Mataram (ANTARA) - Tim Penyelidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat menduga ada terjadi "money game" atau permainan uang dalam laporan penipuan bermodus arisan.

"Kalau mengaku tidak bisa membayar arisan karena masih ada anggota yang belum setor. Itu namanya 'money game'," kata Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Hari Brata, di Mataram, Jumat.

Dugaan itu muncul dari hasil klarifikasi penyelidik kepada pihak terlapor berinisial NY alias Cece yang diduga melakukan penipuan dan penggelapan uang setoran arisan mencapai Rp2 miliar.

Hari menjelaskan bahwa sistem kerja "money game" ini kerap menjadi modus dalam kasus penipuan dengan menghimpun anggota sebanyak-banyaknya demi mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda.

Kemudian keanggotaannya berantai dengan skema arisan yang dibagi dalam sejumlah kelompok berdasarkan nilai setoran. "Jadi ini seperti 'MLM' (multilevel marketing)," ujar dia.

Namun dalam modus yang dijalankan terlapor ini, kata dia, tidak ada produk atau barang uang dijual, melainkan hanya menghimpun dana dari anggota.

Pengendalinya mendapat keuntungan dari biaya administrasi yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan persentase setoran. Keuntungan lain juga didapatkan dari denda keterlambatan pembayaran setoran.

Lebih lanjut, Hari mengatakan penanganan laporan dugaan penipuan dan penggelapan ini masih dalam tahap penyelidikan.

"Nanti kalau misalnya dinaikkan ke penyidikan, kita akan gelar perkara lagi untuk menetapkan statusnya dia," ucap-nya.

Dalam laporannya, ada sebanyak 13 anggota arisan yang mengaku menjadi korban. Mereka melapor ke Polda NTB dengan mengaku tertipu arisan hingga kerugiannya mencapai Rp2 miliar.

Para korban melalui kuasa hukumnya, Lalu Anton Hariawan sebelumnya menjelaskan, laporan kliennya yang berjumlah 13 orang ini berkaitan dengan dugaan penipuan dan penggelapan sesuai pasal 372 KUHP dan 378 KUHP. Terlapornya berinisial NY alias Cece, yang diduga sebagai bandar arisan.

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024