Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemkes) menyebutkan hingga saat ini ada 10 kasus dengan gejala keracunan pangan akibat mengonsumsi nitrogen cair pada jajanan "chiki ngebul", pangan dengan uap yang dihasilkan melalui proses penggunaan nitrogen cair dalam penyajiannya.

"Jadi, ada 10 kasus yang dengan gejala keracunan pangan," kata Direktur Penyehatan Lingkungan (PL) Kemkes Anas Ma'ruf dalam konferensi pers virtual Kewaspadaan Nitrogen Cair Pada Pangan Siap Saji di Jakarta, Kamis.

Anas menuturkan, pada Kamis, Kemkes menerima satu laporan baru kasus keracunan pangan dari Jawa Timur akibat mengonsumsi chiki ngebul sehingga total kasus hingga saat ini menjadi 10 kasus dengan gejala keracunan pangan.

Sembilan kasus yang dilaporkan yakni satu kasus dari Kabupaten Ponorogo, tujuh kasus dengan gejala dari Kabupaten Tasikmalaya, dan satu kasus dari Jakarta. "Hari ini ada laporan satu dari Jawa Timur bahwa ada kemungkinan anak yang mengalami kejadian keracunan terkait chiki ngebul. Saat ini sedang dilakukan investigasi," ujarnya.

Penggunaan nitrogen cair pada produk pangan siap saji yang menjadi perhatian dan menimbulkan permasalahan bagi kesehatan masyarakat, yaitu ice smoke atau chiki ngebul yang menjadi jajanan dan digemari oleh anak-anak.

Produk tersebut tidak hanya memberikan rasa dingin, tetapi juga sensasi mulut yang mengeluarkan asap, berasal dari nitrogen cair atau liquid nitrogen yaitu nitrogen yang berada dalam keadaan cair pada suhu yang sangat rendah.

"Kalau snacknya tidak masalah tetapi nitrogen cair, maka kalau kita lihat mengapa banyak yang mengonsumsi tetapi kejadiannya itu sedikit karena kalau dimakan snacknya sudah tidak mengandung nitrogen maka tidak berbahaya," tuturnya.

Anas mengatakan dari data kasus keracunan pangan akibat mengonsumsi produk tersebut, mayoritas dialami anak-anak. Gejala yang muncul antara lain mual, muntah dan sakit perut. Sebagai rincian, pada Juli 2022, satu kasus pada anak yang mengonsumsi ice smoke atau chiki ngebul di Desa Ngasinan, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo yang menyebabkan terjadinya luka bakar.

Pada 19 November 2022, UPTD Puskesmas Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya melaporkan terjadi kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan dengan jumlah kasus 23 orang, yang mana satu kasus di antaranya dirujuk ke rumah sakit. Namun, hanya tujuh kasus dari 23 kasus tersebut yang menunjukkan gejala setelah mengonsumsi jajanan chiki ngebul.

Pada 21 Desember 2022, UGD Rumah Sakit Haji Jakarta melaporkan menerima pasien anak laki-laki berumur 4,2 tahun datang dengan keluhan nyeri perut hebat setelah memakan chiki ngebul.

Anas menuturkan dampak kesehatan dari menelan atau menghirup nitrogen cair pada chiki ngebul akan lebih berat dirasakan orang dengan kerentanan seperti orang yang mempunyai penyakit saluran pernapasan atau asma, dan yang memiliki kerentanan pada saluran pencernaan mulai dari kerongkongan sampai ke lambung.

Ia mengatakan jajanan dengan penyajian menggunakan nitrogen cair tidak akan berbahaya bagi konsumen, jika ketika dikonsumsi jajanan sudah tidak mengandung nitrogen karena nitrogen cair tersebut mudah menguap.

Baca juga: Kemenkes sebutkan pertumbuhan ekonomi pengaruhi progres eliminasi TBC
Baca juga: Konsumsi "ice smoke" berkepanjangan sebabkan kerusakan organ

"Persoalannya adalah ketika nitrogen cairnya ini masih dalam kondisi dingin atau masih cukup banyak kadarnya itu masuk baik ke dalam saluran pencernaan maupun juga saluran pernapasan lewat uapnya, ini yang menjadi persoalan," ujarnya.

Anas menuturkan dampak kesehatan dari mengonsumsi nitrogen cair adalah menyebabkan radang dingin dan luka bakar terutama pada beberapa jaringan lunak seperti kulit. Menurut dia, menghirup terlalu banyak uap yang dihasilkan oleh makanan atau minuman yang diproses menggunakan nitrogen cair juga dapat memicu kesulitan bernafas.

Selain itu, mengonsumsi nitrogen yang sudah dicairkan dapat menyebabkan tenggorokan terasa seperti terbakar karena suhu yang teramat dingin dan langsung bersentuhan dengan organ tubuh, dan dapat memicu kerusakan internal organ tubuh.
 

 

Pewarta : Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024