Mataram (ANTARA) - Wakil Ketua DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB), Mori Hanafi meminta Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) NTB bertindak lebih cekatan dalam mengantisipasi merebaknya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang ribuan sapi di di lima kabupaten dan kota di Pulau Lombok.
"Jadi, harus lebih cekatan lagi dalam mengantisipasi penyebaran virus PMK ini," ujar Mori Hanafi di Mataram, Rabu.
Mori mengatakan kasus PMK di Lombok yang kini mencapai lebih dari 10 ribu wajar terjadi mengingat populasi Sapi di NTB terbilang banyak. Bahkan NTB termasuk pemasok daging nasional. Namun dalam mengatasi PMK itu mestinya Disnakeswan lebih bergerak cepat.
"Sapi yang terjangkit itu mestinya cepat dikarantina," ucapnya.
Menurutnya upaya mengkarantina sapi-sapi yang terkena virus PMK tersebut, maka, penyebaran virus PMK tidak bakal terus-terusan terjadi.
"Di luar negeri malah langsung dimusnahkan dipotong kemudian dibakar," ujarnya.
Meski demikian, Mori menegaskan PMK ini bukan terjadi di NTB saja melainkan menjadi kasus nasional. Oleh karena itu, ia menyayangkan Pemprov NTB yang berdalih terbatas stok obat, apalagi hanya bisa menunggu vaksin dari pemerintah pusat. Harusnya Kadisnakeswan bisa pro aktif meminta bantuan dari pusat.
"Sangat disayangkan, kalau Kepala Dinasnya tidak bisa minta bantuan ke pusat. Nyebut obat terbatas ini alasan yang tidak tepat," sesalnya politisi Dapil Kabupaten Bima, Kota Bima dan Kabupaten Dompu ini.
Sama halnya dengan kasus COVID-19 diawal-awal di mana tidak langsung muncul vaksin melainkan ada upaya penanganan lebih cepat yang lain termasuk daerah, cepat meminta bantuan ke pusat.
Kalau alasan tidak ada anggaran untuk pembelian obat, Mori menyarankan Pemprov bisa saja menganggarkan obat itu dari Biaya Tidak Terduga (BTT) yang disiapkan oleh Pemprov itu sendiri.
"Jadi, kadis harus cekatan dong. Saya sarankan Pemda gencar minta bantuan ke pusat dan pusat juga bisa serius atasi ini karena ini masalah nasional," katanya.
Jika Disnakeswan tidak memiliki langkah pencegahan yang masif maka tidak menutup kemungkinan PMK ini bisa masuk ke Pulau Sumbawa yang notabene masih aman sampai hari ini.
Terpisah Kepala Disnakkeswan NTB, drh Khairul Akbar yang dikonfirmasi membantah tidak bergerak cepat.
"Teman-teman medis dan paramedis bergerak terus," kata Khairul.
Khairul mengakui daerah kekurangan obat tetapi pihaknya masih mengusahakan bantuan obat dari pusat.
"Pusat juga sudah recofusing anggaran sebesar Rp42 miliar untuk penanganan PMK," katanya.
Untuk menindaklanjuti itu setiap saat Disnakeswan mengirim data kasus ke krisis center PMK 2022. Adapun usulan obat itu ia mengaku belum meminta secara tertulis namun permintaannya tetap disampaikan pada setiap pertemuan.
"Belum kita minta secara tertulis tetapi diminta secara lisan dalam pertemuan-pertemuan dengan pusat. Pusat juga dalam proses pembelian vaksin," ungkapnya.
Selain itu Disnakeswan tidak bisa menggunakan BTT untuk pembelian obat mengingat status PMK di Lombok bukan status wabah.
Berdasarkan data Disnakeswan NTB per 6 Juni 2022, kasus PMK Sapi mencapai 19.191. Yang masih sakit 10.767 ekor, sembuh 8.330 dan potong paksa 86 ekor.
Lombok Timur masih mendominasi kasus PMK yaitu sebanyak 8.644 kasus yang masih sakit 3.795 dan sembuh 4.795. Adapun potong paksa sebanyak 54 ekor.
Kedua di Lombok Tengah PMK menyerang 4.659 ekor Sapi. Adapun yang masih sakit 2.220 ekor, sembuh 2.348 dan potong paksa 1 ekor.
Berikutnya di Lombok Barat sebanyak 4.646 ekor Sapi yang terserang. Yang masih sakit 3.529 ekor, sembuh 1.112 ekor, potong paksa 2 dan mati 3 ekor.
Sisanya masih juga terjadi di Kota Mataram dan Lombok Utara. Malah di Lombok Utara telah menyerang 1.072 ekor dan yang sudah sembuh 10, mati 3 dan potong paksa 5 ekor. Di Mataram 260, sakit 171, sembuh 65 dan potong paksa 24.
"Jadi, harus lebih cekatan lagi dalam mengantisipasi penyebaran virus PMK ini," ujar Mori Hanafi di Mataram, Rabu.
Mori mengatakan kasus PMK di Lombok yang kini mencapai lebih dari 10 ribu wajar terjadi mengingat populasi Sapi di NTB terbilang banyak. Bahkan NTB termasuk pemasok daging nasional. Namun dalam mengatasi PMK itu mestinya Disnakeswan lebih bergerak cepat.
"Sapi yang terjangkit itu mestinya cepat dikarantina," ucapnya.
Menurutnya upaya mengkarantina sapi-sapi yang terkena virus PMK tersebut, maka, penyebaran virus PMK tidak bakal terus-terusan terjadi.
"Di luar negeri malah langsung dimusnahkan dipotong kemudian dibakar," ujarnya.
Meski demikian, Mori menegaskan PMK ini bukan terjadi di NTB saja melainkan menjadi kasus nasional. Oleh karena itu, ia menyayangkan Pemprov NTB yang berdalih terbatas stok obat, apalagi hanya bisa menunggu vaksin dari pemerintah pusat. Harusnya Kadisnakeswan bisa pro aktif meminta bantuan dari pusat.
"Sangat disayangkan, kalau Kepala Dinasnya tidak bisa minta bantuan ke pusat. Nyebut obat terbatas ini alasan yang tidak tepat," sesalnya politisi Dapil Kabupaten Bima, Kota Bima dan Kabupaten Dompu ini.
Sama halnya dengan kasus COVID-19 diawal-awal di mana tidak langsung muncul vaksin melainkan ada upaya penanganan lebih cepat yang lain termasuk daerah, cepat meminta bantuan ke pusat.
Kalau alasan tidak ada anggaran untuk pembelian obat, Mori menyarankan Pemprov bisa saja menganggarkan obat itu dari Biaya Tidak Terduga (BTT) yang disiapkan oleh Pemprov itu sendiri.
"Jadi, kadis harus cekatan dong. Saya sarankan Pemda gencar minta bantuan ke pusat dan pusat juga bisa serius atasi ini karena ini masalah nasional," katanya.
Jika Disnakeswan tidak memiliki langkah pencegahan yang masif maka tidak menutup kemungkinan PMK ini bisa masuk ke Pulau Sumbawa yang notabene masih aman sampai hari ini.
Terpisah Kepala Disnakkeswan NTB, drh Khairul Akbar yang dikonfirmasi membantah tidak bergerak cepat.
"Teman-teman medis dan paramedis bergerak terus," kata Khairul.
Khairul mengakui daerah kekurangan obat tetapi pihaknya masih mengusahakan bantuan obat dari pusat.
"Pusat juga sudah recofusing anggaran sebesar Rp42 miliar untuk penanganan PMK," katanya.
Untuk menindaklanjuti itu setiap saat Disnakeswan mengirim data kasus ke krisis center PMK 2022. Adapun usulan obat itu ia mengaku belum meminta secara tertulis namun permintaannya tetap disampaikan pada setiap pertemuan.
"Belum kita minta secara tertulis tetapi diminta secara lisan dalam pertemuan-pertemuan dengan pusat. Pusat juga dalam proses pembelian vaksin," ungkapnya.
Selain itu Disnakeswan tidak bisa menggunakan BTT untuk pembelian obat mengingat status PMK di Lombok bukan status wabah.
Berdasarkan data Disnakeswan NTB per 6 Juni 2022, kasus PMK Sapi mencapai 19.191. Yang masih sakit 10.767 ekor, sembuh 8.330 dan potong paksa 86 ekor.
Lombok Timur masih mendominasi kasus PMK yaitu sebanyak 8.644 kasus yang masih sakit 3.795 dan sembuh 4.795. Adapun potong paksa sebanyak 54 ekor.
Kedua di Lombok Tengah PMK menyerang 4.659 ekor Sapi. Adapun yang masih sakit 2.220 ekor, sembuh 2.348 dan potong paksa 1 ekor.
Berikutnya di Lombok Barat sebanyak 4.646 ekor Sapi yang terserang. Yang masih sakit 3.529 ekor, sembuh 1.112 ekor, potong paksa 2 dan mati 3 ekor.
Sisanya masih juga terjadi di Kota Mataram dan Lombok Utara. Malah di Lombok Utara telah menyerang 1.072 ekor dan yang sudah sembuh 10, mati 3 dan potong paksa 5 ekor. Di Mataram 260, sakit 171, sembuh 65 dan potong paksa 24.