Mataram (ANTARA) - Penyidik Kepolisian Resor Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengungkap penyebab janin milik seorang mahasiswi asal Sumba, Nusa Tenggara Timur, berinisial BRB (22), meninggal dalam kandungan.

"Jadi keterangan sementara dari ahli forensik menyebutkan kalau janinnya meninggal karena hipoksia, kekurangan kadar oksigen dalam kandungan," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Mataram Komisaris Polisi Kadek Adi Budi Astawa di Mataram, Selasa.

Baca juga: Mahasiswi asal Sumba lakukan aborsi di Mataram ditangkap polisi

Penyebab hipoksia tersebut, jelasnya, bisa karena penyakit bawaan atau pun pengaruh bahan kimia yang dikonsumsi oleh BRB.

"Tetapi dari hasil autopsi, disampaikan janin ini tidak memiliki penyakit bawaan. Jadi dugaan sementara (meninggal) pengaruh bahan kimia," ujarnya.

Terkait dengan adanya pengaruh bahan kimia, Kadek Adi mengaku telah mengambil keterangan BRB. Kepada polisi, BRB mengaku menenggak obat untuk menggugurkan kandungan. Ia membelinya secara daring dengan harga Rp1,3 juta.

"Iya ada keterangan dari yang bersangkutan kalau dirinya mengonsumsi obat itu," kata Kadek Adi.

Dari hasil autopsi, turut disampaikan bahwa usia janin yang lahir dalam keadaan meninggal tersebut masih berusia 5 bulan.

"Jadi usia 5 bulan itu belum siap lahir," ucap dia.

Terkait dengan motif BRB mengonsumsi obat tersebut, ia memastikan pihaknya masih melakukan pendalaman.

"Jadi apakah ada pengaruh dari pihak lain atau karena inisiatif pribadi, itu masih kami dalami lagi," ujarnya.

Perihal kondisi kesehatan BRB usai melahirkan pada Minggu (19/6) malam, kata dia, sudah mulai membaik. Kadek Adi memastikan Tim Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Mataram, memberikan perhatian terkait pemulihan kesehatan BRB pasca melahirkan.

"Sebelumnya memang sempat dapat perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Mataram, karena kondisi sudah mulai membaik, jadi sekarang sudah di ruang istirahat khusus di Polresta Mataram," ucapnya.

Lebih lanjut, terkait dengan dugaan tindak pidana aborsi dalam kasus ini pihaknya masih melakukan pengembangan di lapangan dengan rangkaian pemeriksaan saksi maupun pendalaman keterangan BRB.

"Memang belum ada petunjuk yang menerangkan bahwa dia disuruh (aborsi) atau ada pihak yang memaksa," ujar dia.

Namun dalam kasus ini ada dugaan keterlibatan seorang pria yang disebut BRB sebagai suami sah secara hukum adat di NTT. Pria tersebut dikatakan Kadek Adi masih dalam pencarian di lapangan.

"Dari keterangan BRB memang sebelum kejadian, sempat 'cek-cok' dengan pasangannya itu. Makanya yang bersangkutan masih kami cari untuk dimintai keterangan," kata dia.

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024