Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Pengusaha barang bekas di Desa Jelantik, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat menyatakan, barang bekas dianggap sebagai barang yang tidak bisa dimanfaatkan, padahal omzet penjualan barang bekas tersebut bisa mencapai puluhan juta rupiah.
"Pendapatan per bulan dari penjualan barang bekas tergantung berapa kali pengangkutan, kalau 10 kali pengangkutan, maka pendapatan itu hampir Rp10 juta, kalau pengangkutan lebih dari 10 kali, maka pendapatannya akan lebih dari Rp10 juta per bulan," katanya.
Barang bekas yang diterima, kemudian dijual seperti besi bekas, galon bekas , botol bekas, kresek bekas, dan kaca bekas, hanya saja kresek bekas dan kaca bekas yang diterima dengan jumlah minimal satu karung, karena jarang yang membeli jenis ini.
Pekerjaan ini sudah ditekuni selama 10 tahun, dan barang bekas tersebut dikirim ke pabrik-pabrik yang ada di pulau jawa, meskipun profesi ini masih di pandang sebelah mata oleh sebagian besar orang, bahkan oknum pemerintah dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang menganggap mengotori dan mencemari lingkungan.
Sementara itu, pekerjaan tersebut merupakan cara untuk peduli terhadap lingkungan dan alam, serta membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat supaya tidak ada yang pengangguran, dan tenaga kerja yang ada di tempat kami sebanyak 10 orang, lima orang pekerja tetap dan lima orang pekerja lepas.
"Kedepannya kami akan membuat dan mengembangkan sepenuhnya tempat ini, sehingga dapat membuat lapangan pekerjaan lebih banyak lagi, dan kami berharap supaya pemerintah benar-benar mendukung pekerjaan ini, baik dari material maupun edukasi-edukasi yang berkelanjutan mengenai barang bekas tersebut," katanya.
"Pendapatan per bulan dari penjualan barang bekas tergantung berapa kali pengangkutan, kalau 10 kali pengangkutan, maka pendapatan itu hampir Rp10 juta, kalau pengangkutan lebih dari 10 kali, maka pendapatannya akan lebih dari Rp10 juta per bulan," katanya.
Barang bekas yang diterima, kemudian dijual seperti besi bekas, galon bekas , botol bekas, kresek bekas, dan kaca bekas, hanya saja kresek bekas dan kaca bekas yang diterima dengan jumlah minimal satu karung, karena jarang yang membeli jenis ini.
Pekerjaan ini sudah ditekuni selama 10 tahun, dan barang bekas tersebut dikirim ke pabrik-pabrik yang ada di pulau jawa, meskipun profesi ini masih di pandang sebelah mata oleh sebagian besar orang, bahkan oknum pemerintah dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang menganggap mengotori dan mencemari lingkungan.
Sementara itu, pekerjaan tersebut merupakan cara untuk peduli terhadap lingkungan dan alam, serta membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat supaya tidak ada yang pengangguran, dan tenaga kerja yang ada di tempat kami sebanyak 10 orang, lima orang pekerja tetap dan lima orang pekerja lepas.
"Kedepannya kami akan membuat dan mengembangkan sepenuhnya tempat ini, sehingga dapat membuat lapangan pekerjaan lebih banyak lagi, dan kami berharap supaya pemerintah benar-benar mendukung pekerjaan ini, baik dari material maupun edukasi-edukasi yang berkelanjutan mengenai barang bekas tersebut," katanya.