Jakarta (ANTARA) - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan dr. Elvieda Sariwati mengatakan, konsumsi gula, garam dan lemak atau biasa disebut GGL berlebih, dapat menyebabkan penyakit kardiovaskuler dan stroke.
"Kardiovaskuler dan stroke ini sangat terkait dengan asupan gula garam lemak yang kita konsumsi sehari-hari," kata Elvieda dalam diskusi publik daring bertajuk "Masa Depan Pengendalian Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)" yang diikuti di Jakarta, Selasa.
Dia menambahkan, tekanan darah tinggi, gula darah tinggi dan obesitas menduduki lima besar faktor risiko yang menyebabkan beban penyakit di dunia. Selain itu, pembiayaan kesehatan terbesar juga diduduki oleh penyakit kardiovaskuler, kanker dan stroke. "Kalau kita lihat juga bahwa pembiayaan terbesar adalah juga pada penyakit kardiovaskuler, kanker dan stroke," katanya.
Elvieda mengatakan, 28,7 persen masyarakat mengonsumsi gula, garam, lemak (GGL) melebihi batas konsumsi yang dianjurkan. "Kita lihat memang yang paling tinggi adalah pada konsumsi garam yang berlebih itu ada 53,5 persen dan tentunya ini harus menjadi perhatian semua," katanya.
Baca juga: Kemenkes umumkan kasus cacar monyet pertama dari Jakarta
Baca juga: Kemenkes luncurkan BGSi deteksi potensi penyakit di masa depan
Elvieda juga menjelaskan data tentang prevalensi obesitas dan berat badan berlebih pada anak dalam 10 tahun terakhir yang meningkat dua kali lipat. Pihaknya mengatakan, konsumsi GGL berlebih pada anak disebabkan tingginya konsumsi teh cair dalam kemasan. "Kalau dilihat dari survei diet kita, yang paling banyak itu adalah minuman teh cair dalam kemasan," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong perlunya aturan untuk membatasi peredaran minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) melalui cukai minuman berpemanis. "Saya kira kami sangat setuju bagaimana kita bisa mengatur ataupun menerapkan cukai minuman berpemanis," katanya.
"Kardiovaskuler dan stroke ini sangat terkait dengan asupan gula garam lemak yang kita konsumsi sehari-hari," kata Elvieda dalam diskusi publik daring bertajuk "Masa Depan Pengendalian Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)" yang diikuti di Jakarta, Selasa.
Dia menambahkan, tekanan darah tinggi, gula darah tinggi dan obesitas menduduki lima besar faktor risiko yang menyebabkan beban penyakit di dunia. Selain itu, pembiayaan kesehatan terbesar juga diduduki oleh penyakit kardiovaskuler, kanker dan stroke. "Kalau kita lihat juga bahwa pembiayaan terbesar adalah juga pada penyakit kardiovaskuler, kanker dan stroke," katanya.
Elvieda mengatakan, 28,7 persen masyarakat mengonsumsi gula, garam, lemak (GGL) melebihi batas konsumsi yang dianjurkan. "Kita lihat memang yang paling tinggi adalah pada konsumsi garam yang berlebih itu ada 53,5 persen dan tentunya ini harus menjadi perhatian semua," katanya.
Baca juga: Kemenkes umumkan kasus cacar monyet pertama dari Jakarta
Baca juga: Kemenkes luncurkan BGSi deteksi potensi penyakit di masa depan
Elvieda juga menjelaskan data tentang prevalensi obesitas dan berat badan berlebih pada anak dalam 10 tahun terakhir yang meningkat dua kali lipat. Pihaknya mengatakan, konsumsi GGL berlebih pada anak disebabkan tingginya konsumsi teh cair dalam kemasan. "Kalau dilihat dari survei diet kita, yang paling banyak itu adalah minuman teh cair dalam kemasan," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong perlunya aturan untuk membatasi peredaran minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) melalui cukai minuman berpemanis. "Saya kira kami sangat setuju bagaimana kita bisa mengatur ataupun menerapkan cukai minuman berpemanis," katanya.