Oleh Anwar Maga

          Senyuman yang merekah indah menghiasi aura wajah sekelompok petani kentang di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), ketika sore itu rombongan jurnalis nasional tiba di lembah Pegunungan Rinjani.  
    Mereka menyalami semua wartawan nasional baik kru televisi maupun media cetak yang berkunjung ke daerah itu, karena dikabarkan hendak meliput potensi kentang di kampung halamannya yang terletak di kaki Gunung Rinjani yang tingginya mencapai 3.726 meter dari permukaan laut (dpl).
{jpg*2}
         Aura kegembiraan jelas terlihat ketika para petani kentang mendampingi Kepala Seksi Perbenihan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur Lalu Punia, memasuki lahan pengembangan tanaman kentang atlantik (varietas impor) di Dusun Lendang Luar, Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun.

         Lahan berpagar itu hanya sekitar satu hektare, namun khusus ditanami kentang atlantik, untuk kepentingan pembenihan sekaligus pengembangan bibit unggul varietas kentang yang diimpor dari Australia.

         Senyuman tanda kegembiraan itu sangat mungkin dilatarbelakangi oleh informasi awal yang diterima para petani kentang dari penyuluh pertanian Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, bahwa para wartawan nasional itu akan mengekspos upaya mereka mengembangkan kentang atlantik beserta kendala teknisnya.

         Sembalun merupakan satu-satunya lokasi yang dijadikan areal pengembangan kentang atlantik di wilayah NTB. Pola yang digunakan yakni kemitraan dengan PT Indofood (Salim Grup).

         Indofood secara serius sudah menangani agribisnis kentang di sejumlah daerah di Indonesia mengingat semakin menjamurnya restoran "fast food" (cepat saji), termasuk pola kemitraan yang di bangun dengan petani Sembalun. Petani binaan Indofood lainnya di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

         Bermula dari sekadar untuk memenuhi kebutuhan industri "potato chips", kini Indofood sudah memperoleh kepercayaan sebagai pemasok daging ayam serta kentang dari restoran-restoran cepat saji di Indonesia.

         Pola yang digunakan adalah "second party", di mana Indofood harus memberikan jaminan kepada restoran-restoran tersebut bahwa daging ayam dan kentang yang dipasoknya akan memenuhi standar "Codex" maupun "Sanitary" dan "Phytosanitary".

         Apalagi, benih kentang untuk "french fries" (kentang goreng) yang paling unggul adalah kentang atlantik. Kentang goreng yang dimaksud harus kaya pati, sedikit gula dan air.

         Berbeda dengan kentang granola yang kalau digoreng akan gosong tetapi tetap lembek. Kentang atlantik kalau digoreng akan berwarna cokelat cerah kekuningan, keras dan renyah.

    
Petani Sembalun
    Khusus di wilayah NTB, para petani kentang mitra Indofood itu tergabung dalam kelompok Hortikultura Sembalun Lawang (Horsela). Dahulunya, Lawang dan Sembalun tergabung dalam desa yang sama, kini mekar mejadi desa masing-masing.

         "Silahkan bapak ibu wartawan, kami sudah menunggu, dan silahkan lihat upaya kami di lahan ini," kata Ketua Kelompok Horsela Minardi, yang didampingi petani kentang lainnya.

         Dengan berbekal pengetahuan penyuluh pertanian menengah dan pengalamannya mengorganisasikan petani kentang di daerah itu, Minardi menuturkan upaya mengembangkan kentang atlantik yang berawal dari ajakan manajemen PT Indofood di awal 2005.                
    Sebelumnya, para petani di Sembalun hanya mengembangkan kentang varietas granola atau lazim disebut sebagai kentang sayur.

         Indofood kemudian membantu 200 kilogram benih kentang atlantik untuk diuji coba di desa itu.

         Uji coba penanaman kentang atlantik di awal 2005 itu ditindaklanjuti dengan analisis usaha hingga dinyatakan layak untuk dikembangkan di lembah Sembalun.

         Kelompok Horsela kemudian mengembangkan kentang varietas impor itu pada lahan garapan seluas empat hektare pada musim tanam Agustus 2006, yang melibatkan 32 orang petani.

         Dari satu ton benih yang dipinjamkan Indofood, hasilnya sebanyak 87,76 ton dan sebanyak delapan ton atau 15 persen dari produksi kentang atlantik saat itu disisakan untuk bibit pada musim tanam berikutnya. Selebihnya dijual kepada PT Indofood dengan harga Rp2.400 per kilogram.

         Dari sebanyak 79,76 ton kentang atlantik yang dijual petani Horsela kepada Indofood, mereka meraih keuntungan sebesar Rp191,14 juta lebih yang kemudian dibagikan kepada 32 orang petani sesuai hitungan yang disepakati sebelumnya yakni tergantung luas areal yang digarap.  
    Nilai uang yang diperoleh itu terlebih dahulu dikurangi nilai benih sebanyak satu ton yang dipinjamkan Indofood. Benih kentang atlantik berkisar Rp2.000 hingga Rp2.500 per kilogram.

         "Alhamdulillah, hasilnya cukup bagus sehingga luas areal tanam semakin bertambah dan jumlah anggota kelompok Horsela pun meningkat," ujarnya.

         Selanjutnya, pada musim tanam Agustus 2007, petani Horsela mengembangkan kentang atlantik pada lahan seluas 18 hektare yang melibatkan 49 orang petani. Hasilnya sebanyak 378 ton lebih dan 36 ton diantaranya disisakan untuk benih dan selebihnya dijual kepada PT Indofood dengan harga Rp2.700 per kilogram.

         Pada musim tanam 2008, petani Horsela mengembangkan kentang atlantik pada lahan seluas 148 hektare yang melibatkan 512 orang petani. Hasilnya sebanyak 2.840 ton lebih dan 41 ton diantaranya disisakan untuk benih dan selebihnya dijual kepada PT Indofood dengan harga Rp3.000 per kilogram.

         Pada musim tanam 2009, petani Horsela mengembangkan kentang Atlantik pada lahan seluas 150 hektare yang melibatkan 712 orang petani. Hasilnya sebanyak 2.967 ton lebih dan 42 ton diantaranya disisakan untuk bibit dan selebihnya dijual kepada PT Indofood dengan harga Rp3.000 per kilogram.

         Namun, pada musim tanam 2010, terjadi penurunan produksi karena luas areal tanam berkurang, dan jumlah petani penggarap pun relatif menurun.

         Pada musim tanam 2010 itu, petani Horsela hanya mengembangkan kentang Atlantik pada lahan seluas 102 hektare yang melibatkan 437 orang petani. Hasilnya sebanyak 1.413 ton lebih dan 12 ton diantaranya disisahkan untuk benih dan selebihnya dijual kepada PT Indofood dengan harga Rp3.000 per kilogram.

         "Ada penurunan luas tanam yang tentunya berdampak langsung terhadap hasil produksinya, karena berbagai faktor penyebab. Selain cuaca ekstrik yakni hujan yang tidak menentu, juga karena keterlambatan bibit kentang Atlantik yang didatangkan dari Australia," ujarnya.

         Kendati demikian, Minardi dan petani Sembalun lainnya mengaku akan tetap giat mengembangkan kentang atlantik itu, karena hasilnya cukup menjanjikan. Bahkan, berpotensi meningkatkan pendapatan menuju kesejahteraan keluarga.

        
Kendala benih
    Minardi tidak secara eksplisit mengutarakan perlunya bantuan wartawan nasional untuk mengekspos kendala pengadaan benih kentang atlantik yang sejauh ini masih didatangkan dari Australia dan harus melewati Karantina di Surabaya atau Semarang.

         Namun, pimpinan petani Horsela itu banyak mengeluhkan kesulitan pengadaan benih kentang varietas impor itu.

         "Bahkan, ada petani yang kami utus untuk ikut mengecek benih unggul sampai di pusat perbenihan Australia. Tetapi, juga terlambat sampai di sini (areal tanam) karena harus melewati sejumlah prosedur mendatangkan benih impor. Biasanya hanya seminggu sampai, ini lebih dari 10 hari dan tentu mempengaruhi kualitas benih," ujarnya.

         Dia berharap, upaya penangkaran benih kentang atlantik yang mereka lakukan atas binaan Pusat Penelitian Perbenihan Indonesia, di Sembalun, dapat membuahkan hasil.

         Sejauh ini pun, lahan penangkaran benih unggul kentang atlantik itu hanya 40 are atau 0,4 hektare.        
    "Kalau ada dukungan pemerintah agar upaya penangkaran benih dapat berjalan sesuai harapan, tentu akan semakin memotivasi kami mengembangkan kentang atlantik," ujarnya.
{jpg*3}
         Kepala Seksi Perbenihan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur Lalu Punia, juga mengungkapkan harapan itu ketika diwawancarai awak televisi dan media nasional lainnya.

         Bahkan, Punia menyinggung lebar badan jalan sepanjang 25 kilometer menuju Sembalun yang menjadi pusat pengembangan kentang atlantik dan komoditi hortikultura lainnya, yang hanya bisa dilalui kendaraan sejenis 'pick up'.

         Kurangnya dukungan infrastruktur jalan itu ikut mempengaruhi semangat petani dalam mengembangkan komoditi unggulan.

         "Keluhan soal pengadaan benih kentang atlantik itu sudah sangat sering, dan semoga di masa mendatang ada dukungan dari berbagai pihak untuk memperlancarnya. Bisa dilihat sendiri potensi pengembangan kentang impor di daerah ini," ujarnya.(*)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2025