Mataram (Antara Mataram) - Pengelola tembakau virginia di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat diduga ikut menyerap elpiji bersubsidi untuk kebutuhan pemanasan (omprongan) bahan baku rokok itu, padahal semestinya usaha industri tidak diperkenankan menggunakan bahan bakar bersubsidi.
"Memang ada dugaan seperti itu, makanya kami sempat kumpulkan para pengelola SPBE untuk menyikapinya," kata Kepala Biro Perekonomian Setda NTB Hendro Kartiko, ketika dikonfirmasi di Mataram, Jumat.
Hendro dikonfirmasi karena informasi yang berkembang menyebutkan, para pengelola tembakau virginia Lombok itu berupaya menyerap elpiji bersubsidi sebanyak-banyaknya untuk kepentingan omprongan tembakau.
Sejak tiga tahun terakhir ini, para pengelola tembakau virginia Lombok terpaksa melakukan konversi tungku bahan bakar omprongan tembakau dari minyak tanah ke bahan bakar alternatif seperti batubara, gas, kayu bakar, dan bahan bakar lainnya, karena minyak tanah bersubsidi dihentikan terkait program konversi elpiji.
Awalnya tungku oven tembakau virginia yang dikelola petani di Lombok sekitar 16 ribu unit yang menggunakan bahan bakar minyak tanah bersubsisi, yang secara bertahap melakukan konversi ke tungku bahan bakar alternatif.
Sampai awal 2013, sebanyak 8.983 unit oven tembakau virginia di Pulau Lombok sudah dikonversi ke tungku batubara, dan sebagian dikonversi ke tungku elpiji, kayu bakar, dan lainnya.
Pengelola tembakau virginia yang menggunakan tungku bahan bakar elpiji, kemudian berupaya menyerap sebanyak-banyak elpiji bersubsidi atau kemasan tiga kilogram.
Dilaporkan, untuk menghasilkan omprongan 1-3 ton tembakau, dibutuhkan elpiji kemasan tiga kilogram sebanyak 50-100 unit.
Hal itu, berarti jatah elpiji bersubsidi yang semestinya diperuntukkan kepada rumah tangga sasaran (RTS), malah diserap usaha industri tembakau.
Namun, proses pembelian elpiji bersubsidi itu tidak dilakukan sekaligus dalam jumlah banyak, atau dibeli secara ecer namun berkali-kali agar bisa ditimbun untuk kepentingan omprongan tembakau virginia itu.
Hendro mengaku hal itu telah dikemukakan dalam pertemuan koordinasi dengan pengelola Stasiun Pengisian Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Pulau Lombok, beberapa hari lalu.
"Para distributor mengaku tidak ada pembelian besar-besaran elpiji kemasan tiga kilogram, atau masih dalam batas kewajaran. Tapi, kami tetap minta para distributor elpiji bersubsidi lebih memperketat pengawasan konsumen, agar tidak mencuat masalah baru," ujarnya.
Sementara itu, terdapat empat unit SPPBE di Pulau Lombok, yang berlokasi di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur dan Kota Mataram.
Sejauh ini, kebutuhan elpiji untuk konsumen di Pulau Lombok mencapai 37 MT sehari atau 1.110 MT sebulan.
Khusus konsumen elpiji bersubsidi, mencapai 679.071 rumah tangga yang menyebar di lima kabupaten/kota.
Hendro juga mengingatkan para pengelola tembakau virginia Lombok agar tidak menggunakan elpiji bersubsidi untuk usaha industri, karena hal itu merupakan jatah rumah tangga sasaran program elpiji bersubsidi.
Kini, sekitar 8.000-an petani tembakau virginia di Pulau Lombok masih bisa memproduksi tembakau kering lebih dari 30 ribu ton setiap tahun.
Tembakau itu dihasilkan dari sekitar 58 ribu hektare lahan, yang melibatkan sebanyak 124.313 orang tenaga kerja, termasuk sekitar 35 ribu tenaga kerja wanita.
Hasil produksi petani tembakau itu, diserap oleh 20 perusahaan mitra petani tembakau yang beroperasi di Lombok, yakni PT Gudang Garam, PT Export Leaf Indonesia (ELI), PT Djarum, dan PT Shadana Arifnusa atau perusahaan milik Sampoerna Group selaku perusahaan mitra petani tembakau di Pulau Lombok yang terbesar.
Selanjutnya, PT Tresno Adi, PT IDS, UD Nyoto Permadi, UD Supianto, CV SML, UD Cakrawala, UD Keluarga Sakti, UD Iswanto, UD Sumber Rezeki, UD Jawara, CV Kemuning Sari, CV Stevi, PR Sukun, UD Selaparang, UD Rinjani Maju Bersama, dan PT AOI.
Versi Dinas Perkebunan NTB, potensi produksi tembakau Virginia di Pulau Lombok mencapai 48 ribu ton atau 95 persen dari total kebutuhan tembakau virginia nasional sebanyak 50 ribu ton/tahun.
Potensi areal tanam tembakau virginia di wilayah NTB, khususnya Pulau Lombok, mencapai 58.516 hektare (ha). Sebanyak 10.098 ha berada di wilayah Kabupaten Lombok Barat, 19.263 ha di Lombok Tengah dan 29.154 ha di Lombok Timur. (*)
"Memang ada dugaan seperti itu, makanya kami sempat kumpulkan para pengelola SPBE untuk menyikapinya," kata Kepala Biro Perekonomian Setda NTB Hendro Kartiko, ketika dikonfirmasi di Mataram, Jumat.
Hendro dikonfirmasi karena informasi yang berkembang menyebutkan, para pengelola tembakau virginia Lombok itu berupaya menyerap elpiji bersubsidi sebanyak-banyaknya untuk kepentingan omprongan tembakau.
Sejak tiga tahun terakhir ini, para pengelola tembakau virginia Lombok terpaksa melakukan konversi tungku bahan bakar omprongan tembakau dari minyak tanah ke bahan bakar alternatif seperti batubara, gas, kayu bakar, dan bahan bakar lainnya, karena minyak tanah bersubsidi dihentikan terkait program konversi elpiji.
Awalnya tungku oven tembakau virginia yang dikelola petani di Lombok sekitar 16 ribu unit yang menggunakan bahan bakar minyak tanah bersubsisi, yang secara bertahap melakukan konversi ke tungku bahan bakar alternatif.
Sampai awal 2013, sebanyak 8.983 unit oven tembakau virginia di Pulau Lombok sudah dikonversi ke tungku batubara, dan sebagian dikonversi ke tungku elpiji, kayu bakar, dan lainnya.
Pengelola tembakau virginia yang menggunakan tungku bahan bakar elpiji, kemudian berupaya menyerap sebanyak-banyak elpiji bersubsidi atau kemasan tiga kilogram.
Dilaporkan, untuk menghasilkan omprongan 1-3 ton tembakau, dibutuhkan elpiji kemasan tiga kilogram sebanyak 50-100 unit.
Hal itu, berarti jatah elpiji bersubsidi yang semestinya diperuntukkan kepada rumah tangga sasaran (RTS), malah diserap usaha industri tembakau.
Namun, proses pembelian elpiji bersubsidi itu tidak dilakukan sekaligus dalam jumlah banyak, atau dibeli secara ecer namun berkali-kali agar bisa ditimbun untuk kepentingan omprongan tembakau virginia itu.
Hendro mengaku hal itu telah dikemukakan dalam pertemuan koordinasi dengan pengelola Stasiun Pengisian Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Pulau Lombok, beberapa hari lalu.
"Para distributor mengaku tidak ada pembelian besar-besaran elpiji kemasan tiga kilogram, atau masih dalam batas kewajaran. Tapi, kami tetap minta para distributor elpiji bersubsidi lebih memperketat pengawasan konsumen, agar tidak mencuat masalah baru," ujarnya.
Sementara itu, terdapat empat unit SPPBE di Pulau Lombok, yang berlokasi di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur dan Kota Mataram.
Sejauh ini, kebutuhan elpiji untuk konsumen di Pulau Lombok mencapai 37 MT sehari atau 1.110 MT sebulan.
Khusus konsumen elpiji bersubsidi, mencapai 679.071 rumah tangga yang menyebar di lima kabupaten/kota.
Hendro juga mengingatkan para pengelola tembakau virginia Lombok agar tidak menggunakan elpiji bersubsidi untuk usaha industri, karena hal itu merupakan jatah rumah tangga sasaran program elpiji bersubsidi.
Kini, sekitar 8.000-an petani tembakau virginia di Pulau Lombok masih bisa memproduksi tembakau kering lebih dari 30 ribu ton setiap tahun.
Tembakau itu dihasilkan dari sekitar 58 ribu hektare lahan, yang melibatkan sebanyak 124.313 orang tenaga kerja, termasuk sekitar 35 ribu tenaga kerja wanita.
Hasil produksi petani tembakau itu, diserap oleh 20 perusahaan mitra petani tembakau yang beroperasi di Lombok, yakni PT Gudang Garam, PT Export Leaf Indonesia (ELI), PT Djarum, dan PT Shadana Arifnusa atau perusahaan milik Sampoerna Group selaku perusahaan mitra petani tembakau di Pulau Lombok yang terbesar.
Selanjutnya, PT Tresno Adi, PT IDS, UD Nyoto Permadi, UD Supianto, CV SML, UD Cakrawala, UD Keluarga Sakti, UD Iswanto, UD Sumber Rezeki, UD Jawara, CV Kemuning Sari, CV Stevi, PR Sukun, UD Selaparang, UD Rinjani Maju Bersama, dan PT AOI.
Versi Dinas Perkebunan NTB, potensi produksi tembakau Virginia di Pulau Lombok mencapai 48 ribu ton atau 95 persen dari total kebutuhan tembakau virginia nasional sebanyak 50 ribu ton/tahun.
Potensi areal tanam tembakau virginia di wilayah NTB, khususnya Pulau Lombok, mencapai 58.516 hektare (ha). Sebanyak 10.098 ha berada di wilayah Kabupaten Lombok Barat, 19.263 ha di Lombok Tengah dan 29.154 ha di Lombok Timur. (*)