Lombok Timur, 7/12 (ANTARA)- Klaim lahan di Unit Pemukiman Transmigrasi Jeringo, Kecamatan Swele, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat oleh sejumlah warga dengan menunjukkan bukti berupa 70 sertifikat hak milik cukup meresahkan para tramigran.
Kepala Bidang Transmigrasi Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lombk Timur HL Umar di Selong, Rabu mengatakan, pihaknya telah menerima sejumlah pemilik lahan yang nengklaim lahan tersebut menunjukkan bukti berupa 70 sertifikat.
"Warga mengklaim memiliki lahan di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Jeringo tersebut dengan menunjukkan bukti kepemilikan yang sah berupa sertifikat. Ini menyebabkan para transmigran resah. Secara keseluruhan luas lahan di UPT Jeringo itu seluas 240 hektare," katanya.
Sementara luas lahan yang diklaim sejumlah pemilik lahan dengan menunjukkan bukti 70 buah sertifikat sekitar 195 hektar. Jumlah warga tramigran yang bermukim di UPT Jeringo sebanyak 200 kepala keluarga (KK).
"Ketika ditanya lokasi lahan yang diklaim, sejumlah warga itu menyatakan tidak mengetahui secara pasti," katanya.
Ia mengatakan, penerbitan sertifikat atas lahan yang diklaim sejumlah warga itu pada Desember 2006. Ini berarti setelah lahan tersebt ditetap sebagai UPT Jeringo ditetapkan pada Juni 2006.
"Karena itu lahan di UPT Jeringo yang sudah ditetapkan sebagai lokasi tramsigrasi, kemudian setelah itu ada sertifikat yang dikeluarkan sehingga ini mengundang pertanyaan besar," ujarnya.
Menurut dia, lahan yang dijadikan UPT Jeringo merupakan tanah milik negara, sementara masyarakat yang ada di sekitar lahan itu sebelumnya diberikan hak guna pakai.
"Saya juga heran kenapa sertifikat itu bisa diterbitkan oleh BPN. Ini harus diusut tuntas untuk mengetahui siapa dalang di balik kasus ini," kata Umar.
Dia mengaku telah melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian mengenai pembebasan lahan untuk UPT Jeringo yang dilakukan tahun 2006 dengan luas lahan 45 hektare dengan biaya Rp341 juta.
Untuk mencukupi kekurangan lahan yang dibutuhkan untuk UPT Jeringo seluas 240 hektare ditambah dengan lahan yang ada di sekitarnya.
Umar mengakui saat itu memang ada warga yang mengakui memiliki lajan di lokasi tersebut denga menunjukkan kwitansi pembelian, namun tidak jelas dimana lokasinya. Karena itu masalah ini harus diklarifikasi.
"Siapa yang 'bermain' dalam pembebasan lahan itu nantinya akan terungkap dalam pemeriksaan di kepolisian, karena kasusnya sedang dalam proses penyidikan," kata Umar. (*)
Kepala Bidang Transmigrasi Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lombk Timur HL Umar di Selong, Rabu mengatakan, pihaknya telah menerima sejumlah pemilik lahan yang nengklaim lahan tersebut menunjukkan bukti berupa 70 sertifikat.
"Warga mengklaim memiliki lahan di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Jeringo tersebut dengan menunjukkan bukti kepemilikan yang sah berupa sertifikat. Ini menyebabkan para transmigran resah. Secara keseluruhan luas lahan di UPT Jeringo itu seluas 240 hektare," katanya.
Sementara luas lahan yang diklaim sejumlah pemilik lahan dengan menunjukkan bukti 70 buah sertifikat sekitar 195 hektar. Jumlah warga tramigran yang bermukim di UPT Jeringo sebanyak 200 kepala keluarga (KK).
"Ketika ditanya lokasi lahan yang diklaim, sejumlah warga itu menyatakan tidak mengetahui secara pasti," katanya.
Ia mengatakan, penerbitan sertifikat atas lahan yang diklaim sejumlah warga itu pada Desember 2006. Ini berarti setelah lahan tersebt ditetap sebagai UPT Jeringo ditetapkan pada Juni 2006.
"Karena itu lahan di UPT Jeringo yang sudah ditetapkan sebagai lokasi tramsigrasi, kemudian setelah itu ada sertifikat yang dikeluarkan sehingga ini mengundang pertanyaan besar," ujarnya.
Menurut dia, lahan yang dijadikan UPT Jeringo merupakan tanah milik negara, sementara masyarakat yang ada di sekitar lahan itu sebelumnya diberikan hak guna pakai.
"Saya juga heran kenapa sertifikat itu bisa diterbitkan oleh BPN. Ini harus diusut tuntas untuk mengetahui siapa dalang di balik kasus ini," kata Umar.
Dia mengaku telah melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian mengenai pembebasan lahan untuk UPT Jeringo yang dilakukan tahun 2006 dengan luas lahan 45 hektare dengan biaya Rp341 juta.
Untuk mencukupi kekurangan lahan yang dibutuhkan untuk UPT Jeringo seluas 240 hektare ditambah dengan lahan yang ada di sekitarnya.
Umar mengakui saat itu memang ada warga yang mengakui memiliki lajan di lokasi tersebut denga menunjukkan kwitansi pembelian, namun tidak jelas dimana lokasinya. Karena itu masalah ini harus diklarifikasi.
"Siapa yang 'bermain' dalam pembebasan lahan itu nantinya akan terungkap dalam pemeriksaan di kepolisian, karena kasusnya sedang dalam proses penyidikan," kata Umar. (*)