Lombok Barat, NTB, 3/9 (ANTARA) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengagendakan audit paralel bidang kelautan dengan Philipina dan negara tetangga lainnya seperti Vietnam, dan China sebagaimana dilaksanakan dengan Jabatan Audit Negara (JAN) Malaysia sejak 2007.
"Kami juga akan audit paralel dengan Philipina dan juga Vietnam meskipun tidak berbatasan langsung dengan negara kita seperti Malaysia," kata Anggota BPK RI Ali Masykur Musa, usai pembukaan pertemuan teknis BPK RI dengan Jabatan Audit Negara (JAN) Malaysia, di Hotel Sheraton Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin.
Ali mengemukakan hal itu ketika ditanya mengapa hanya melaksanakan audit paralel dengan Malaysia, atau tidak dengan negara tetangga lainnya.
Menurut dia, sejauh ini memang BPK RI baru menjalin kerja sama dengan JAN Malaysia yang diawali dengan penandatangan nota kesepahaman antara BPK RI dan JAN di Mexico City, yang meliputi kerja sama bidang lingkungan, pajak, bea cukai, dan pelatihan serta penelitian.
"Nanti kita kerja sama audit paralel dengan Philipina, China dan Vietnam, itu yang akan kamiu teruskan selain dengan Malaysia," ujar Ali yang telah ditunjuk sebagai Ketua Kelompok Kerja Audit Lingkungan Organisasi Badan Pemeriksa Sedunia atau International Organization of Supreme Audit Institutions Working Group on Environtmental (Intosai WGEA) periode 2013-2016.
Audit paralel dengan sejumlah negara tetangga itu juga relatif sama dengan yang akan segera dilakukan dengan JAN Malaysia, yakni mengaudit sumber penerimaan negara bidang kelautan, guna memastikan nilai penerimaan negara yang semestinya diperoleh.
Di bidang audit lingkungan, BPK dan JAN telah mengaudit pengelolaan hutan pada 2007-2009, audit pengelolaan mangrove di Selat Malaka pada 2009-2011.
Selanjutnya, berdasarkan perjanjian teknis bidang lingkungan antara BPK dan JAN di Manado, 3 Oktober 2011, disepakati untuk melakukan audit paralel atas IUU Fishing, dan pemeriksaan kinerja atas pelayanan ekspor barang yang dipungut bea keluar, serta perencanaan pemeriksaan atas pengelolaan sumber daya air.
Selanjutnya, pertemuan teknis BPK dan JAN di Pangkor, Perak, Malaysia, 9-12 April 2012, yang menghasilkan perjanjian teknis yang kemudian ditandatangani Dato' Haji Anwari bin Suri, dan Ali Masykur Musa.
Isi perjanjian teknis itu merupakan bagian dari rencana aksi, yakni melaksanakan audit atas Ilegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing di 2012, dan penerbitan laporan di 2013, serta melaksanakan paralel audit tentang pengenaan bea dan cukai atas ekspor barang dan pelaksanaan 'Secondment Program' pada Juli 2012.
Perjanjian teknis di Pangkor itu juga mengamanatkan penyusunan Audit Planning Memorandum (APM) dan Audit Design Matrix (ADM) atas pengelolaan sumber daya air.
APM itu yang dibahas dalam pertemuan teknis BPK RI dan JAN Malaysia di Pulau Lombok, NTB, 3-4 September 2012, untuk selanjutnya melakukan audit paralel.
Dengan demikian BPK RI dan JAN Malaysia akan bersama-sama melakukan audit sumber-sumber penerimaan negara di bidang kelautan, yang tentunya mencakup wilayah negara masing-masing.
"Kalau terlaksana sesuai rencana, maka akan berdampak pada nilai ekonomis yakni potensi penerimaan negara dari bidang kelautan bisa lebih dari Rp30 triliun yang dilaporkan FAO sebagai kerugian itu," ujarnya.
Versi FAO kerugian sektor kelautan dan perikanan Indonesia mencapai 3.125 miliar dolar AS atau setara dengan Rp30 triliun, akibat penjarahan oleh nelayan.
PNPP sumber daya alam pendapatan perikanan sektor kelautan dan perikanan Indonesia pada 2011 hanya sebesar Rp183,56 miliar.
Secara demokrafis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.506 pulau, panjang garis pantai lebih dari 80.670 kilometer, luas laut teritorial sekitar 285.005 kilometer, luas laut perairan ZEE 2.692.762 kilometer, luas perairan pedalaman 2.012.392 kilometer, dan luas wilayah daratan 2.012.452 kilometer, dengan total luas wilayah perairan Indonesia 5.877.879 kilometer.
Dari luas wilayah perairan Indonesia itu, ekspor sub sektor perikanan Indonesia tahun 2011 hanya senilai 3,34 miliar dolar AS. Jauh dibanding Vietnam yang pada 2011 nilai ekspornya sebesar 25 miliar dolar AS, padahal lautan Indonesia lebih luas dari lautan Vietnam. (*)
"Kami juga akan audit paralel dengan Philipina dan juga Vietnam meskipun tidak berbatasan langsung dengan negara kita seperti Malaysia," kata Anggota BPK RI Ali Masykur Musa, usai pembukaan pertemuan teknis BPK RI dengan Jabatan Audit Negara (JAN) Malaysia, di Hotel Sheraton Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin.
Ali mengemukakan hal itu ketika ditanya mengapa hanya melaksanakan audit paralel dengan Malaysia, atau tidak dengan negara tetangga lainnya.
Menurut dia, sejauh ini memang BPK RI baru menjalin kerja sama dengan JAN Malaysia yang diawali dengan penandatangan nota kesepahaman antara BPK RI dan JAN di Mexico City, yang meliputi kerja sama bidang lingkungan, pajak, bea cukai, dan pelatihan serta penelitian.
"Nanti kita kerja sama audit paralel dengan Philipina, China dan Vietnam, itu yang akan kamiu teruskan selain dengan Malaysia," ujar Ali yang telah ditunjuk sebagai Ketua Kelompok Kerja Audit Lingkungan Organisasi Badan Pemeriksa Sedunia atau International Organization of Supreme Audit Institutions Working Group on Environtmental (Intosai WGEA) periode 2013-2016.
Audit paralel dengan sejumlah negara tetangga itu juga relatif sama dengan yang akan segera dilakukan dengan JAN Malaysia, yakni mengaudit sumber penerimaan negara bidang kelautan, guna memastikan nilai penerimaan negara yang semestinya diperoleh.
Di bidang audit lingkungan, BPK dan JAN telah mengaudit pengelolaan hutan pada 2007-2009, audit pengelolaan mangrove di Selat Malaka pada 2009-2011.
Selanjutnya, berdasarkan perjanjian teknis bidang lingkungan antara BPK dan JAN di Manado, 3 Oktober 2011, disepakati untuk melakukan audit paralel atas IUU Fishing, dan pemeriksaan kinerja atas pelayanan ekspor barang yang dipungut bea keluar, serta perencanaan pemeriksaan atas pengelolaan sumber daya air.
Selanjutnya, pertemuan teknis BPK dan JAN di Pangkor, Perak, Malaysia, 9-12 April 2012, yang menghasilkan perjanjian teknis yang kemudian ditandatangani Dato' Haji Anwari bin Suri, dan Ali Masykur Musa.
Isi perjanjian teknis itu merupakan bagian dari rencana aksi, yakni melaksanakan audit atas Ilegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing di 2012, dan penerbitan laporan di 2013, serta melaksanakan paralel audit tentang pengenaan bea dan cukai atas ekspor barang dan pelaksanaan 'Secondment Program' pada Juli 2012.
Perjanjian teknis di Pangkor itu juga mengamanatkan penyusunan Audit Planning Memorandum (APM) dan Audit Design Matrix (ADM) atas pengelolaan sumber daya air.
APM itu yang dibahas dalam pertemuan teknis BPK RI dan JAN Malaysia di Pulau Lombok, NTB, 3-4 September 2012, untuk selanjutnya melakukan audit paralel.
Dengan demikian BPK RI dan JAN Malaysia akan bersama-sama melakukan audit sumber-sumber penerimaan negara di bidang kelautan, yang tentunya mencakup wilayah negara masing-masing.
"Kalau terlaksana sesuai rencana, maka akan berdampak pada nilai ekonomis yakni potensi penerimaan negara dari bidang kelautan bisa lebih dari Rp30 triliun yang dilaporkan FAO sebagai kerugian itu," ujarnya.
Versi FAO kerugian sektor kelautan dan perikanan Indonesia mencapai 3.125 miliar dolar AS atau setara dengan Rp30 triliun, akibat penjarahan oleh nelayan.
PNPP sumber daya alam pendapatan perikanan sektor kelautan dan perikanan Indonesia pada 2011 hanya sebesar Rp183,56 miliar.
Secara demokrafis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.506 pulau, panjang garis pantai lebih dari 80.670 kilometer, luas laut teritorial sekitar 285.005 kilometer, luas laut perairan ZEE 2.692.762 kilometer, luas perairan pedalaman 2.012.392 kilometer, dan luas wilayah daratan 2.012.452 kilometer, dengan total luas wilayah perairan Indonesia 5.877.879 kilometer.
Dari luas wilayah perairan Indonesia itu, ekspor sub sektor perikanan Indonesia tahun 2011 hanya senilai 3,34 miliar dolar AS. Jauh dibanding Vietnam yang pada 2011 nilai ekspornya sebesar 25 miliar dolar AS, padahal lautan Indonesia lebih luas dari lautan Vietnam. (*)