Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menerapkan kebijakan sistem kerja dari rumah atau WFH (work from home) terhadap pegawainya secara situasional atau tidak menyeluruh.
"Meskipun wilayah ini naik status dari PPKM level satu menjadi level tiga, tapi untuk WFH kebijakan internal yang diambil secara parsial atau situasional," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Mataram H Effendi Eko Saswito di Mataram, Rabu.
Artinya, lanjut Sekda, para pegawai (ASN dan non-ASN) bisa tetap masuk kantor dengan catatan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Sedangkan yang diberikan WFH hanya pegawai yang memiliki gejala sakit.
Sementara pegawai yang dinyatakan sakit atau terpapar positif COVID-19 tanpa gejala, gejala ringan dan sedang, diberikan izin istirahat atau isolasi selama waktu tertentu.
"Jadi kita tidak terapkan WFH 50 persen dan yang menentukan seorang pegawai boleh WFH, adalah pimpinan masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD)," katanya.
Selain kebijakan WFH parsial, sambung Sekda, berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 11/2022, terhadap penetapan Kota Mataram yang berada pada PPKM level tiga juga diatur pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas boleh dilakukan sesuai standar prokes.
"Jadi PTM terbatas masih tetap bisa dilaksanakan, dengan jumlah siswa maksimal 50 persen dari kapasitas ruang kelas," katanya.
Kepala Bagian (Kabag) Organisasi dan Tata Laksana (Ortal) Setda Kota Mataram Lalu Samsul Adnan sebelumnya mengatakan, kebijakan penunjukan pegawai yang WFO (work from office) dan WFH sepenuhnya ada di pimpinan OPD masing-masing, sebab mereka yang tahu persis kondisi pegawainya.
"Hanya saja, beberapa acuan kriteria pegawai diprioritaskan untuk WFH antara lain, memiliki penyakit bawaan, ibu hamil dan menyusui," katanya.
"Meskipun wilayah ini naik status dari PPKM level satu menjadi level tiga, tapi untuk WFH kebijakan internal yang diambil secara parsial atau situasional," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Mataram H Effendi Eko Saswito di Mataram, Rabu.
Artinya, lanjut Sekda, para pegawai (ASN dan non-ASN) bisa tetap masuk kantor dengan catatan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Sedangkan yang diberikan WFH hanya pegawai yang memiliki gejala sakit.
Sementara pegawai yang dinyatakan sakit atau terpapar positif COVID-19 tanpa gejala, gejala ringan dan sedang, diberikan izin istirahat atau isolasi selama waktu tertentu.
"Jadi kita tidak terapkan WFH 50 persen dan yang menentukan seorang pegawai boleh WFH, adalah pimpinan masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD)," katanya.
Selain kebijakan WFH parsial, sambung Sekda, berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 11/2022, terhadap penetapan Kota Mataram yang berada pada PPKM level tiga juga diatur pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas boleh dilakukan sesuai standar prokes.
"Jadi PTM terbatas masih tetap bisa dilaksanakan, dengan jumlah siswa maksimal 50 persen dari kapasitas ruang kelas," katanya.
Kepala Bagian (Kabag) Organisasi dan Tata Laksana (Ortal) Setda Kota Mataram Lalu Samsul Adnan sebelumnya mengatakan, kebijakan penunjukan pegawai yang WFO (work from office) dan WFH sepenuhnya ada di pimpinan OPD masing-masing, sebab mereka yang tahu persis kondisi pegawainya.
"Hanya saja, beberapa acuan kriteria pegawai diprioritaskan untuk WFH antara lain, memiliki penyakit bawaan, ibu hamil dan menyusui," katanya.