi berlaku mulai 1 Januari 2025
Baca juga: Berikut daftar barang dan jasa yang bebas PPN 12 persen
Baca juga: Presiden Prabowo tegaskan penerapan PPN 12 persen sesuai UU