Mataram (ANTARA) - Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mendukung rencana penerapan zonasi bagi pedagang kaki lima (PKL) di daerah ini sebagai upaya penataan terhadap keberadaan pedagang.
"Penetapan zonasi bisa memudahkan kita mengarahkan PKL mana yang boleh dan mana kawasan yang harus steril dari PKL," kata Ketua APKLI Kota Mataram M Syahidin di Mataram, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan menanggapi rencana Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Mataram, yang akan melakukan pemetaan terhadap zonasi PKL di kota ini sebagai upaya penataan agar keberdaannya tidak semrawut.
Pada prinsipnya, kata Syahidin, APKLI mendukung konsep zonasi PKL yang disiapkan pemerintah kota, sebab hal itu dimaksudkan untuk kebaikan bersama terutama pedagang.
"Keberadaan zonasi PKL, kita harapkan bisa memberikan rasa aman dan nyaman pedagang tanpa ada rasa khawatir akan direlokasi atau bahkan digusur," katanya.
Di sisi lain, tambah Syahidin memberikan masukan terkait PKL yang berjualan di trotoar. Jika pemerintah melarang, namun pedagang tidak memiliki areal lain, dia berharap ada kebijakan khusus agar PKL diizinkan menggunakan setengah dari trotoar agar tidak mengganggu pengguna jalan.
Misalnya, di Jalan Majapahit depan Taman Budaya, pedagang terpaksa menggunakan sebagian trotoar karena sudah tidak ada tempat lagi. Namun, mereka tidak diizinkan berjualan pagi karena dapat mengganggu aktivitas perkantoran di sekitarnya.
"PKL Taman Budaya beroperasi mulai sore sampai malam dan menggunakan setengah trotoar sehingga tidak mengganggu aktivitas perkantoran di sekitarnya," katanya.
Syahidin menambahkan, jumlah anggota APKLI Kota Mataram sebanyak 1.300 pedagang, namun kenyataannya di lapangan jumlahnya lebih dari itu. Belum lagi PKL musiman.
Sementara menyinggung tentang pemberlakuan retribusi sampah PKL, Syahidin mengatakan, tim dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sudah mulai menarik retribusi sampah PKL bulan Desember 2021.
Besarannya pembayaran retribusi sampah bervariasi tergantung besar kecil usaha PKL, mulai dari Rp5.000 hingga Rp10.000 per bulan.
"Alhamdulillah, sejauh ini tidak ada yang protes atau keberatan sebab besaran retribusinya dinilai wajar. Apalagi petugas DLH responsif terhadap keluhan PKL ketika sampah mereka belum diangkut," katanya.
"Penetapan zonasi bisa memudahkan kita mengarahkan PKL mana yang boleh dan mana kawasan yang harus steril dari PKL," kata Ketua APKLI Kota Mataram M Syahidin di Mataram, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan menanggapi rencana Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Mataram, yang akan melakukan pemetaan terhadap zonasi PKL di kota ini sebagai upaya penataan agar keberdaannya tidak semrawut.
Pada prinsipnya, kata Syahidin, APKLI mendukung konsep zonasi PKL yang disiapkan pemerintah kota, sebab hal itu dimaksudkan untuk kebaikan bersama terutama pedagang.
"Keberadaan zonasi PKL, kita harapkan bisa memberikan rasa aman dan nyaman pedagang tanpa ada rasa khawatir akan direlokasi atau bahkan digusur," katanya.
Di sisi lain, tambah Syahidin memberikan masukan terkait PKL yang berjualan di trotoar. Jika pemerintah melarang, namun pedagang tidak memiliki areal lain, dia berharap ada kebijakan khusus agar PKL diizinkan menggunakan setengah dari trotoar agar tidak mengganggu pengguna jalan.
Misalnya, di Jalan Majapahit depan Taman Budaya, pedagang terpaksa menggunakan sebagian trotoar karena sudah tidak ada tempat lagi. Namun, mereka tidak diizinkan berjualan pagi karena dapat mengganggu aktivitas perkantoran di sekitarnya.
"PKL Taman Budaya beroperasi mulai sore sampai malam dan menggunakan setengah trotoar sehingga tidak mengganggu aktivitas perkantoran di sekitarnya," katanya.
Syahidin menambahkan, jumlah anggota APKLI Kota Mataram sebanyak 1.300 pedagang, namun kenyataannya di lapangan jumlahnya lebih dari itu. Belum lagi PKL musiman.
Sementara menyinggung tentang pemberlakuan retribusi sampah PKL, Syahidin mengatakan, tim dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sudah mulai menarik retribusi sampah PKL bulan Desember 2021.
Besarannya pembayaran retribusi sampah bervariasi tergantung besar kecil usaha PKL, mulai dari Rp5.000 hingga Rp10.000 per bulan.
"Alhamdulillah, sejauh ini tidak ada yang protes atau keberatan sebab besaran retribusinya dinilai wajar. Apalagi petugas DLH responsif terhadap keluhan PKL ketika sampah mereka belum diangkut," katanya.