New York (ANTARA) - Harga minyak lebih tinggi pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), setelah sesi bergejolak karena data menunjukkan penurunan dalam persediaan minyak mentah AS di tengah kekhawatiran AS tidak akan mempertimbangkan konsesi tambahan ke Iran dalam menanggapi rancangan perjanjian yang akan memulihkan kesepakatan nuklir Teheran.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober bertambah 1,15 dolar AS atau 1,2 persen, menjadi menetap di 94,89 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober naik 1,0 dolar AS atau 1,0 persen, menjadi ditutup pada 101,22 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan pada Rabu (24/8/2022) bahwa persediaan minyak mentah komersial negara itu turun 3,3 juta barel selama pekan yang berakhir 19 Agustus. Para analis yang disurvei oleh S&P Global Commodity Insights memperkirakan stok minyak mentah AS akan menunjukkan penurunan 3,2 juta barel.
Menurut EIA, persediaan bahan bakar sulingan turun 0,7 juta barel minggu lalu, sementara total persediaan bensin motor hampir tidak berubah dari minggu sebelumnya.
Sementara itu, Iran mengatakan telah menerima tanggapan dari Amerika Serikat terhadap teks "final" Uni Eropa untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Teheran 2015 dengan negara-negara besar.
Minyak juga didukung setelah Arab Saudi menyatakan minggu ini bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dapat mempertimbangkan untuk memangkas produksi, meskipun ada indikasi ekonomi sedang mengalami pelambatan dari bank sentral dan penurunan ekuitas menekan harga minyak.
Baca juga: Polres Bima Kota menyita 450 liter minyak tanah bersubsidi
Baca juga: Harga minyak turun tipis pada akhir perdagangan Senin
Kedua kontrak acuan minyak mentah sempat menyentuh level tertinggi tiga minggu pada Rabu (24/8/2022) pagi setelah menteri energi Saudi mengisyaratkan kemungkinan pemotongan produksi.
Namun demikian, OPEC bersama sekutunya, yang dikenal secara kolektif sebagai OPEC+, sudah memproduksi 2,9 juta barel per hari kurang dari targetnya, mempersulit keputusan untuk pengurangan produksi.
"Prospek harga minyak dan pasokan menunjukkan bahwa pemotongan OPEC+ saat ini tidak dijamin," kata analis PVM Stephen Brennock, seperti dikutip oleh Reuters.
"Pasokan minyak global bisa terpukul saat puncak musim badai AS mendekat. Di tempat lain, pemadaman pasokan di masa depan di Libya tidak dapat diabaikan sementara kekayaan minyak Nigeria menunjukkan sedikit tanda membaik."
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober bertambah 1,15 dolar AS atau 1,2 persen, menjadi menetap di 94,89 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober naik 1,0 dolar AS atau 1,0 persen, menjadi ditutup pada 101,22 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan pada Rabu (24/8/2022) bahwa persediaan minyak mentah komersial negara itu turun 3,3 juta barel selama pekan yang berakhir 19 Agustus. Para analis yang disurvei oleh S&P Global Commodity Insights memperkirakan stok minyak mentah AS akan menunjukkan penurunan 3,2 juta barel.
Menurut EIA, persediaan bahan bakar sulingan turun 0,7 juta barel minggu lalu, sementara total persediaan bensin motor hampir tidak berubah dari minggu sebelumnya.
Sementara itu, Iran mengatakan telah menerima tanggapan dari Amerika Serikat terhadap teks "final" Uni Eropa untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Teheran 2015 dengan negara-negara besar.
Minyak juga didukung setelah Arab Saudi menyatakan minggu ini bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dapat mempertimbangkan untuk memangkas produksi, meskipun ada indikasi ekonomi sedang mengalami pelambatan dari bank sentral dan penurunan ekuitas menekan harga minyak.
Baca juga: Polres Bima Kota menyita 450 liter minyak tanah bersubsidi
Baca juga: Harga minyak turun tipis pada akhir perdagangan Senin
Kedua kontrak acuan minyak mentah sempat menyentuh level tertinggi tiga minggu pada Rabu (24/8/2022) pagi setelah menteri energi Saudi mengisyaratkan kemungkinan pemotongan produksi.
Namun demikian, OPEC bersama sekutunya, yang dikenal secara kolektif sebagai OPEC+, sudah memproduksi 2,9 juta barel per hari kurang dari targetnya, mempersulit keputusan untuk pengurangan produksi.
"Prospek harga minyak dan pasokan menunjukkan bahwa pemotongan OPEC+ saat ini tidak dijamin," kata analis PVM Stephen Brennock, seperti dikutip oleh Reuters.
"Pasokan minyak global bisa terpukul saat puncak musim badai AS mendekat. Di tempat lain, pemadaman pasokan di masa depan di Libya tidak dapat diabaikan sementara kekayaan minyak Nigeria menunjukkan sedikit tanda membaik."