Mataram, 9/2 (ANTARA) - Para perajin cukli di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, mendatangkan bahan baku kulit kerang dari Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

     H Murad, salah seorang perajin cukli di Rungkang Jangkuk, Kelurahan Sayang-Sayang, Kota Mataram di Mataram, Kamis, mengatakan, bahan baku berupa kulit kerang tersebut digunakan sebagai penghias kerajinan cukli yang terbuat dari kayu mahoni.

     "Ada kerang khusus yang menjadi penghias. Kerang itu lah yang dinamakan cukli, bukan kayunya. Bentuk kerang cukli seperti siput, tapi ukurannya relatif lebih besar. Kulit kerangnya bernilai ekonomi karena warnanya mengkilat seperti mutiara," ujarnya.

     Pada era tahun 1980 hingga 1990-an, kata dia, para perajin cukli mudah mendapatkan bahan baku kulit kerang cukli dari para nelayan di Pulau Lombok, namun karena terus diburu, sehingga jenis kerang itu lama-kelaman menjadi langka.

     Kelangkaan tersebut kemudian dimanfaatkan oleh para nelayan dari suku Bugis yang bermukim di Desa Labuan Lombok, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, dengan menawarkan kulit kerang cukli dari Makassar. Jenis dan kualitasnya hampir sama dengan yang ada di Lombok.

     Para perajin kerajinan khas Lombok yang ada di Kelurahan Sayang-Sayang hingga saat ini masih bermitra dengan para nelayan keturunan suku Bugis dalam bisnis jual beli kerang cukli.

     "Nelayan yang ada di Labuan Lombok hampir setiap minggu ke Makassar, sambil membawa ikan hasil tangkapannya. Ketika kembali ke Lombok mereka membawa kulit kerang cukli, di samping kebutuhan pokok dan barang lainnya," ujarnya.

     Harga kulit kerang cukli dari Makassar, kata Murad, cukup mahal mencapai Rp80.000 per kilogram. Para perajin bisa memesan bahan baku untuk kerajinan cukli tersebut minimal 200 kilogram untuk satu kali pesanan.

     Kulit kerang cukli tersebut tidak seluruhnya dimanfaatkan untuk menghiasi kerajinan cukli berupa meja, kursi dan lemari serta kotak yang terbuat dari kayu mahoni, namun sebagian bisa dijual ke perajin perhiasan kalung di Bali.

     "Bisa dikatakan bagian pantat dari kulit kerang cukli itu tidak terpakai. Itu yang bisa dijual ke perajin di Bali. Tapi kalau perajin cukli membeli dalam bentuk utuh dari para nelayan. Terkadang nelayan dari suku Bugis itu juga menjual sudah dalam bentuk tidak utuh," ujarnya.

     Menurut Murad, prospek kerajinan cukli Lombok saat ini sedikit lesu, sehingga mempengaruhi tingkat pembelian bahan baku, baik kerang cukli maupun kayu mahoni.

     "Dampak dari bom Bali yang terjadi tahun 2001 masih terasa hingga saat ini bagi para pengrajin cukli. Tapi perlahan kita sudah mulai bangkit dengan bantuan dari pemerintah," ujarnya. (*)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024