Jakarta (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan bahwa korban asusila eks anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berhak memperoleh restitusi.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menegaskan bahwa penyidik Polresta Mataram berkewajiban memberitahukan kepada pihak korban mengenai hak anak yang menjadi korban tindak pidana untuk memperoleh restitusi dan tata cara pengajuannya.
"Restitusi dapat diajukan pihak korban. Karena pelaku ayah kandung korban, sementara ibu korban dirawat, permohonan dapat diajukan lembaga, dalam hal ini Polresta Mataram dan perhitungan restitusinya diajukan ke LPSK," kata Hasto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Diketahui bahwa mantan anggota DPRD Provinsi NTB berinisial AA melakukan tindakan asusila kepada anak kandungnya.
Dalam kasus ini, korban adalah anak kandung dari istri kedua AA. Adapun AA kini telah ditetapkan sebagai tersangka pelanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.
Korban yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas tersebut melapor ke Polresta Mataram pada hari Selasa (19/1), tepat sehari setelah mendapat perlakuan bejat dari ayah kandungnya yang berusia 65 tahun tersebut.
Hasto mengutarakan bahwa hak korban terkait dengan restitusi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana.
"Sebagai orang tua, pelaku memiliki kewajiban terhadap anak kandungnya. Akan tetapi, sebagai pelaku kekerasan seksual terhadap anak, pelaku juga dapat dituntut untuk membayarkan restitusi kepada anak korban," kata Hasto.
Hasto menyesalkan ulah AA yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak kandungnya.
Menurut dia, sebagai mantan pejabat publik perbuatan pelaku sangat memalukan.
"Kami menilai langkah penyidik mengamankan pelaku tepat untuk mencegah intimidasi kepada korban. Apalagi, korban merupakan anak kandung pelaku yang kemungkinan besar kebutuhan ekonominya masih tergantung pada pelaku," katanya.
Di sisi lain, lanjut Hasto, ibu kandung korban sebagaimana diberitakan harus dirawat karena terpapar COVID-19. Kondisi demikian membuat posisi korban menjadi serbasulit. Bahkan, kini korban harus berhadapan secara hukum dengan ayah kandungnya sendiri.
"LPSK siap memberikan perlindungan bagi anak korban. Yang bersangkutan dapat mengakses layanan dari negara, antara lain bantuan medis, rehabilitasi psikologis, dan bantuan lain," kata Hasto.
Ia menegaskan bahwa LPSK memberikan atensi khusus terhadap kasus ini karena kekerasan seksual, termasuk salah satu tindak pidana tertentu yang mendapatkan prioritas perlindungan LPSK.
Hasto berharap penyidik dan jaksa menjerat pelaku dengan hukuman yang berat disertai hukuman pemberat lainnya, mengingat status pelaku adalah ayah kandung korban.
"Jika perbuatannya terbukti dan pelaku dinyatakan bersalah, hakim diharapkan meniadakan hak pelaku untuk mendapatkan remisi," katanya.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menegaskan bahwa penyidik Polresta Mataram berkewajiban memberitahukan kepada pihak korban mengenai hak anak yang menjadi korban tindak pidana untuk memperoleh restitusi dan tata cara pengajuannya.
"Restitusi dapat diajukan pihak korban. Karena pelaku ayah kandung korban, sementara ibu korban dirawat, permohonan dapat diajukan lembaga, dalam hal ini Polresta Mataram dan perhitungan restitusinya diajukan ke LPSK," kata Hasto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Diketahui bahwa mantan anggota DPRD Provinsi NTB berinisial AA melakukan tindakan asusila kepada anak kandungnya.
Dalam kasus ini, korban adalah anak kandung dari istri kedua AA. Adapun AA kini telah ditetapkan sebagai tersangka pelanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.
Korban yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas tersebut melapor ke Polresta Mataram pada hari Selasa (19/1), tepat sehari setelah mendapat perlakuan bejat dari ayah kandungnya yang berusia 65 tahun tersebut.
Hasto mengutarakan bahwa hak korban terkait dengan restitusi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana.
"Sebagai orang tua, pelaku memiliki kewajiban terhadap anak kandungnya. Akan tetapi, sebagai pelaku kekerasan seksual terhadap anak, pelaku juga dapat dituntut untuk membayarkan restitusi kepada anak korban," kata Hasto.
Hasto menyesalkan ulah AA yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak kandungnya.
Menurut dia, sebagai mantan pejabat publik perbuatan pelaku sangat memalukan.
"Kami menilai langkah penyidik mengamankan pelaku tepat untuk mencegah intimidasi kepada korban. Apalagi, korban merupakan anak kandung pelaku yang kemungkinan besar kebutuhan ekonominya masih tergantung pada pelaku," katanya.
Di sisi lain, lanjut Hasto, ibu kandung korban sebagaimana diberitakan harus dirawat karena terpapar COVID-19. Kondisi demikian membuat posisi korban menjadi serbasulit. Bahkan, kini korban harus berhadapan secara hukum dengan ayah kandungnya sendiri.
"LPSK siap memberikan perlindungan bagi anak korban. Yang bersangkutan dapat mengakses layanan dari negara, antara lain bantuan medis, rehabilitasi psikologis, dan bantuan lain," kata Hasto.
Ia menegaskan bahwa LPSK memberikan atensi khusus terhadap kasus ini karena kekerasan seksual, termasuk salah satu tindak pidana tertentu yang mendapatkan prioritas perlindungan LPSK.
Hasto berharap penyidik dan jaksa menjerat pelaku dengan hukuman yang berat disertai hukuman pemberat lainnya, mengingat status pelaku adalah ayah kandung korban.
"Jika perbuatannya terbukti dan pelaku dinyatakan bersalah, hakim diharapkan meniadakan hak pelaku untuk mendapatkan remisi," katanya.