Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan 66,6 persen anak laki-laki dan 62,3 persen anak perempuan di Indonesia menyaksikan kegiatan seksual (pornografi) melalui media daring (online).
Asisten Deputi Pelayanan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Robert Parlindungan S. menyebutkan data tersebut berdasarkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) KPPPA.
"Data SNPHAR menyebutkan cukup besar anak-anak yang menyaksikan kegiatan seksual melalui media online," kata Robert dalam konferensi pers pengungkapan kasus kejahatan seksual anak di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa.
Data tersebut juga mengungkapkan 34,5 persen anak laki-laki pernah terlibat pornografi atau mempraktikkan langsung kegiatan seksual, dan 25 persen anak perempuan.
Angka ini menunjukkan bahwa anak laki-laki dan anak perempuan tersebut sudah pernah terlibat pornografi, baik itu pencabulan maupun hal lainnya.
Robert menyebutkan sebesar 38,2 persen dan 39 persen anak pernah mengirimkan foto kegiatan seksual melalui media daring.
"Jadi, cukup besar. Bahwa media-media online kita ini dipenuhi dengan hal-hal yang tidak pantas untuk dilihat, ditonton anak-anak," kata Robert.
Menurut dia, persoalan ini makin kompleks dengan perkembangan teknologi yang makin pesat bahwa pornografi merupakan salah satu bisa merusak masa depan anak.
"Hampir semua kekerasan seksual terjadi karena kita belum mampu menekan pornografi ini," kata Robert.
KPPPA juga mencatat dalam Sistem Informasi Prlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Tahun 2021, selama 10 bulan terakhir sudah 11.149 kasus kekerasan terhadap anak. Bila dibagi dalam 10 bulan, dalam sebulan ada 1.000 kasus per hari.
"Angka ini menunjukkan cukup tinggi sekali kekerasan terhadap anak," kata Robert menerangkan.
Dari 11.149 kasus tersebut, korban terbanyak adalah anak perempuan sebanyak 8.712 orang, sedangkan anak laki-laki tercatat 3.500.
Robert menambahkan bahwa KPPPA prihatin ada oknum-oknum yang menyalagunakan media internet salah satunya gim daring untuk melakukan pelanggaran hukum, khususnya mengancam keselamatan dan keamanan anak.
KPPPA berterima kasih atas keberhasilan Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri mengungkap kejahatan seksual anak melalui perantara gim daring, tercatat 11 anak menjadi korban, dengan menangkap pelaku kejahatan berinisial S alias Reza di wilayah Kalimantan Timur.
"Kami berterima kasih kepada seluruh jajaran Polri yang mengungkap kasus ini. Kami berharap polda-polda bisa meniru langkah-langkah yang sama," kata Robert.
Diberitakan sebelumnya, Dittipidsiber Bareskrim Polri menangkap seorang pria berinisial S alias Reza (21), tersangka kasus kejahatan seksual terhadap anak melalui perantara gim daring.
Asisten Deputi Pelayanan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Robert Parlindungan S. menyebutkan data tersebut berdasarkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) KPPPA.
"Data SNPHAR menyebutkan cukup besar anak-anak yang menyaksikan kegiatan seksual melalui media online," kata Robert dalam konferensi pers pengungkapan kasus kejahatan seksual anak di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa.
Data tersebut juga mengungkapkan 34,5 persen anak laki-laki pernah terlibat pornografi atau mempraktikkan langsung kegiatan seksual, dan 25 persen anak perempuan.
Angka ini menunjukkan bahwa anak laki-laki dan anak perempuan tersebut sudah pernah terlibat pornografi, baik itu pencabulan maupun hal lainnya.
Robert menyebutkan sebesar 38,2 persen dan 39 persen anak pernah mengirimkan foto kegiatan seksual melalui media daring.
"Jadi, cukup besar. Bahwa media-media online kita ini dipenuhi dengan hal-hal yang tidak pantas untuk dilihat, ditonton anak-anak," kata Robert.
Menurut dia, persoalan ini makin kompleks dengan perkembangan teknologi yang makin pesat bahwa pornografi merupakan salah satu bisa merusak masa depan anak.
"Hampir semua kekerasan seksual terjadi karena kita belum mampu menekan pornografi ini," kata Robert.
KPPPA juga mencatat dalam Sistem Informasi Prlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Tahun 2021, selama 10 bulan terakhir sudah 11.149 kasus kekerasan terhadap anak. Bila dibagi dalam 10 bulan, dalam sebulan ada 1.000 kasus per hari.
"Angka ini menunjukkan cukup tinggi sekali kekerasan terhadap anak," kata Robert menerangkan.
Dari 11.149 kasus tersebut, korban terbanyak adalah anak perempuan sebanyak 8.712 orang, sedangkan anak laki-laki tercatat 3.500.
Robert menambahkan bahwa KPPPA prihatin ada oknum-oknum yang menyalagunakan media internet salah satunya gim daring untuk melakukan pelanggaran hukum, khususnya mengancam keselamatan dan keamanan anak.
KPPPA berterima kasih atas keberhasilan Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri mengungkap kejahatan seksual anak melalui perantara gim daring, tercatat 11 anak menjadi korban, dengan menangkap pelaku kejahatan berinisial S alias Reza di wilayah Kalimantan Timur.
"Kami berterima kasih kepada seluruh jajaran Polri yang mengungkap kasus ini. Kami berharap polda-polda bisa meniru langkah-langkah yang sama," kata Robert.
Diberitakan sebelumnya, Dittipidsiber Bareskrim Polri menangkap seorang pria berinisial S alias Reza (21), tersangka kasus kejahatan seksual terhadap anak melalui perantara gim daring.