Mataram (ANTARA) - Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat Sitti Rohmi Djalillah mengatakan mengurangi sampah dari rumah tangga dengan memilahnya untuk dimanfaatkan, efektif menjadi solusi masalah sampah daripada terus mengandalkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.
"Kalau tidak begitu kita akan tetap berkutat pada tumpukan sampah di TPA dan solusinya mencari lahan baru. Kalau ada masalah di TPA maka tumpukan sampah di TPS juga akan menggunung belum lagi yang liar. Penekanannya, pengelolaan di hulu sebagai paradigma baru di masyarakat," kata Wagub saat bertemu dan berdiskusi dengan Pemerintah Kota Mataram terkait tata kelola sampah di Pendopo Wagub, Senin.
Wagub, menyatakan produksi sampah akan terus naik sementara jika hanya menangani sampah, masalah teknis seperti infrastruktur, anggaran dan sumber daya manusia tetap menjadi kendala karena akan selalu tak sebanding. Oleh karena itu, pemprov mengajak Wali Kota Mataram, Mohan Roliskana bersama sama mengkampanyekan pengurangan sampah dari rumah tangga.
Menurut Wagub, keterlibatan lingkungan terkecil kelurahan sampai RT RW harus kian masif didorong oleh Pemkot Mataram yang notabene mengelola kota sebagai etalase dan wajah daerah.
Dari sisi penanganan, pemprov sejak 2019 telah mulai melakukan giat pengurangan sampah selain penanganan hilir di TPA mulai dari program BSF (Black Soldier Fly) untuk sampah organik di Lingsar, RDF atau pelet dari sampah untuk energi di TPA Kebon Kongok, pabrik bata plastik dan batako serta aspek aturan seperti Jakstrada dan Perda serta teknologi informasi penanganan sampah hingga kabupaten/kota dengan aplikasi Lestari.
Wagub juga menjelaskan jika pengelolaan di hulu berhasil maka dapat pula menekan anggaran pengangkutan dan masyarakat dapat berhitung nilai ekonomis sampah. Itu sebabnya, revitalisasi peran lingkungan dalam pengelolaan hulu sampah sangat strategis.
Wagub juga mengapresiasi pengelolaan sampah Pemkot Mataram yang sudah mencapai 77 persen dengan program bagus seperti Lisan dan pengelolaan sampah berbasis komunitas seperti di Mataram Barat dan Sandubaya yang dapat direplika di lingkungan lain. Namun pengurangan sampah yang baru 3,32 persen harus disikapi dengan strategi baru.
"Yang penting sepaham dulu dan menjembatani niatan ini ke lingkungan lingkungan di kota Mataram agar sampah dikelola mulai dari hulu," tegas Wagub.
Secara rinci, potensi pengurangan sampah itu, dari RDF atau pelet sampah pengganti batu bara membutuhkan bahan baku sampah hingga 1.085 ton per hari untuk produksi 147 ton RDF per hari melalui industrialisasi sampah TPA Kebon Kongok yang dimanfaatkan oleh PLTU Jeranjang sampai Taliwang dan bahan bakar smelter. BSF dengan potensi sampah organik 3 ton perhari juga pabrik bata plastik dan batako dengan potensi pasar yang besar hingga mancanegara.
Wali Kota Mataram, Mohan Roliskana menyambut perhatian Pemprov soal tata kelola sampah yang juga menjadi prioritas dan isu utama pembangunan Pemkot Mataram yang segera akan dikerjakan masif.
Sebagai langkah awal, Pemkot sudah menyiapkan skenario kebijakan fiskal untuk penanganan sampah. Salah satunya dengan memperbesar anggaran pengangkutan sebesar 37 juta per tahun yang hanya dapat membiayai satu kali angkutan sampah ke TPA. Semangat kolektif dalam penanganan sampah ini juga membutuhkan kontribusi anggota DPRD kota dalam distribusi anggaran Pokir. Begitu pula dengan dana kelurahan sebesar Rp1,5 miliar sampai Rp2 miliar per tahun didorong untuk alokasi pengurangan sampah.
Hal lain adalah koordinasi TPA regional yang sekarang masih menggunakan sistem control landfill agar dapat meminimalkan gangguan yang menyebabkan terhambatnya pengangkutan sampah. Hal konkrit lainnya adalah memastikan replikasi program pengelolaan hulu dikerjakan pula ditempat lain di kota Mataram.
"Sebagai wajah daerah sudah sepatutnya kota ini bersih dan nyaman bagi penghuninya maupun yang datang berkunjung," ujar Mohan.
Mohan tak memungkiri, dengan luas kota dan produksi sampah yang kian meningkat kendala teknis masih terjadi. Padahal jika menumpuk dan tak terangkut akan menambah biaya ekstra untuk pengangkutan dan retribusi di TPA yang dapat membiayai program pengurangan sampah di hulu.
Mohan menyebut, excavator mini milik Pemkot harus melayani 21 TPS, belum lagi truk angkutan dan anggaran yang tak dapat memenuhi kreatifitas dan inovasi di luar kerja rutin penanganan sampah. Namun demikian, pemkot berharap kolaborasi penanganan sampah ini bukan hanya terkait program namun benar benar untuk penanganan dan pengurangan sampah berkelanjutan bagi lingkungan.
"Kalau tidak begitu kita akan tetap berkutat pada tumpukan sampah di TPA dan solusinya mencari lahan baru. Kalau ada masalah di TPA maka tumpukan sampah di TPS juga akan menggunung belum lagi yang liar. Penekanannya, pengelolaan di hulu sebagai paradigma baru di masyarakat," kata Wagub saat bertemu dan berdiskusi dengan Pemerintah Kota Mataram terkait tata kelola sampah di Pendopo Wagub, Senin.
Wagub, menyatakan produksi sampah akan terus naik sementara jika hanya menangani sampah, masalah teknis seperti infrastruktur, anggaran dan sumber daya manusia tetap menjadi kendala karena akan selalu tak sebanding. Oleh karena itu, pemprov mengajak Wali Kota Mataram, Mohan Roliskana bersama sama mengkampanyekan pengurangan sampah dari rumah tangga.
Menurut Wagub, keterlibatan lingkungan terkecil kelurahan sampai RT RW harus kian masif didorong oleh Pemkot Mataram yang notabene mengelola kota sebagai etalase dan wajah daerah.
Dari sisi penanganan, pemprov sejak 2019 telah mulai melakukan giat pengurangan sampah selain penanganan hilir di TPA mulai dari program BSF (Black Soldier Fly) untuk sampah organik di Lingsar, RDF atau pelet dari sampah untuk energi di TPA Kebon Kongok, pabrik bata plastik dan batako serta aspek aturan seperti Jakstrada dan Perda serta teknologi informasi penanganan sampah hingga kabupaten/kota dengan aplikasi Lestari.
Wagub juga menjelaskan jika pengelolaan di hulu berhasil maka dapat pula menekan anggaran pengangkutan dan masyarakat dapat berhitung nilai ekonomis sampah. Itu sebabnya, revitalisasi peran lingkungan dalam pengelolaan hulu sampah sangat strategis.
Wagub juga mengapresiasi pengelolaan sampah Pemkot Mataram yang sudah mencapai 77 persen dengan program bagus seperti Lisan dan pengelolaan sampah berbasis komunitas seperti di Mataram Barat dan Sandubaya yang dapat direplika di lingkungan lain. Namun pengurangan sampah yang baru 3,32 persen harus disikapi dengan strategi baru.
"Yang penting sepaham dulu dan menjembatani niatan ini ke lingkungan lingkungan di kota Mataram agar sampah dikelola mulai dari hulu," tegas Wagub.
Secara rinci, potensi pengurangan sampah itu, dari RDF atau pelet sampah pengganti batu bara membutuhkan bahan baku sampah hingga 1.085 ton per hari untuk produksi 147 ton RDF per hari melalui industrialisasi sampah TPA Kebon Kongok yang dimanfaatkan oleh PLTU Jeranjang sampai Taliwang dan bahan bakar smelter. BSF dengan potensi sampah organik 3 ton perhari juga pabrik bata plastik dan batako dengan potensi pasar yang besar hingga mancanegara.
Wali Kota Mataram, Mohan Roliskana menyambut perhatian Pemprov soal tata kelola sampah yang juga menjadi prioritas dan isu utama pembangunan Pemkot Mataram yang segera akan dikerjakan masif.
Sebagai langkah awal, Pemkot sudah menyiapkan skenario kebijakan fiskal untuk penanganan sampah. Salah satunya dengan memperbesar anggaran pengangkutan sebesar 37 juta per tahun yang hanya dapat membiayai satu kali angkutan sampah ke TPA. Semangat kolektif dalam penanganan sampah ini juga membutuhkan kontribusi anggota DPRD kota dalam distribusi anggaran Pokir. Begitu pula dengan dana kelurahan sebesar Rp1,5 miliar sampai Rp2 miliar per tahun didorong untuk alokasi pengurangan sampah.
Hal lain adalah koordinasi TPA regional yang sekarang masih menggunakan sistem control landfill agar dapat meminimalkan gangguan yang menyebabkan terhambatnya pengangkutan sampah. Hal konkrit lainnya adalah memastikan replikasi program pengelolaan hulu dikerjakan pula ditempat lain di kota Mataram.
"Sebagai wajah daerah sudah sepatutnya kota ini bersih dan nyaman bagi penghuninya maupun yang datang berkunjung," ujar Mohan.
Mohan tak memungkiri, dengan luas kota dan produksi sampah yang kian meningkat kendala teknis masih terjadi. Padahal jika menumpuk dan tak terangkut akan menambah biaya ekstra untuk pengangkutan dan retribusi di TPA yang dapat membiayai program pengurangan sampah di hulu.
Mohan menyebut, excavator mini milik Pemkot harus melayani 21 TPS, belum lagi truk angkutan dan anggaran yang tak dapat memenuhi kreatifitas dan inovasi di luar kerja rutin penanganan sampah. Namun demikian, pemkot berharap kolaborasi penanganan sampah ini bukan hanya terkait program namun benar benar untuk penanganan dan pengurangan sampah berkelanjutan bagi lingkungan.