Mataram (ANTARA) - Bawaslu Nusa Tenggara Barat menolak seluruh gugatan dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilayangkan pasangan Syarafuddin Jarot-Mokhlis terhadap pasangan Mahmud Abdullah-Dewi Noviany (Mo-Novi)

Dalam sidang putusan sengketa Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sumbawa di Kantor Bawaslu NTB, Senin, Ketua Bawaslu Provinsi NTB Muhammad Khuwailid menegaskan bahwa majelis sidang menolak seluruh dalil-dalil yang diajukan para pemohon.

Menurut majelis sidang, jika merujuk fakta-fakta persidangan, unsur menjanjikan dari bukti-bukti yang diajukan untuk memenangkan pasangan Mo-Novi tidak terlihat. 

"Misalnya, program pembagian bantuan COVID-19, Pemprov NTB berupa masker yang ditumpangi bantuan masker untuk pasangan Mo-Novi terbantahkan. Maka, majelis berkeyakinan perbuatan menjanjikan itu tidak terbukti," ujarnya. 

Disaksikan para kuasa hukum dua paslon dan empat anggota Bawaslu NTB lainnya, Khuwailid mengatakan bahwa pelaporan terkait dengan pembagian uang di Kecamatan Lopok, Kabupaten Sumbawa, pelapor juga tidak bisa membuktikan pembuktiannya.

Hal serupa juga terjadi pada proyek pemasangan paving block yang dituduhkan pelapor di Dusun Kembang Kuning. Dalam hal ini, terlapor membantah jika program yang bersumber dalam APBD Perubahan NTB 2020 juga tidak ada hubungannya dengan memenangkan pasangan Mo-Novi. 

Apalagi, lanjut dia, klaim jika ada pertemuan dengan anggota DPRD Provinsi NTB Sembirang Ahmadi, juga terbantahkan dengan adanya fakta persidangan.



Dalam pembacaan putusan, dia mengemukakan bahwa program pemasangan paving block itu tercantum dalam APBD Perubahan 2020. Bahkan, Plt. Kadis Perkim Djamaluddin juga menegaskan bahwa program itu murni adalah program aspirasi (pokir) para anggota dewan yang sama dengan para anggota dewan lainnya.

"Pastinya, Pemprov NTB melalui OPD terkait tanpa ada arahan untuk memengaruhi pemilih di dusun tersebut," kata Khuwailid.

Menurutnya, penyusunan anggaran program aspirasi DPRD Provinsi NTB juga melibatkan dua pihak, yakni eksekutif dan legislatif. Dalam hal ini, Gubernur NTB Zulkieflimansyah tidak punya kewenangan untuk mengatur atau mengarahkan program tersebut. 

"Kawan-kawan DPRD punya hak dalam bentuk pokir, dan semua anggota DPRD punya hak yang sama dengan anggota DPRD Provinsi NTB lainnya. Di sini sama sekali tidak ada celah apa pun Gubernur untuk bisa mengintervensi program Pokir itu," kata Khuwailid menegaskan.

Dalam pembuktian di persidangan, pihaknya tidak menemukan adanya unsur TSM untuk mengarahkan harus memilih si A dan si B. Apalagi, Pasal 71 peraturan Bawaslu telah diatur larangan terkait dengan pemanfaatan program. Namun, yang diadukan adalah pelanggaran praktik politik uang secara TSM oleh terlapor. 

Padahal, lanjut Khuwailid, subjeknya adalah paslon sesuai dengan Pasal 73 Ayat (2).



Terkait dengan dugaan ASN pemprov setempat melalui Pelaksana Tugas (Plt.) Bupati Sumbawa yang didalilkan. Khuwailid menegaskan bahwa hal itu juga tidak terbukti. 

Bahkan, 14 kecamatan yang diduga ada pembagian uang pun justru terbukti hanya terjadi di dua desa, yakni Desa Gapit, Kecamatan Empang dan Desa Sebotik,  Kecamatan Labuhan Badas 

"Saksi pelapor bersama dan saksi fakta tidak tahu, padahal satu tempat. Itu putus, maka majelis tidak dapat beryakinan sehingga semua laporannya tidak terbukti semuanya," ucap Khuwailid.

Ia mempersilakan pelapor jika tidak menerima putusan Bawaslu Provinsi  NTB untuk mengajukan gugatan ke Bawaslu RI. Apalagi, semua anggota majelis sidang tidak ada satu pun yang berbeda pendapat untuk menolak gugatan pelapor. 

"Alhamdulillah, dari awal kami enggak ada perbedaan pendapat. Kalau ke Bawaslu RI, jaraknya 3 hari. Nanti, seandainya sampai lanjut ke sana, Bawaslu RI akan ajukan pemeriksaan," katanya.

Pewarta : Nur Imansyah
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024