Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat bersama warga setuju atas pelaksanaan pelaksanaan kegiatan Larap (Land Acquisition and Resetlement Action Plan) Bendungan Mujur di daerah setempat.
Sekretaris Daerah Kabupaten Lombok Tengah, Lalu Firman Wijaya di Praya, Jumat mengatakan, bahwa hasil audiensi Larap bersama Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara I, Pjs. Kepala Desa Lelong, Kadus Lelong 1, 2, Kadus Lendang Ree, Kadus Tombek, Kadus Embung Beleq dan sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh pemuda Desa Lelong menyepakati untuk dimulainya pelaksanaan kegiatan Larap bendungan Mujur pada bulan ini, karena sudah tertunda sejak Agustus kemarin.
“Alhamdulillah masyarakat paham dan setuju untuk mulai dilaksanakan LARAP bendungan Mujur," katanya usai acara audiensi di kantor Bupati Lombok Tengah.
Bentuk persetujuan ditandai dengan penandatanganan berita acara oleh pihak yang hadir, yakni Bupati Lombok Tengah, H. Lalu Pathul Bahri, Wakil Ketua DPRD Lombok Tengah, H.M. Mayuki, pihak BWS, Kadis PUPR, Camat Praya Tengah, Pj. Kades Lelong, dan perwakilan tokoh masyarakat dan tokoh pemuda Desa Lelong Kecamatan Praya Tengah.
Lalu Firman Wijaya menegaskan juga bahwa dalam tahapan Larap belum berbicara soal nilai besaran ganti untung bagi masyarakat yang terkena dampak.
“Jadi dalam proses Larap tidak bicara langsung soal besaran nilai ganti untung. Hal ini akan dibicarakan nanti setelah Larap selesai," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, pihak BWS menyampaikan bahwa sampai dengan tahun 2024, anggaran untuk pembangunan Bendungan Mujur memang belum ada. Meskipun demikian, proses kegiatan Larap akan tetap dilaksanakan mengingat tahapan pembangunan Bendungan Mujur sampai dengan konstruksi bendungan butuh waktu panjang.
"Dalam proses pembangunan Bendungan Mujur, ada 4 tahapan yang akan dilaksanakan yakni penyusunan desain, pelaksanaan Larap, pembebasan tanah, dan tahap konstruksi," katanya.
Ia mengatakan, Larap sendiri merupakan studi tentang pengadaan tanah, pemindahan penduduk atau pemukiman kembali akibat adanya suatu pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan umum. Larap bertujuan melakukan kegiatan identifikasi dan inventarisasi sebuah wilayah yang terkena dampak akibat pembangunan untuk kepentingan umum.
Sehingga mendapatkan gambaran nyata wilayah yang terkena dampak, dengan begitu dapat menentukan alternatif kebijakan pembebasan lahan yang bersandar kepada produktifitas ekonomi dan kesejahteraan.
"Pihak BWS menyampaikan bahwa Larap Bendungan Mujur dilaksanakan, karena ada beberapa desa teridentifikasi akan terkena dampak akibat rencana pembangunan Bendungan Mujur, yakni Desa Mujur, Desa Sukaraja, Desa Lelong, Desa Langko dan Desa Loang Maka," katanya.
Dalam kegiatan Larap ada 3 tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu survey teknis, survey sosial dan analisa dan kajian. Survey teknis mencakup survey lokasi, survey aktualisasi desain, dan survey kebutuhan lahan. Survey sosial mencakup survey data sosial ekonomi masyarakat terkena dampak (MTD) dan jumlah MTD, survey persepsi MTD terhadap proyek, jumlah obyek terkena terkena dampak (lahan, permukiman, dan pohon produktif), survey nilai ganti kerugian, survey lokasi relokasi dan bentuk relokasi, dan dokumentasi.
"Kegiatan analisa dan kajian mencakup analisa sosial ekonomi MTD, analisa kondisi kepemilikan MTD, analisa bentuk kerugian, dan analisa lokasi dan bentuk relokasi," katanya.
Sekretaris Daerah Kabupaten Lombok Tengah, Lalu Firman Wijaya di Praya, Jumat mengatakan, bahwa hasil audiensi Larap bersama Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara I, Pjs. Kepala Desa Lelong, Kadus Lelong 1, 2, Kadus Lendang Ree, Kadus Tombek, Kadus Embung Beleq dan sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh pemuda Desa Lelong menyepakati untuk dimulainya pelaksanaan kegiatan Larap bendungan Mujur pada bulan ini, karena sudah tertunda sejak Agustus kemarin.
“Alhamdulillah masyarakat paham dan setuju untuk mulai dilaksanakan LARAP bendungan Mujur," katanya usai acara audiensi di kantor Bupati Lombok Tengah.
Bentuk persetujuan ditandai dengan penandatanganan berita acara oleh pihak yang hadir, yakni Bupati Lombok Tengah, H. Lalu Pathul Bahri, Wakil Ketua DPRD Lombok Tengah, H.M. Mayuki, pihak BWS, Kadis PUPR, Camat Praya Tengah, Pj. Kades Lelong, dan perwakilan tokoh masyarakat dan tokoh pemuda Desa Lelong Kecamatan Praya Tengah.
Lalu Firman Wijaya menegaskan juga bahwa dalam tahapan Larap belum berbicara soal nilai besaran ganti untung bagi masyarakat yang terkena dampak.
“Jadi dalam proses Larap tidak bicara langsung soal besaran nilai ganti untung. Hal ini akan dibicarakan nanti setelah Larap selesai," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, pihak BWS menyampaikan bahwa sampai dengan tahun 2024, anggaran untuk pembangunan Bendungan Mujur memang belum ada. Meskipun demikian, proses kegiatan Larap akan tetap dilaksanakan mengingat tahapan pembangunan Bendungan Mujur sampai dengan konstruksi bendungan butuh waktu panjang.
"Dalam proses pembangunan Bendungan Mujur, ada 4 tahapan yang akan dilaksanakan yakni penyusunan desain, pelaksanaan Larap, pembebasan tanah, dan tahap konstruksi," katanya.
Ia mengatakan, Larap sendiri merupakan studi tentang pengadaan tanah, pemindahan penduduk atau pemukiman kembali akibat adanya suatu pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan umum. Larap bertujuan melakukan kegiatan identifikasi dan inventarisasi sebuah wilayah yang terkena dampak akibat pembangunan untuk kepentingan umum.
Sehingga mendapatkan gambaran nyata wilayah yang terkena dampak, dengan begitu dapat menentukan alternatif kebijakan pembebasan lahan yang bersandar kepada produktifitas ekonomi dan kesejahteraan.
"Pihak BWS menyampaikan bahwa Larap Bendungan Mujur dilaksanakan, karena ada beberapa desa teridentifikasi akan terkena dampak akibat rencana pembangunan Bendungan Mujur, yakni Desa Mujur, Desa Sukaraja, Desa Lelong, Desa Langko dan Desa Loang Maka," katanya.
Dalam kegiatan Larap ada 3 tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu survey teknis, survey sosial dan analisa dan kajian. Survey teknis mencakup survey lokasi, survey aktualisasi desain, dan survey kebutuhan lahan. Survey sosial mencakup survey data sosial ekonomi masyarakat terkena dampak (MTD) dan jumlah MTD, survey persepsi MTD terhadap proyek, jumlah obyek terkena terkena dampak (lahan, permukiman, dan pohon produktif), survey nilai ganti kerugian, survey lokasi relokasi dan bentuk relokasi, dan dokumentasi.
"Kegiatan analisa dan kajian mencakup analisa sosial ekonomi MTD, analisa kondisi kepemilikan MTD, analisa bentuk kerugian, dan analisa lokasi dan bentuk relokasi," katanya.