Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyebutkan, keberadaan menara telekomunikasi atau "tower" tahun 2023 di Mataram tidak lagi menjadi objek retribusi daerah karena adanya kebijakan digitalisasi.
"Tahun depan (2023), objek retribusi tower tidak ada lagi," kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Mataram I Nyoman Swandiasa di Mataram, Senin.
Pernyataan itu disampaikan terkait dengan adanya kebijakan pemerintah untuk digitalisasi, dengan demikian retribusi tower yang selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan daerah tahun depan akan hilang.
Menurutnya, besaran retribusi tower yang didapatkan Pemerintah Kota Mataram setiap tahun mencapai Rp1,040 miliar dari 249 unit tower yang ada di Kota Mataram. Namun dengan adanya program digitalisasi, keberadaan ratusan tower itu tidak lagi menjadi sumber pendapatan daerah.
Penghapusan objek retribusi tower itu akan dilakukan melalui Peraturan Daerah (Perda) Kota Mataram, sesuai dengan ketentuan yang ada.
"Kendati kita kehilangan sumber pendapatan daerah, kita masih punya potensi lain yang bisa digali dan dioptimalkan sebagai sumber pendapatan baru," katanya.
Lebih jauh Swandiasa mengatakan, realisasi retribusi tower di Mataram saat ini baru mencapai 40 persen dari target Rp1,040 miliar.
"Pengalaman tahun-tahun sebelumnya, provider bisa membayar retribusi pada akhir tahun. Jadi kita tetap optimistis target tersebut akan tercapai bahkan terlampaui seperti tahun 2021 yang mencapai Rp1,110 miliar," katanya.
Terkait dengan itu, pihaknya juga aktif mengingatkan para provider di Kota Mataram agar membayar retribusi sebelum jatuh tempo pada 31 Desember 2022.
"Jika provider membayar setelah tanggal jatuh tempo, mereka akan dikenakan denda 2 persen dari retribusi yang harus dibayarkan," katanya.
Untuk tarif, katanya, satu tower dikenakan retribusi sebesar Rp2,8 juta. Besaran tarif tersebut baru mulai berlaku 2021, dan sebelumnya tarif retribusi tower hanya Rp1,4 juta per tahun per tower.
"Terkait kenaikan tarif tower yang diberlakukan mulai tahun 2021 itu, katanya, tidak ada protes dari pihak provider. Apalagi diketahui bisnis telekomunikasi di era pandemi COVID-19 cukup pesat," katanya.
"Tahun depan (2023), objek retribusi tower tidak ada lagi," kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Mataram I Nyoman Swandiasa di Mataram, Senin.
Pernyataan itu disampaikan terkait dengan adanya kebijakan pemerintah untuk digitalisasi, dengan demikian retribusi tower yang selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan daerah tahun depan akan hilang.
Menurutnya, besaran retribusi tower yang didapatkan Pemerintah Kota Mataram setiap tahun mencapai Rp1,040 miliar dari 249 unit tower yang ada di Kota Mataram. Namun dengan adanya program digitalisasi, keberadaan ratusan tower itu tidak lagi menjadi sumber pendapatan daerah.
Penghapusan objek retribusi tower itu akan dilakukan melalui Peraturan Daerah (Perda) Kota Mataram, sesuai dengan ketentuan yang ada.
"Kendati kita kehilangan sumber pendapatan daerah, kita masih punya potensi lain yang bisa digali dan dioptimalkan sebagai sumber pendapatan baru," katanya.
Lebih jauh Swandiasa mengatakan, realisasi retribusi tower di Mataram saat ini baru mencapai 40 persen dari target Rp1,040 miliar.
"Pengalaman tahun-tahun sebelumnya, provider bisa membayar retribusi pada akhir tahun. Jadi kita tetap optimistis target tersebut akan tercapai bahkan terlampaui seperti tahun 2021 yang mencapai Rp1,110 miliar," katanya.
Terkait dengan itu, pihaknya juga aktif mengingatkan para provider di Kota Mataram agar membayar retribusi sebelum jatuh tempo pada 31 Desember 2022.
"Jika provider membayar setelah tanggal jatuh tempo, mereka akan dikenakan denda 2 persen dari retribusi yang harus dibayarkan," katanya.
Untuk tarif, katanya, satu tower dikenakan retribusi sebesar Rp2,8 juta. Besaran tarif tersebut baru mulai berlaku 2021, dan sebelumnya tarif retribusi tower hanya Rp1,4 juta per tahun per tower.
"Terkait kenaikan tarif tower yang diberlakukan mulai tahun 2021 itu, katanya, tidak ada protes dari pihak provider. Apalagi diketahui bisnis telekomunikasi di era pandemi COVID-19 cukup pesat," katanya.