Siang itu bau amonia menyeruak di salah satu sudut pabrik kondom asli Indonesia PT Mitra Rajawali Banjaran, Bandung, Jawa Barat.

     Drum-drum besar berisi bahan lateks atau karet alami yang diencerkan dengan amonia dan bahan kimia lainnya memenuhi segala sisi.

     Perlu berjalan cepat setengah berlari bagi mereka yang tidak tahan bau kecut di ruangan yang berukuran hampir seluas lapangan sepakbola itu.

     Dengan setengah berlari, maka hanya membutuhkan kurang dari dua menit untuk berkelok-kelok mengindari asap yang mengepul dari beberapa alat pengolah adonan kondom.

     Muara dari ruangan besar adalah ruang yang lebih kecil untuk pengeringan adonan kondom yang mulai memiliki bentuk "khas".

     Dari situ, dilakukan proses peniupan kondom dan pencucian kondom lalu dilanjutkan dengan proses pengecekan menggunakan mesin yang secara otomatis akan membuang kondom yang "bocor" atau berlubang.

     Setelah itu, kondom akan melalui proses pelumasan dengan berbagai aroma dan rasa mulai dari stroberi, durian, dan lain sebagainya.

     Setelah salah satu alat kontrasepsi paling banyak dipilih oleh pasangan menikah Indonesia tersebut dikemas, maka proses selanjutnya adalah membungkusnya dengan kardus-kardus berbagai ukuran.

   

                                                        Mitra BKKBN

     Direktur PT Mitra Rajawali Banjaran Saptarani AK Puteri, anak perusahaan dari PT Rajawali Nusantara Indonesia yang didirikan di Bandung tahun 1987, mengatakan perusahaan yang dipimpinnya merupakan satu-satunya BUMN alat kesehatan habis pakai yang dimiliki oleh pemerintah.

     Sejak berdiri dengan inisiatif Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) perusahaan ini senantiasa bekerjasama dengan BKKBN dalam program kependudukan dan KB.

    "BKKBN menjadi produsen kondom resmi untuk program kependudukan dan keluarga berencana Indonesia," katanya.

     Dia menambahkan, dengan kapasitas mesin kondom sebesar 900.000 gros pertahun atau setara dengan 129.600.000 buah kondom per tahun menjadikan pabrik tersebut produsen terbesar di kawasan Asia Tenggara.

     "Sementara itu, pasokan kondom untuk program kependudukan dan KB empat tahun terakhir meningkat," katanya.

     Kepala Biro Hukum, Organisasi dan Humas BKKBN Sugilar mengatakan pada tahun 2009 sebesar 140.000 gros, tahun 2010 sebesar 230 ribu gros dan tahun 2011 sebesar 145 ribu gros.

     "Pada tahun 2012 ini BKKBN memesan sekitar 400 ribu gros senilai Rp24 miliar," katanya.

     Menurut dia, pesanan BKKBN mencakup sekitar 50 persen dari total produksi pabrik tersebut selama setahun.

     "Ini menunjukkan komitmen BKKBN dalam rangka kerjasama dengan PT Mitra Rajawali Banjaran sekaligus menyukseskan program kependudukan dan keluarga berencana," katanya.

     Dia juga menambahkan, kerjasama tersebut akan terus ditingkatkan pada tahun-tahun berikutnya karena BKKBN menilai, kondom buatan pabrik tersebut terbuat dari lateks alami buatan Indonesia sehingga aman digunakan dan tidak menimbulkan alergi.

     "Produk ini cocok sekali dipergunakan pasangan menikah di Indonesia karena buatan asli Indonesia dari bahan karet alami dan tidak menimbulkan alergi bagi para pemakainya," katanya.

     Sementara itu, pabrik kondom asli Indonesia tersebut memiliki berbagai jenis produk yakni kondom Artika Gerigi, Artika Tiger, Artika Meong dan lain sebagainya.

     Berdasarkan informasi dari PT Mitra Rajawali Banjaran diketahui bahwa produk kondom paling disukai adalah Artika Gerigi. (W004)

 

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024