Mataram (ANTARA) - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nusa Tenggara Barat I Gde Putu Aryadi mengatakan sampai saat ini pihaknya belum menerima laporan pengaduan dari pekerja soal Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri 1443 Hijriah.

"Laporan belum ada, karena batas waktu THR adalah H-7," kata Kadisnakertrans NTB I Gde Putu Aryadi di Mataram, Kamis.

Ia menyatakan pihaknya hanya melakukan pengawasan terhadap THR dari perusahaan ke pekerja.

"Kalau di luar itu bukan kewenangan Disnakertrans," ujarnya.

Aryadi menyampaikan Disnakertrans sudah membentuk posko layanan aduan THR sejak Minggu (17/4). Hal ini untuk memastikan perusahaan melaksanakan pembayaran hak karyawan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

"Kami juga menerima konsultasi bagi karyawan yang ingin bertanya bagaimana menghitung besaran THR yang didapat," katanya.

Mantan Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Kominfo) NTB ini mengatakan sesuai instruksi pemerintah pusat pemberian THR bagi tenaga kerja atau karyawan perusahaan paling lambat harus dibayarkan tujuh hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah atau pada 25 April 2022.

"Sesuai ketentuan pembayaran THR keagamaan, karyawan yang telah memiliki perjanjian kerja dengan perusahaan berhak menerima THR, karena pembayaran THR ada hubungan hukum antara perusahaan dengan pekerja," ucapnya.

Menurut Aryadi, THR yang dibayar perusahaan ini uang yang bukan dihitung gaji atau non upah. Besarnya THR dihitung masa kerja, misalnya satu tahun kerja atau lebih mendapatkan satu kali gaji.

"Kalau ada pekerja yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan tetap mendapatkan THR secara proporsional kali 1 bulan gaji dibagi 12 bulan, itulah besaran THR yang didapatkan," kata Aryadi.

Ia menyebutkan jumlah perusahaan yang terdaftar di Disnakertrans NTB sampai saat ini sebanyak 2.700 perusahaan. Namun, faktanya banyak di luar yang terdaftar itu yakni UMKM. Jumlahnya pun ada ratusan ribu.

"Oleh karena itu, kami mengimbau perusahaan di daerah ini dapat menunaikan kewajiban pembayaran THR kepada para pekerja dan karyawan tepat waktu serta sesuai ketentuan yang berlaku," ujarnya.

Lebih lanjut Aryadi menyampaikan, bagi perusahaan yang tidak membayarkan THR, maka ada sanksi yang akan diberikan. Hanya saja pihaknya tidak mengedepankan pemberian sanksi dulu melainkan mendorong ada upaya komunikasi antara perusahaan dan karyawan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.



"Kalau sanksi itu pasti ada dan juga denda. Kalau tahun lalu tidak ada sanksi karena banyak karyawan yang dirumahkan akibat pandemi COVID-19. Sekarang banyak usaha yang sudah mulai jalan. Namun kalau ada persoalan kita selesaikan secara bersama dulu," katanya.

Pewarta : Nur Imansyah
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024