Mataram (ANTARA) - Dinas Perdagangan Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyiapkan konsep zonasi bagi pedagang kaki lima (PKL) sebagai upaya penataan keberadaan PKL di kota itu. "Zonasi PKL sebagai dasar acuan kita untuk penegakan aturan," kata Sekretaris Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Mataram Syamsul Irawan di Mataram, Rabu.
Pernyataan itu disampaikan menyikapi semakin maraknya PKL-PKL yang membuka lapak hampir di setiap ruang fasilitas umum, termasuk bahu dan badan jalan yang dinilai berpotensi mendatangkan pembeli.
Lapak PKL itu terlihat di Jalan Airlangga, Majapahit, Pejanggik, bahkan kini di jalan pinggiran kota seperti Jalan Lingkar Selatan, dan TGH Faisal yang jumlahnya terus bertambah. "Karenanya, setelah ada penetapan zonasi kita bersama aparat terkait bisa lebih mudah melakukan penataan dan penertiban," katanya.
Namun, sejauh ini, Syamsul belum dapat menargetkan kapan zonasi PKL itu rampung sebab saat ini pihaknya sedang menunggu penyelesaian Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang masih dibahas oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mataram.
Informasinya dari enam kecamatan yang ada, RDTR yang sudah selesai sudah empat kecamatan dan tersisa dua kecamatan yang masih dibahas. Harapannya, RDTR itu bisa rampung tahun ini agar zonasi PKL juga bisa segera dibahas. "Kalau zonasi PKL kita bahas duluan, akan sia-sia sebab zonasi harus disinkronkan dengan RDTR agar tidak tumpang tindih," katanya.
Baca juga: Disdag Mataram: harga telur di Mataram mencapai Rp60.000 per 30 butir
Baca juga: Pemkot Mataram meminta Disdag kaji jaringan listrik di pasar
Menurut dia, nantinya zonasi PKL di Kota Mataram akan mencakup tiga zona. Pertama, zona merah yang artinya areal tersebut harus steril dari aktivitas pedagang apapun dan PKL. Kedua, zona kuning untuk aktivitas PKL buka tutup atau saat-saat tertentu, dan ketiga, zona hijau dimana PKL dibolehkan berjualan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Lebih jauh, untuk penegakan aturan zonasi atau penertiban PKL ke depan, pemerintah kota akan berkoordinasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) teknis, seperti Satpol PP, Dinas Perindustrian Koperasi dan UKM, camat, dan lurah yang memiliki warga. "Kita tidak asal tertibkan, tapi harus ada solusi untuk pengganti lapak pedagang dulu agar pedagang tetap bisa melanjutkan aktivitas ekonominya," katanya.
Pemerintah Kota Mataram dalam hal ini, katanya, tidak ingin mematikan usaha masyarakat, apalagi saat ini banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan karena COVID-19, dan beralih berwirausaha. "Jangan sampai kita terlalu keras atau kaku dalam penegakan aturan, tapi masyarakat kita kelaparan," kata Syamsul.
Pernyataan itu disampaikan menyikapi semakin maraknya PKL-PKL yang membuka lapak hampir di setiap ruang fasilitas umum, termasuk bahu dan badan jalan yang dinilai berpotensi mendatangkan pembeli.
Lapak PKL itu terlihat di Jalan Airlangga, Majapahit, Pejanggik, bahkan kini di jalan pinggiran kota seperti Jalan Lingkar Selatan, dan TGH Faisal yang jumlahnya terus bertambah. "Karenanya, setelah ada penetapan zonasi kita bersama aparat terkait bisa lebih mudah melakukan penataan dan penertiban," katanya.
Namun, sejauh ini, Syamsul belum dapat menargetkan kapan zonasi PKL itu rampung sebab saat ini pihaknya sedang menunggu penyelesaian Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang masih dibahas oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mataram.
Informasinya dari enam kecamatan yang ada, RDTR yang sudah selesai sudah empat kecamatan dan tersisa dua kecamatan yang masih dibahas. Harapannya, RDTR itu bisa rampung tahun ini agar zonasi PKL juga bisa segera dibahas. "Kalau zonasi PKL kita bahas duluan, akan sia-sia sebab zonasi harus disinkronkan dengan RDTR agar tidak tumpang tindih," katanya.
Baca juga: Disdag Mataram: harga telur di Mataram mencapai Rp60.000 per 30 butir
Baca juga: Pemkot Mataram meminta Disdag kaji jaringan listrik di pasar
Menurut dia, nantinya zonasi PKL di Kota Mataram akan mencakup tiga zona. Pertama, zona merah yang artinya areal tersebut harus steril dari aktivitas pedagang apapun dan PKL. Kedua, zona kuning untuk aktivitas PKL buka tutup atau saat-saat tertentu, dan ketiga, zona hijau dimana PKL dibolehkan berjualan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Lebih jauh, untuk penegakan aturan zonasi atau penertiban PKL ke depan, pemerintah kota akan berkoordinasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) teknis, seperti Satpol PP, Dinas Perindustrian Koperasi dan UKM, camat, dan lurah yang memiliki warga. "Kita tidak asal tertibkan, tapi harus ada solusi untuk pengganti lapak pedagang dulu agar pedagang tetap bisa melanjutkan aktivitas ekonominya," katanya.
Pemerintah Kota Mataram dalam hal ini, katanya, tidak ingin mematikan usaha masyarakat, apalagi saat ini banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan karena COVID-19, dan beralih berwirausaha. "Jangan sampai kita terlalu keras atau kaku dalam penegakan aturan, tapi masyarakat kita kelaparan," kata Syamsul.