Mataram, 23/11 (ANTARA) - Pejabat Kantor Imigrasi (Kanim) Mataram menyatakan, upaya pemalsuan dokumen pendukung paspor yang dilakukan agen perusahaan sponsor pembuatan paspor, diluar kewenangan aparat keimigrasian.

     "Kami memproses pembuatan paspor berdasarkan dokumen identitas diri yang diajukan, kalau data-datanya palsu atau tidak sesuai, tetapi dokumennya asli/sesuai maka diproses. Pihak pembuat dokumen pendukung paspor itu yang patut dimintai keterangan polisi," kata Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Wasdakim) Kantor Imigrasi (Kanim) Mataram Dorhan, di Mataram, Jumat.

     Ia mengatakan, bukan perkara baru ketika pejabat yang berwewenang di keimigrasian mempertanyakan kejelasan identitas diri pemohon paspor, karena sistem jaringan komputer paspor menolak proses penerbitan paspor yang diajukan.

     Cukup banyak pemohon paspor yang sudah pernah mengurus papsor di Kanim lainnya di Indonesia, namun mengurus baru dengan identitas yang berbeda, sehingga ada penolakan dalam sistem.

     "Meskipun ganti nama, tetapi sudah pernah terdata dalam jaringan pembuatan paspor, maka begitu wajahnya di-scan dan sidik jarinya di-input, tentu ketahuan. Itu yang sering kami ingatkan kepada pemohon paspor agar jujur atas identitas dirinya, karena termonitor dalam sistem jaringan komputerisasi keimigrasian," ujarnya.

     Hanya saja, kata Dorhan, jika pemohon paspor itu baru pertama kali mengurus paspor, kemudian identitasnya dipalsukan dalam dokumen pendukung karena ditangani oleh pihak ketiga (calo), maka jaringan komputer imigrasi tidak mempermasalahkannya.

     Oleh karena itu, pihak keimigrasian selalu berhati-hati dan meneliti secara cermat keabsahan dokumen pendukung pembuatan paspor, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), akte kelahiran/ijazah, dan dokumen pendukung lainnya.

     "Memang, ada pihak ketiga yang diberi kartu pengenal oleh Divisi Keimigrasian Kanwil Hukum dan HAM NTB untuk kemudahan pengurusan paspor. Orang itu merupakan agen perusahaan sponsor pembuatan paspor, dan kalau orang itu yang terlibat pemalsuan dokumen pendudukung maka dialah yang patut diproses hukum," ujarnya.

     Pada Jumat (5/10), aparat Polda NTB menangkap Bkr (48), yang teridentifikasi memalsukan dokumen pendukung pembuatan paspor di Kanim Mataram. Ia ditangkap ketika sedang mengurus paspor di Kantor Imigrasi Mataram menggunakan dokumen yang dipalsukan itu.

     Menurut Direktur Reserse dan Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda NTB Kombes Triyono Pujono Basuki, yang didampingi Kanit II Subdit III Ditreskrimsus Polda NTB Kompol Ferdyan Indra Fahmi, saat penangkapan yang dilakukan di Kantor Imigrasi Mataram (membawahi Pulau Lombok dan sekitarnya), polisi hanya berhasil membekuk seorang yakni Bkr, sementara dua pelaku lainnya kabur dan kini dinyatakan buron.

     "Satu ditangkap, dua orang lainnya kabur, tapi perkiraan kami masih dalam wilayah Pulau Lombok. Pengejaran terus dilakukan, dan hal ini dikoordinasikan dengan aparat kepolisian di daerah lain," ujarnya.

     Penyidik Unit II Subdit III Ditreskrimsus Polda NTB menjerat Bkr dengan pasal 28 Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, junto pasal 55 KUHP.

     Pasal itu menegaskan bahwa dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp500 ratus juta, jika setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mencetak, mempunyai, menyimpan, atau memperdagangkan blanko dokumen perjalanan Republik Indonesia atau blanko dokumen keimigrasian lainnya,

     Berikut, setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membuat, mempunyai, menyimpan, atau memperdagangkan cap atau alat lain yang digunakan untuk mengesahkan dokumen perjalanan Republik Indonesia atau dokumen keimigrasian lainnya.

     Indikasi pemalsuan dokumen pendukung paspor itu antara lain, menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu yang mencantumkan identitas palsu, alamat palsu, dan dokumen lainnya yang diduga kuat palsu. 

     "Kami tahu palsu karena sudah mengecek ke alamat tersebut, dan menanyakan pihak-pihak terkait," ujarnya.

     Bkr dan dua rekannya yang masih buron itu memiliki kartu identitas (Id Card) sebagai petugas jasa layanan keimigrasian, yang diterbitkan Kanwil Hukum dan HAM Provinsi NTB, atau calo yang dilegalkan pemerintah.

     Kini, penyidik Polda NTB tengah merampungkan berkas perkaranya untuk selanjutnya diserahkan ke pihak kejaksaan untuk ditindaklanjuti. (*)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024