Mataram, 24/2 (ANTARA) - Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir DR Asnatio Lasman, mengatakan, hingga kini belum ada investor atau pihak mana pun yang mengajukan izin Pembangunan Listrik Tenaga Nuklir di Indonesia.

     "Belum ada satu pun yang aplikasikan izin itu pada kami selaku pengawasan tenaga nuklir," kata As Natio, yang ditemui seusai dialog pengembangan SDM dan iptek untuk mendukung implementasi Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 koridor V, di Mataram, Jumat.

     Ia mengatakan, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) masih menunggu pengajuan izin itu karena merasa yakin akan ada yang hendak berinvestasi di bidang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) itu.

     Menurut dia, sejumlah negara memang masih menolak PLTN seperti di Jerman yang melakukan penolakan sejak 1990, dan Thailand yang menunda sekitar tahun lalu kembali merencanakannya, namun banyak negara yang justru tengah menikmati potensi energi nuklirnya.

     "Jadi, hampir semua negara memanfaatkan tenaga nuklir untuk kebutuhan listriknya, dan Indonesia pun akan demikian, sehingga secara ofisial tertera dalam kebijakan energi nasional. Tinggal bagaimana menerapkan teknologi yang dapat menekan dampak buruk penggunaan nuklir," ujarnya.    

     Bahkan, Indonesia menargetkan pengoperasian PLTN pada 2016, sebagaimana amanat Undang Undang Nomor 17 tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJN), yang salah satu paragrafnya menyebutkan bahwa pada 2016 Indonesia harus sudah mengoperasikan PLTN.

     As Natio menyontohkan, bagaimana negara besar seperti Perancis yang sudah memanfaatkan 50 persen potensi energi nuklirnya.

     Lima negara besar di dunia yang memiliki potensi energi nuklir yakni China, India, Amerika Serikat, Brasil, dan Indonesia, juga tengah gencar merencanakan proyek pemanfaatan tenaga nuklir.

     "Kalau dari lima negara potensi energi nuklir itu, hanya Indonesia yang tidak merencanakan pemanfaatannya, maka keempat negara itu yang akan gunakan untuk kemakmuran rakyatnya," ujarnya.

     As Natio mengatakan, berdasarkan data hasil seminar enegri nuklir yang digelar September 2011, terungkap bahwa sejauh ini telah ada 442 unit PLTN di dunia.

     Para pakar nuklir dunia dalam seminar itu memperkirakan sampai 2030 akan mencapai 551 unit PLTN. Dari 551 unit PLTN yang diprediksi itu, sebanyak 321 unit diantaranya berada di Asia.

     "Kalau diasumsi sesuai informasi yang merebak, Indonesia akan bangun empat, Malaysia juga empat, dan Thailand lima, serta Vietnam 16 unit PLTN, maka selebihnya dari 321 unit atau sebanyak 290 unit itu akan diambil oleh China, Indonesia dan Korea Selatan," ujarnya.

     Dengan demikian, kata As Natio, ketika negara-negara lain sudah memantapkan rencana pemanfaatan energi nuklirnya, maka hal itu akan dilakukan, dan jika Indonesia terus berada di ambang wacana maka hal itu akan mendatangkan kerugian.

     Negara-negara di dunia yang berani memanfaatkan energi nuklirnya, berkeyakinan akan dapat menerapkan teknologi sebaik-baiknya dengan menekan risiko sekecil apa pun.

     "Memang dampak radiasi nuklir di Jepang pascatsunami beberapa waktu lalu itu diluar kemampuan teknologi manusia. Kalau hanya gempa saja masih bisa diatasi, tsunami pun kalau tidak dahsyat dan generator masih bisa diselamatkan maka risikonya tertanggulangi," ujarnya. (*)


Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024