Jakarta, 9/3 (Antara) - Hutan seluas 420 hektare di Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, yang masuk dalam program hutan kemasyarakatan (HKm) siap dilakukan penilaian sertifikasi ekolabel.
     "Para petani hutan sudah menunggu-nunggu kesempatan HKm di daerah kami mendapat sertifikat ekolabel skema Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI)," kata Ketua HKm Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur Jumahir saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu.
     LEI adalah organisasi berbasis konstituen, yang mempunyai misi untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang adil dan lestari di Indonesia,dengan kantor pusat di Kota Bogor, Jawa Barat.
     Menurut Jumahir, selama ini masyarakat petani hutan yang dipimpinnya terus melakukan upaya penanaman dan pemeliharaan tanaman pohon (kayu-kayuan), di antaranya jenis sengon, sonokeling, mahoni, mente, imba, lamtoro, asam lokal dan lainnya.
     Selain itu, juga diselingi tanaman kebun dan buah-buahan, seperti pisang, durian, serta rempah-rempah.
     Ia menjelaskan, selama tanaman jenis kayu-kayuan belum bisa dipanen karena memerlukan waktu 10 tahun ke atas, maka masyarakat mendapat manfaat ekonomi dari tanaman kebun dan buah-buahan.
     Berkaitan dengan keinginan kelompok HKm di Sambelia dapat segera mendapatkan sertifikat akolabel, Jumahir mengatakan bahwa dengan status tersertifikasi, maka petani hutan akan lebih bersemangat untuk melakukan program-program pelestarian.
     "Karena, dengan adanya sertifikat ekolabel maka status HKm yang kami kelola mendapat pengakuan dikelola dengan cara yang baik, legal dan lestari," katanya.
      Sementara itu, Direktur Eksekutif Konsorsium Untuk Studi dan Pengembangan Partisipasi (Konsepsi) NTB --lembaga yang melakukan pendampingan HKm Sambelia-- Rahmat Sabani, STP, MP mengatakan kebijakan HKm merupakan peluang pembangunan kehutanan di Kabupaten Lombok Timur.
     Kabupaten Lombok Timur yang secara administrasi memiliki luas wilayah ± 1.605,55 km2, dengan ekosistem hutan menjadi salah satu tumpuan utama pembangunan wilayah.
      Ia menjelaskan, di Kabupaten Lombok Timur, HKm telah berkembang dari 300 hektare pada tahun 1998 menjadi 1.800 hektar pada tahun 2002.
      Sementara lokasi HKm unit Sambelia, yakni di Desa Sugihan dan Desa Belanting, luasnya mencapai 420 hektare mewakili tipologi HKm pada hutan produksi dataran rendah, beriklim kering dan dibangun atas bantuan Jepang (OECF) pada tahun 1998/1999.
  
                                      Semak belukar
     Rahmat Sabani mengemukakan, sebelum pembangunan HKm, kawasan hutan tersebut merupakan lahan semak belukar muda, belukar tua, dan hutan jarang.
     Penggunaan lahan di HKm Sambelia pada tahun pertama dan kedua (1998/1999) adalah pembudidayaan tanaman padi gogo dan kacang-kacangan sebagai tanaman sela/tumpangsari.
     Pada tahun ketiga hingga saat ini dilakukan budi daya empon-empon karena penutupan tajuk tanaman pohon (kayu-kayuan) mulai rapat dan tertutup.
     "Tetapi hasilnya kurang baik karena kondisi iklim yang kering dan hujan yang jarang diperparah dengan batuan-batuan besar yang menutupi lapisan tanah," katanya.
      Ia menjelaskan, kawasan itu termasuk salah satu wilayah terkering di Pulau Lombok, di mana lahan cukup datar dan berbatu-batu, sehingga secara fisik menjadi lahan marjinal untuk berusaha tani, ditambah faktor kekeringan.   
      Secara umum, kawasan ini sebenarnya sulit dimanfaatkan, apalagi untuk budi daya tanaman semusim.
     Oleh karena itu, tahun 1998 areal ini menjadi sasaran rehabilitasi hutan melalui Proyek Pembangunan HKm yang didanai oleh bantuan Jepang (OECF) dan disahkan oleh Kanwil Departemen Kehutanan Provinsi NTB pada tahun 1999.
     Jumlah peserta HKm di Sambelia sebanyak 507 orang yang terhimpun dalam 20 kelompok kerja/blok yang masing beranggotakan 20-35 orang.
     Dari kelompok usaha ini telah berkembang membentuk wadah ekonomi (koperasi) yang dinamakan "Koperasi Wana Lestari" yang membawahi sembilan KUB (Kelompok Usaha Bersama).
      Beberapa unit usaha dari KUB yang dikembangkan seperti  usaha simpan pinjam, usaha kios sembako, peternakan, dan lainnya.
      Usaha-usaha ini berkembang cukup baik sehingga merupakan usaha pokok bersama dari masing-masing KUB.
       Karena lokasi HKm berada di tepi jalan raya lintas kabupaten di Pulau Lombok, maka infrastruktur jalan sangat baik dan memadai.
       Kondisi itu, katanya, berdampak positif pada pengembangan dan keberadaan sarana dan prasarana ekonomi seperti pasar desa, pasar kecamatan hingga pasar kabupaten.
       "Dengan demikian secara otomatis kegiatan tataniaga hasil HKm berjalan cukup baik dan lancar," demikian Rahmat Sabani. (*)











Pewarta :
Editor : Masnun
Copyright © ANTARA 2024