Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Pengadilan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat mencatat jumlah kasus perceraian selama pandemi COVID-19 cukup tinggi yakni mencapai 1.374 pasangan yang mengajukan gugatan perceraian.
"Jumlah pasangan yang mengajukan atau mendaftar cerai selama pandemi ini sebanyak 8 sampai 9 orang perhari. Artinya kalau dalam sebulan itu rata-rata bisa mencapai puluhan orang yang cerai," kata Panitra Muda pada Pengadilan Agama Praya, di Lombok Tengah, Senin.
Baca juga: Pandemi COVID-19, pernikahan usia dini di Lombok Tengah meningkat
Ia mengatakan, dari ribuan kasus perceraian yang terjadi di Lombok Tengah dari bulan Januari sampai November 2021 itu yang paling dominan mengajukan gugatan cerai adalah dari wanita.
"Paling banyak yang mengajukan gugatan adalah wanita bila dibandingkan dengan gugatan dari pihak laki-laki," katanya.
Dari beberapa kasus perceraian yang diajukan, faktor penyebab terjadinya perceraian itu adalah faktor ekonomi, terlebih disaat pandemi COVID-19 ini ekonomi masyarakat menurun atau kurang stabil. Para warga banyak yang berkerja menjadi TKI dan nafkan yang diberikan kepada istrinya kurang dampak dari pandemi tersebut.
"Kendala itu yang saat ini paling banyak, hampir 65 persen karena faktor ekonomi gugatan cerai yang diajukan," katanya.
Selain faktor ekonomi, penyebab terjadinya gugatan perceraian itu adalah karena cemburu atau adanya pihak ketiga, kekerasan dalam rumah tangga dan sebagian bekerja menjadi TKW.
"Ada juga karena selingkuh, tapi paling dominan itu faktor ekonomi," katanya.
Ia mengatakan, dari semua gugatan perceraian yang diajukan itu tetap dilakukan upaya mediasi supaya mereka tidak berpisah, baru kemudian dilakukan putusan. Namun, rata-rata putusan yang telah dikeluarkan tidak ada yang mengajukan banding atau mereka sama-sama menerima putusan.
"Proses pengurusan perceraian hingga keluar akte cerai itu sekitar dua bulan sampai tiga bulan," katanya.
"Jumlah pasangan yang mengajukan atau mendaftar cerai selama pandemi ini sebanyak 8 sampai 9 orang perhari. Artinya kalau dalam sebulan itu rata-rata bisa mencapai puluhan orang yang cerai," kata Panitra Muda pada Pengadilan Agama Praya, di Lombok Tengah, Senin.
Baca juga: Pandemi COVID-19, pernikahan usia dini di Lombok Tengah meningkat
Ia mengatakan, dari ribuan kasus perceraian yang terjadi di Lombok Tengah dari bulan Januari sampai November 2021 itu yang paling dominan mengajukan gugatan cerai adalah dari wanita.
"Paling banyak yang mengajukan gugatan adalah wanita bila dibandingkan dengan gugatan dari pihak laki-laki," katanya.
Dari beberapa kasus perceraian yang diajukan, faktor penyebab terjadinya perceraian itu adalah faktor ekonomi, terlebih disaat pandemi COVID-19 ini ekonomi masyarakat menurun atau kurang stabil. Para warga banyak yang berkerja menjadi TKI dan nafkan yang diberikan kepada istrinya kurang dampak dari pandemi tersebut.
"Kendala itu yang saat ini paling banyak, hampir 65 persen karena faktor ekonomi gugatan cerai yang diajukan," katanya.
Selain faktor ekonomi, penyebab terjadinya gugatan perceraian itu adalah karena cemburu atau adanya pihak ketiga, kekerasan dalam rumah tangga dan sebagian bekerja menjadi TKW.
"Ada juga karena selingkuh, tapi paling dominan itu faktor ekonomi," katanya.
Ia mengatakan, dari semua gugatan perceraian yang diajukan itu tetap dilakukan upaya mediasi supaya mereka tidak berpisah, baru kemudian dilakukan putusan. Namun, rata-rata putusan yang telah dikeluarkan tidak ada yang mengajukan banding atau mereka sama-sama menerima putusan.
"Proses pengurusan perceraian hingga keluar akte cerai itu sekitar dua bulan sampai tiga bulan," katanya.