Bogor (ANTARA) - Rektor IPB University Arif Satria menyatakan ketidakpastian maupun perubahan yang cepat merupakan mega disrupsi yang mengubah tatanan hidup seperti
perubahan iklim, revolusi industri 4.0, hingga pandemi COVID-19 telah mengubah tatanan ekonomi hingga pendidikan.
"Teknologi yang semakin canggih juga semakin menggeser cara pandang dan tren di dunia pendidikan," kata Arif Satria pada acara "Eureka Talks 26" di Aula Kedutaan Besar RI, Berlin, Jerman, seperti dikutip dari keterangan resmi IPB University, Senin.
Dialog yang diselenggarakan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Berlin-Brandernburg dihadiri puluhan mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di Jerman.
Prof Arif menjelaskan bahwa di masa kini, manusia tidak bisa berdiri sendiri untuk dapat bersaing, tapi harus berkolaborasi dan memiliki kemampuan untuk melihat masa depan.
“Membaca masa depan ini menjadi penting, kesempatan berkuliah di luar negeri adalah kesempatan untuk membaca masa depan,” katanya.
Doktor lulusan Universitas Kagoshima Jepang ini menjelaskan, berkuliah di luar negeri dapat membuka wawasan mahasiswa untuk pintar mengambil dan menciptakan kesempatan.
Baca juga: Mahasiswa IPB ciptakan aplikasi santri milenial
Mahasiswa juga harus memiliki tiga kata kunci yakni growth mindset, orientasi pada future practice, dan karakteristik pemimpin. "Mahasiswa harus memiliki cara berpikir yang terus tumbuh dan dapat menatap masa depan. Mahasiswa juga harus memiliki kemauan untuk terus belajar dan mengasah diri menjadi pribadi yang lebih baik,” katanya.
Guru besar tetap di bidang ekologi politik IPB sejak 2019 ini menuturkan, dengan orientasi pada future practice, mahasiswa juga memiliki kepercayaan diri kuat untuk membuat sesuatu yang baru sehingga dapat menjadi trendsetter perubahan.
Berkuliah di Jerman dapat menjadi kesempatan mengasah kreativitas dengan berkaca dari situasi di Jerman. Kreativitas dan imajinasi yang sudah diasah nantinya dapat diimplementasikan untuk mewujudkan visi melalui strategi.
“Dengan mindset yang baik dan orientasi pada future practice, bisa membuat kita cepat berlari. Ketika negara lain sedang belajar, kita sudah membuat terobosan baru untuk maju. Kekurangannya, kita masih kurang memiliki kepercayaan diri,” ucapnya.
Prof Arif Satria menambahkan, kemauan tinggi dan tekad menjadi modal kuat untuk mengasah kemampuan yang dimiliki mahasiswa. Tentu harus dibarengi oleh bakat yang diasah dan usaha tanpa putus.
Mindset ini, kata dia, yang ditanamkan pada IPB University untuk mencapai impian menjadi 25 besar Universitas bidang pertanian dalam rangking dunia. Mahasiswa juga perlu membentuk mindset positif untuk mampu mewujudkan impiannya.
“Masa depan penuh dengan ketidakpastian, tapi cara terbaik untuk memprediksi masa depan adalah dengan menciptakannya hari ini dengan pikiran inovatif,” katanya.
Prof Arif berharap, PPI Jerman dapat menjadi ajang saling menginspirasi dan membangun kepercayaan diri bagi para mahasiswa Indonesia, sehingga setelahkembali dari Jerman, mahasiswa dapat ikut berkontribusi bagi kemajuan bangsa.
perubahan iklim, revolusi industri 4.0, hingga pandemi COVID-19 telah mengubah tatanan ekonomi hingga pendidikan.
"Teknologi yang semakin canggih juga semakin menggeser cara pandang dan tren di dunia pendidikan," kata Arif Satria pada acara "Eureka Talks 26" di Aula Kedutaan Besar RI, Berlin, Jerman, seperti dikutip dari keterangan resmi IPB University, Senin.
Dialog yang diselenggarakan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Berlin-Brandernburg dihadiri puluhan mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di Jerman.
Prof Arif menjelaskan bahwa di masa kini, manusia tidak bisa berdiri sendiri untuk dapat bersaing, tapi harus berkolaborasi dan memiliki kemampuan untuk melihat masa depan.
“Membaca masa depan ini menjadi penting, kesempatan berkuliah di luar negeri adalah kesempatan untuk membaca masa depan,” katanya.
Doktor lulusan Universitas Kagoshima Jepang ini menjelaskan, berkuliah di luar negeri dapat membuka wawasan mahasiswa untuk pintar mengambil dan menciptakan kesempatan.
Baca juga: Mahasiswa IPB ciptakan aplikasi santri milenial
Mahasiswa juga harus memiliki tiga kata kunci yakni growth mindset, orientasi pada future practice, dan karakteristik pemimpin. "Mahasiswa harus memiliki cara berpikir yang terus tumbuh dan dapat menatap masa depan. Mahasiswa juga harus memiliki kemauan untuk terus belajar dan mengasah diri menjadi pribadi yang lebih baik,” katanya.
Guru besar tetap di bidang ekologi politik IPB sejak 2019 ini menuturkan, dengan orientasi pada future practice, mahasiswa juga memiliki kepercayaan diri kuat untuk membuat sesuatu yang baru sehingga dapat menjadi trendsetter perubahan.
Berkuliah di Jerman dapat menjadi kesempatan mengasah kreativitas dengan berkaca dari situasi di Jerman. Kreativitas dan imajinasi yang sudah diasah nantinya dapat diimplementasikan untuk mewujudkan visi melalui strategi.
“Dengan mindset yang baik dan orientasi pada future practice, bisa membuat kita cepat berlari. Ketika negara lain sedang belajar, kita sudah membuat terobosan baru untuk maju. Kekurangannya, kita masih kurang memiliki kepercayaan diri,” ucapnya.
Prof Arif Satria menambahkan, kemauan tinggi dan tekad menjadi modal kuat untuk mengasah kemampuan yang dimiliki mahasiswa. Tentu harus dibarengi oleh bakat yang diasah dan usaha tanpa putus.
Mindset ini, kata dia, yang ditanamkan pada IPB University untuk mencapai impian menjadi 25 besar Universitas bidang pertanian dalam rangking dunia. Mahasiswa juga perlu membentuk mindset positif untuk mampu mewujudkan impiannya.
“Masa depan penuh dengan ketidakpastian, tapi cara terbaik untuk memprediksi masa depan adalah dengan menciptakannya hari ini dengan pikiran inovatif,” katanya.
Prof Arif berharap, PPI Jerman dapat menjadi ajang saling menginspirasi dan membangun kepercayaan diri bagi para mahasiswa Indonesia, sehingga setelahkembali dari Jerman, mahasiswa dapat ikut berkontribusi bagi kemajuan bangsa.