Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X DPR RI (bidang Pendidikan Nasional, Pemuda dan Olahraga), Angelina Sondakh meminta PSSI memberi kesempatan kepada  Liga Primer Indonesia sepanjang event tersebut berniat baik bersama membangun dunia persepakbolaan itu.

"Sebagai kompetisi yang dicita-citakan menjadi profesional dan bersih, seharusnya Liga Primer Indonesia diberi kesempatan untuk membuktikan dirinya tanpa harus diganggu, apalagi diancam-ancam," tegas anggota Fraksi Partai Demokrat di Jakarta (24/1).

Ia menambahkan, sikap PSSI yang berkeras dengan menyatakan LPI sebagai kompetisi ilegal dan harus dilarang, justru semakin menunjukkan arogansi organisasi olahraga tertua di Indonesia tersebut.

"Hal ini juga telah saya nyatakan dengan resmi pada forum rapat kerja (Raker) Komisi X DPR RI dengan Menteri Pemuda dan Olahraga, pak Andi Mallarangeng, pada hari Rabu (19/1)," ungkap mantan Putri Indonesia tersebut.

"Sungguh merupakan suatu ironi, di saat bangsa ini dilanda euforia sepak bola berkat penampilan elok tim `Garuda Merah-Putih` pada Piala AFF, kegembiraan itu dirampas oleh arogansi dan politisasi para pengurus sepak bola," kata Angelina.

Dia juga mengemukakan, LPI merupakan organisasi sepakbola yang bersifat profesional, karena memiliki dan mengelola anggaran sendiri.

"Tetapi anehnya, ini dianggap ilegal oleh PSSI yang mengelola Liga Super Indonesia (LSI) sementara LSI sendiri selama ini anggarannya masih menggunakan APBN dan APBN," ujarnya.

Angelina  berpendapat, bisa saja keberadaan LSI yang perlu ditinjau ulang, karena masih menggunakan anggaran negara dan daerah dalam pengelolaannya, padahal diklaim sebagai organisasi profesional.

"Lebih dari itu, sebenarnya akan lebih baik jika PSSI bertindak lebih arif dengan memberikan ruang kepada LPI untuk duduk bersama demi kebangkitan sepak bola nasional," ujarnya.

Selain itu, yang jauh lebih penting untuk diperhatikan dalam dunia persepakbolaan tanah air saat ini, menurut AS, ialah, aspek non-prestasi seperti seperti meningkatnya ekonomi kerakyatan.

"Seperti misalnya banyak sekali pedagang yang menjual atribut Indonesia, kemudian meningkatnya nasionalisme, di mana semua bangga dengan menyanyikan lagu `Garuda di Dadaku`," tuturnya.

Bagi AS, aspek non-prestasi inilah yang sebenarnya merupakan komponen pendukung utama yang dapat membangkitkan gairah sepakbola tanah air.

"Sepakbola tidak hanya bisa diukur dari aspek prestasi saja, tetapi dari aspek non-prestasinya, yang juga harus diperhitungkan, sehingga memang sepak bola perlu lebih diperhatikan saat ini,"  kata Angelina.(*)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024