Mataram (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Mataram, Nusa Tenggara Barat, menelusuri pihak lain pada kasus korupsi dana Program Rumah Tahan Gempa (RTG) Desa Sigerongan, Kabupaten Lombok Barat.
"Kalau memang hakim dalam putusan terdakwa Indrianto memerintahkan kami untuk menelusuri peran atau pihak lain, pasti kami akan laksanakan," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astana di Mataram, Kamis.
Namun, kata dia, untuk mengambil langkah tersebut pihaknya masih harus menunggu putusan lengkap milik terdakwa Indrianto.
"Dari putusan lengkap itu nanti akan kami lihat lagi, ada kemungkinan muncul bukti baru yang menjadi petunjuk kami untuk menelusuri peran orang lain," kata Kasatreskrim Polresta Mataram.
Selama proses penyidikan untuk berkas perkara Indrianto, jelas dia, penyidik belum menemukan keterlibatan orang lain, termasuk dua nama pengurus kelompok masyarakat yang disebut dalam putusan.
"Kalau dua orang yang disebut itu saat penyidikan belum ditemukan indikasi atau unsur perbuatan melawan hukum ke arah mereka. Itu makanya, mereka masih sebagai saksi," ucap dia.
Dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Rabu (30/11), majelis hakim memvonis terdakwa Indrianto dengan pidana hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan penjara.
Hakim ketua I Ketut Somanasa dalam putusan turut membebankan terdakwa Indrianto yang berperan sebagai Bendahara Kelompok Masyarakat (Pokmas) Repok Jati Kuning itu membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp445 juta subsider 1,5 tahun penjara.
Hakim turut menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan dan meminta seluruh barang bukti dalam perkara ini dikembalikan ke penyidik untuk kebutuhan pengembangan perkara kepada pengurus pokmas yang turut menikmati keuntungan dari munculnya kerugian negara, yakni M. Abadi dan Mahdi Rahman.
Begitu pula dengan uang titipan dari terdakwa Indrianto senilai Rp16,7 juta. Hakim meminta agar jaksa penuntut umum mengembalikan ke penyidik sebagai bahan kelengkapan penyidikan lanjutan.
Hakim menjatuhkan vonis demikian sesuai dengan tuntutan jaksa yang menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar dakwaan primer, Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lebih lanjut, terdakwa Indrianto melalui penasihat hukum Kadek Sumertha menyatakan menerima putusan tersebut. Sedangkan Yustika Dewi yang mewakili tim jaksa penuntut umum belum menentukan sikap atas putusan hakim.
Pokmas Repok Jati Kuning untuk Desa Sigerongan, Kabupaten Lombok Barat, pada tahun 2018 mendapatkan bantuan Rp1,79 miliar untuk 70 kepala keluarga yang terdampak bencana. Bantuan tersebut untuk perbaikan dan pembangunan rumah warga terdampak.
Pencairan dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama disalurkan Rp500 juta, tahap kedua disalurkan Rp750 juta, dan tahap ketiga disalurkan Rp90 juta.
Namun, setelah pemerintah mencairkan anggaran hingga masuk ke kantong pokmas, sejumlah warga yang terdaftar sebagai penerima tidak kunjung mendapatkan bantuan.
Terungkap uang tersebut telah dinikmati untuk kepentingan pribadi terdakwa Indrianto. Hal itu yang mengakibatkan pelaksanaan program RTG di wilayah tersebut terhambat.
"Kalau memang hakim dalam putusan terdakwa Indrianto memerintahkan kami untuk menelusuri peran atau pihak lain, pasti kami akan laksanakan," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astana di Mataram, Kamis.
Namun, kata dia, untuk mengambil langkah tersebut pihaknya masih harus menunggu putusan lengkap milik terdakwa Indrianto.
"Dari putusan lengkap itu nanti akan kami lihat lagi, ada kemungkinan muncul bukti baru yang menjadi petunjuk kami untuk menelusuri peran orang lain," kata Kasatreskrim Polresta Mataram.
Selama proses penyidikan untuk berkas perkara Indrianto, jelas dia, penyidik belum menemukan keterlibatan orang lain, termasuk dua nama pengurus kelompok masyarakat yang disebut dalam putusan.
"Kalau dua orang yang disebut itu saat penyidikan belum ditemukan indikasi atau unsur perbuatan melawan hukum ke arah mereka. Itu makanya, mereka masih sebagai saksi," ucap dia.
Dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Rabu (30/11), majelis hakim memvonis terdakwa Indrianto dengan pidana hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan penjara.
Hakim ketua I Ketut Somanasa dalam putusan turut membebankan terdakwa Indrianto yang berperan sebagai Bendahara Kelompok Masyarakat (Pokmas) Repok Jati Kuning itu membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp445 juta subsider 1,5 tahun penjara.
Hakim turut menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan dan meminta seluruh barang bukti dalam perkara ini dikembalikan ke penyidik untuk kebutuhan pengembangan perkara kepada pengurus pokmas yang turut menikmati keuntungan dari munculnya kerugian negara, yakni M. Abadi dan Mahdi Rahman.
Begitu pula dengan uang titipan dari terdakwa Indrianto senilai Rp16,7 juta. Hakim meminta agar jaksa penuntut umum mengembalikan ke penyidik sebagai bahan kelengkapan penyidikan lanjutan.
Hakim menjatuhkan vonis demikian sesuai dengan tuntutan jaksa yang menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar dakwaan primer, Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lebih lanjut, terdakwa Indrianto melalui penasihat hukum Kadek Sumertha menyatakan menerima putusan tersebut. Sedangkan Yustika Dewi yang mewakili tim jaksa penuntut umum belum menentukan sikap atas putusan hakim.
Pokmas Repok Jati Kuning untuk Desa Sigerongan, Kabupaten Lombok Barat, pada tahun 2018 mendapatkan bantuan Rp1,79 miliar untuk 70 kepala keluarga yang terdampak bencana. Bantuan tersebut untuk perbaikan dan pembangunan rumah warga terdampak.
Pencairan dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama disalurkan Rp500 juta, tahap kedua disalurkan Rp750 juta, dan tahap ketiga disalurkan Rp90 juta.
Namun, setelah pemerintah mencairkan anggaran hingga masuk ke kantong pokmas, sejumlah warga yang terdaftar sebagai penerima tidak kunjung mendapatkan bantuan.
Terungkap uang tersebut telah dinikmati untuk kepentingan pribadi terdakwa Indrianto. Hal itu yang mengakibatkan pelaksanaan program RTG di wilayah tersebut terhambat.