Mataram (ANTARA) - Nyala api unggun itu pun mulai dinyalakan di bawah langit tebal dan sedikit cahaya di batas awan. Jam tangan mulai menunjukkan pukul 23.45 WITA.
Bendera Sang Saka Merah Putih pun mulai dipersiapkan. Perangkat apapun yang bisa dijadikan bunyi-bunyian menunggu untuk diambil peserta. Khidmat begitu terasa.
"Ini refleksi kemerdekaan Republik Indonesia yang biasanya rutin kami gelar setiap tahunnya. Tema tahun ini adalah Lolong Meditadjong," kata Arry Juliant, musisi di Lombok.
Lokasinya berada di depan markas besar seniman Komunitas Rumah Kucing Montong (ErKaem) atau tepatnya di bagian Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Ini merupakan ritual refleksi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-76. Refleksi kekinian yang bisa dicantol, yakni, terbebas dari wabah COVID-19.
Teng, tepat pukul 24.00 WITA. Acara pun dimulai. Lampu dimatikan hanya api unggun dari kertas yang terlihat. Nyala apinya kebetulan tidak bergoyang saat angin terdiam.
Pendiri ErKaem yang juga musisi folksong Arry Juliant mulai membacakan detik-detik menjelang Proklamasi RI. Menceritakan singkat menjelang pembacaan proklamasi oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945.
Tak lama kemudian, bunyi-bunyian perkusi apa saja yang ditemui di lokasi itu mulai terdengar. Dari sayup-sayup hingga terdengar jelas. Sekian detik, hingga akhirnya berhenti dengan suara lolongan.
Suara lolongan sesuai dengan tema "Lolong Meditadjong". Lolongan bermeditasi menyambut HUT RI ke-76.
Pembacaan puisi kemerdekaan pun mulai dibacakan. Bertitel "Kunjungan Kemerdekaan di Tanah Indah" karya Arry Juliant.
Dimanakah rasa cinta kita, ketika
masa lampau pulau-pulau indah ini
begitu hijau biru menjanjikan surga di setiap doa?
Dimanakah asa bangsa kita, ketika
bambu di masa lalu pun mampu
menjadikan bilah seruncing semangat
menaikkan Sang Saka berkibar usir
penindas dari bumi Nusantara?
Dimanakah kesadaran rasa indah
kita, ketika laut, gunung dan
peradaban rakyat semakin penuh
dengan sampah yang melimpah?
Dimanakah rasa bangga
kemerdekaan kita, ketika masih saja
banyak yang tak rela ber-masker
ditengah penjajahan wabah yang tak
hiraukan ketika kita merayakan hari
proklamasi kemerdekaan?
Seusai pembacaan puisi, lagu Padamu Negeri sambil membawa bendera Sang Saka Merah Putih dibawa keliling sembari setiap orang yang mencium bendera itu, menyatakan harapan ke depannya Bangsa Indonesia.
"Bebaskan Indonesia dari wabah COVID-19 yang mendera bangsa ini, aminnnn," kata Kang Wawan, musisi Lombok sembari mencium Sang Saka Merah Putih.
Disusul oleh para pegiat seni lainnya, COVID-19 dan aksi para koruptor saat ini yang dihadapi Bangsa Indonesia. Indonesia harus terbebas dari keduanya.
Acara ditutup dengan menyanyikan bendera Sang Saka Merah Putih sembari mengibar-ngibarkan bendera. Acara itu pun selesai.
Kepedulian seniman terharap nasionalisme janganlah ditanya. Tak perlu diajar lagi, sejak nafas bayi sebagai Orang Indonesia sudah tertanam. Orang yang cinta ke pada tanah air. Merdeka.
Bendera Sang Saka Merah Putih pun mulai dipersiapkan. Perangkat apapun yang bisa dijadikan bunyi-bunyian menunggu untuk diambil peserta. Khidmat begitu terasa.
"Ini refleksi kemerdekaan Republik Indonesia yang biasanya rutin kami gelar setiap tahunnya. Tema tahun ini adalah Lolong Meditadjong," kata Arry Juliant, musisi di Lombok.
Lokasinya berada di depan markas besar seniman Komunitas Rumah Kucing Montong (ErKaem) atau tepatnya di bagian Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Ini merupakan ritual refleksi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-76. Refleksi kekinian yang bisa dicantol, yakni, terbebas dari wabah COVID-19.
Teng, tepat pukul 24.00 WITA. Acara pun dimulai. Lampu dimatikan hanya api unggun dari kertas yang terlihat. Nyala apinya kebetulan tidak bergoyang saat angin terdiam.
Pendiri ErKaem yang juga musisi folksong Arry Juliant mulai membacakan detik-detik menjelang Proklamasi RI. Menceritakan singkat menjelang pembacaan proklamasi oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945.
Tak lama kemudian, bunyi-bunyian perkusi apa saja yang ditemui di lokasi itu mulai terdengar. Dari sayup-sayup hingga terdengar jelas. Sekian detik, hingga akhirnya berhenti dengan suara lolongan.
Suara lolongan sesuai dengan tema "Lolong Meditadjong". Lolongan bermeditasi menyambut HUT RI ke-76.
Pembacaan puisi kemerdekaan pun mulai dibacakan. Bertitel "Kunjungan Kemerdekaan di Tanah Indah" karya Arry Juliant.
Dimanakah rasa cinta kita, ketika
masa lampau pulau-pulau indah ini
begitu hijau biru menjanjikan surga di setiap doa?
Dimanakah asa bangsa kita, ketika
bambu di masa lalu pun mampu
menjadikan bilah seruncing semangat
menaikkan Sang Saka berkibar usir
penindas dari bumi Nusantara?
Dimanakah kesadaran rasa indah
kita, ketika laut, gunung dan
peradaban rakyat semakin penuh
dengan sampah yang melimpah?
Dimanakah rasa bangga
kemerdekaan kita, ketika masih saja
banyak yang tak rela ber-masker
ditengah penjajahan wabah yang tak
hiraukan ketika kita merayakan hari
proklamasi kemerdekaan?
Seusai pembacaan puisi, lagu Padamu Negeri sambil membawa bendera Sang Saka Merah Putih dibawa keliling sembari setiap orang yang mencium bendera itu, menyatakan harapan ke depannya Bangsa Indonesia.
"Bebaskan Indonesia dari wabah COVID-19 yang mendera bangsa ini, aminnnn," kata Kang Wawan, musisi Lombok sembari mencium Sang Saka Merah Putih.
Disusul oleh para pegiat seni lainnya, COVID-19 dan aksi para koruptor saat ini yang dihadapi Bangsa Indonesia. Indonesia harus terbebas dari keduanya.
Acara ditutup dengan menyanyikan bendera Sang Saka Merah Putih sembari mengibar-ngibarkan bendera. Acara itu pun selesai.
Kepedulian seniman terharap nasionalisme janganlah ditanya. Tak perlu diajar lagi, sejak nafas bayi sebagai Orang Indonesia sudah tertanam. Orang yang cinta ke pada tanah air. Merdeka.