Jakarta (ANTARA) - Head of Fixed Income Schroders Indonesia Soufat Hartawan menyampaikan pasar obligasi Indonesia akan mengalami peningkatan atau rally seiring inflasi Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan melandai pada tahun 2023.
Selain itu, menurut dia, rencana normalisasi kebijakan fiskal dengan defisit di bawah 3 persen oleh pemerintah Indonesia juga akan memberikan sentimen positif terhadap pasar obligasi di dalam negeri pada tahun 2023. “Kami percaya pembalikan kebijakan moneter atau monetary policy reversal akan menjadi katalis bagi pasar obligasi untuk rally,” kata Soufat dalam media briefing bertajuk “Market Outlook 2023” di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu.
Dia melanjutkan pertumbuhan pendapatan pemerintah yang kuat sepanjang tahun 2022 diperkirakan akan mengurangi supply obligasi yang dibutuhkan pada tahun 2023, yang mana akan membantu mendukung harga obligasi. Adapun, tingkat inflasi AS turun ke level 6,5 persen pada Desember 2022 atau menjadi yang terendah pada tahun lalu setelah mencapai puncaknya di level 11,4 persen pada Agustus 2022.
Sebelumnya, investor asing mencatatkan arus modal keluar (outflow) yang besar dari pasar obligasi Indonesia, dikarenakan tekanan inflasi dan pengetatan moneter selama tahun 2022. Seiring dengan besarnya penerbitan baru dalam dua tahun terakhir, kepemilikan investor asing pada obligasi pemerintah mengalami penurunan sebesar 14 persen. "Menurut kami, downside agak terbatas saat ini untuk pasar obligasi dengan potensi flow reversal jika bank sentral menjadi lebih dovish secara progresif," kata Soufat.
Baca juga: Kemenkeu sebut investor antusias lelang SUN berkat rilis data AS
Baca juga: Bahlil sayangkan bentrokan di GNI Morowali
Meskipun demikian, dia mengatakan imbal hasil obligasi akan relatif stabil pada level saat ini di tengah adanya ketidakpastian inflasi dan arah kebijakan moneter di tingkat global pada tahun 2023. "Meskipun outflow yang besar pada tahun 2022, yield obligasi 10 tahun relatif tangguh berkisar antara 7 persen sampai 8 persen sepanjang tahun." kata Soufat.
Dia mengatakan pasar obligasi Indonesia akan cenderung jinak pada semester I- 2023 di tengah tekanan inflasi dan risiko kenaikan suku bunga yang tetap ada. “Namun, kita mungkin melihat transisi menuju semester II-2023 karena inflasi mereda dan bank sentral menjadi lebih dovish,” kata Soufat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Schroders sebut obligasi bakal 'rally' seiring inflasi AS melandai
Selain itu, menurut dia, rencana normalisasi kebijakan fiskal dengan defisit di bawah 3 persen oleh pemerintah Indonesia juga akan memberikan sentimen positif terhadap pasar obligasi di dalam negeri pada tahun 2023. “Kami percaya pembalikan kebijakan moneter atau monetary policy reversal akan menjadi katalis bagi pasar obligasi untuk rally,” kata Soufat dalam media briefing bertajuk “Market Outlook 2023” di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu.
Dia melanjutkan pertumbuhan pendapatan pemerintah yang kuat sepanjang tahun 2022 diperkirakan akan mengurangi supply obligasi yang dibutuhkan pada tahun 2023, yang mana akan membantu mendukung harga obligasi. Adapun, tingkat inflasi AS turun ke level 6,5 persen pada Desember 2022 atau menjadi yang terendah pada tahun lalu setelah mencapai puncaknya di level 11,4 persen pada Agustus 2022.
Sebelumnya, investor asing mencatatkan arus modal keluar (outflow) yang besar dari pasar obligasi Indonesia, dikarenakan tekanan inflasi dan pengetatan moneter selama tahun 2022. Seiring dengan besarnya penerbitan baru dalam dua tahun terakhir, kepemilikan investor asing pada obligasi pemerintah mengalami penurunan sebesar 14 persen. "Menurut kami, downside agak terbatas saat ini untuk pasar obligasi dengan potensi flow reversal jika bank sentral menjadi lebih dovish secara progresif," kata Soufat.
Baca juga: Kemenkeu sebut investor antusias lelang SUN berkat rilis data AS
Baca juga: Bahlil sayangkan bentrokan di GNI Morowali
Meskipun demikian, dia mengatakan imbal hasil obligasi akan relatif stabil pada level saat ini di tengah adanya ketidakpastian inflasi dan arah kebijakan moneter di tingkat global pada tahun 2023. "Meskipun outflow yang besar pada tahun 2022, yield obligasi 10 tahun relatif tangguh berkisar antara 7 persen sampai 8 persen sepanjang tahun." kata Soufat.
Dia mengatakan pasar obligasi Indonesia akan cenderung jinak pada semester I- 2023 di tengah tekanan inflasi dan risiko kenaikan suku bunga yang tetap ada. “Namun, kita mungkin melihat transisi menuju semester II-2023 karena inflasi mereda dan bank sentral menjadi lebih dovish,” kata Soufat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Schroders sebut obligasi bakal 'rally' seiring inflasi AS melandai