Mataram (ANTARA) - Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, tidak akan mengeluarkan izin proses belajar mengajar (PBM) dengan tatap muka di sekolah selama pandemi COVID-19.
"Saya sebagai Ketua Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Mataram, tidak akan mengelurakan izin atau rekomendasi untuk PBM tatap muka di sekolah," kata Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh di Mataram, Jumat.
Pernyataan itu disampaikan menyikapi penurunan status COVID-19 Kota Mataram dari zona oranye (risiko sedang) menjadi zona kuning (risiko ringan) sehingga diperkirakan memungkinkan untuk membuka PBM tatap muka.
Sebagai Ketua Gugus COVID-19, katanya, pihaknya bertanggung jawab untuk melaksanakan program pencegahan dan penegakan disiplin COVID-19, sehingga kalau siswa masuk sekolah, harus dipastikan anak-anak, guru dan tenaga administrasi di sekolah non-reaktif COVID-19.
"Jadi kami harus siapkan untuk kegiatan tes cepat (rapid test) COVID-19, baik kepada siswa, guru, maupun tenaga administrasi lainnya," katanya.
Sementara, kata wali kota, jumlah siswa se-Kota Mataram yang berada di bawah Dinas Pendidikan Kota Mataram sekitar 60.000 orang, baik yang ada di tingkat TK, SD maupun SMP.
Belum lagi, katanya, untuk guru dan tenaga adminstrasi yang jumlahnya sekitar 20.000, sehingga total yang harus dites cepat COVID-19 untuk mendukung kegiatan PBM tatap muka mencapai sekitar 80.000 orang.
"Selain itu, kami juga harus siapkan masker, alat cuci dan pembersih tangan, serta alat pengukur suhu tubuh. Itulah yang perlu kami siapkan secara teknis kalau sekolah dibuka," katanya.
Di sisi lain, pengawasan disiplin penerapan protokol kesehatan juga perlu dilakukan secara ketat, sejak siswa baru datang ke sekolah, belajar di kelas dengan menerapkan jaga jarak, hingga proses penjemputan.
"Hal itu yang masih kami pertimbangkan, sehingga saya belum yakin jika sekolah dibuka protokol COVID-19 dapat ditegakkan," katanya.
Ia mengakui, kasus COVID-19 di Kota Mataram saat ini sudan sangat landai, bahkan Kota Mataram sekarang sudah turun status dari oraye (risiko sedang) menjadi status kuning (risiko ringan).
"Saya tidak ingin kondisi yang sudah mulai baik ini, Mataram bisa kembali ke zona merah karena sekolah dibuka dan menimbulkan klaster baru yang membahayakan dan merugikan orang lain," katanya.
Terkait dengan itu, wali kota meminta agar siswa dan orang tua bersabar menunggu sampai kondisi pandemi COVID-19 bisa lebih baik lagi. Meskipun diakuinya, kegiatan belajar dalam jaringan (daring) kurang efektif dan tidak dapat mencapai target kurikulum yang ditetapkan.
Selain itu, rasa jenuh dan bosan yang dirasakan siswa belajar daring dan tidak dapat berinteraksi langsung dengan teman serta gurunya juga dapat dipahami wali kota.
"Tapi demi kebaikan bersama, kami optimalkan belajar daring. Apalagi pemerintah hingga saat ini juga belum memberikan keputusan kapan sekolah dibuka," katanya.
"Saya sebagai Ketua Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Mataram, tidak akan mengelurakan izin atau rekomendasi untuk PBM tatap muka di sekolah," kata Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh di Mataram, Jumat.
Pernyataan itu disampaikan menyikapi penurunan status COVID-19 Kota Mataram dari zona oranye (risiko sedang) menjadi zona kuning (risiko ringan) sehingga diperkirakan memungkinkan untuk membuka PBM tatap muka.
Sebagai Ketua Gugus COVID-19, katanya, pihaknya bertanggung jawab untuk melaksanakan program pencegahan dan penegakan disiplin COVID-19, sehingga kalau siswa masuk sekolah, harus dipastikan anak-anak, guru dan tenaga administrasi di sekolah non-reaktif COVID-19.
"Jadi kami harus siapkan untuk kegiatan tes cepat (rapid test) COVID-19, baik kepada siswa, guru, maupun tenaga administrasi lainnya," katanya.
Sementara, kata wali kota, jumlah siswa se-Kota Mataram yang berada di bawah Dinas Pendidikan Kota Mataram sekitar 60.000 orang, baik yang ada di tingkat TK, SD maupun SMP.
Belum lagi, katanya, untuk guru dan tenaga adminstrasi yang jumlahnya sekitar 20.000, sehingga total yang harus dites cepat COVID-19 untuk mendukung kegiatan PBM tatap muka mencapai sekitar 80.000 orang.
"Selain itu, kami juga harus siapkan masker, alat cuci dan pembersih tangan, serta alat pengukur suhu tubuh. Itulah yang perlu kami siapkan secara teknis kalau sekolah dibuka," katanya.
Di sisi lain, pengawasan disiplin penerapan protokol kesehatan juga perlu dilakukan secara ketat, sejak siswa baru datang ke sekolah, belajar di kelas dengan menerapkan jaga jarak, hingga proses penjemputan.
"Hal itu yang masih kami pertimbangkan, sehingga saya belum yakin jika sekolah dibuka protokol COVID-19 dapat ditegakkan," katanya.
Ia mengakui, kasus COVID-19 di Kota Mataram saat ini sudan sangat landai, bahkan Kota Mataram sekarang sudah turun status dari oraye (risiko sedang) menjadi status kuning (risiko ringan).
"Saya tidak ingin kondisi yang sudah mulai baik ini, Mataram bisa kembali ke zona merah karena sekolah dibuka dan menimbulkan klaster baru yang membahayakan dan merugikan orang lain," katanya.
Terkait dengan itu, wali kota meminta agar siswa dan orang tua bersabar menunggu sampai kondisi pandemi COVID-19 bisa lebih baik lagi. Meskipun diakuinya, kegiatan belajar dalam jaringan (daring) kurang efektif dan tidak dapat mencapai target kurikulum yang ditetapkan.
Selain itu, rasa jenuh dan bosan yang dirasakan siswa belajar daring dan tidak dapat berinteraksi langsung dengan teman serta gurunya juga dapat dipahami wali kota.
"Tapi demi kebaikan bersama, kami optimalkan belajar daring. Apalagi pemerintah hingga saat ini juga belum memberikan keputusan kapan sekolah dibuka," katanya.