Mataram (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Nusa Tenggara Barat memberi perhatian khusus terhadap masalah stunting di Kabupaten Lombok Utara, Lombok Barat dan Lombok Tengah karena persentase kasusnya masih relatif tinggi.
"Kasus stunting di Kabupaten Lombok Utara, Lombok Barat dan Lombok Tengah masih berada di atas 12 persen," kata Kepala Dinkes NTB Lalu Hamzi Fikri, di Mataram, Selasa.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.
Menurut Hamzi, faktor penyebab masih tingginya angka stunting, yakni asupan gizi, pengaruh ekonomi dan faktor sosial budaya, yakni relatif tingginya perkawinan usia muda.
Untuk itu, kata Hamzi, kegiatan pencegahan lebih masif dilakukan pada aspek pencegahan pernikahan dini di kalangan remaja dan pentingnya sanitasi yang memberikan pengaruh penting dalam kasus stunting.
"Masalah stunting cukup kompleks, tidak hanya soal asupan gizi karena masalah ekonomi, tapi ada juga masalah sosial budaya yang korelasinya cukup tinggi dengan pernikahan dini" ujarnya.
Hamzi berharap, keterlibatan semua pihak untuk bersatu padu dalam menekan angka kasus stunting.
Pemerintah Provinsi NTB telah mentargetkan kasus stunting bisa turun 1,5 persen setiap tahunnya sehingga target angka stunting sebesar 14 persen pada 2024 yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo bisa tercapai.
"Alhamdulillah secara spesifik yang kita lakukan untuk penurunan stunting dengan cara memberikan makanan tambahan, kemudian tablet penambah darah, dan intervensi spesifik perbaikan status gizi," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) NTB Hj dr Nurhandini Eka Dewi mengatakan penanganan stunting harus dilakukan mulai dari awal, yakni pencegahan mulai dari calon ibu dengan memberikan pengetahuan tentang pentingnya gizi, sehingga bisa menjaga pola makan.
Ia menambahkan pemberian pemahaman tentang pentingnya sarapan juga perlu dilakukan mulai dari anak SD, SMP dan SMA. Selain itu, literasi dan minum tablet penambah darah sekali seminggu.
"Perlu ada program aksi bergizi di sekolah berupa sarapan bersama kemudian minum tablet penambah darah," ujarnya.
"Kasus stunting di Kabupaten Lombok Utara, Lombok Barat dan Lombok Tengah masih berada di atas 12 persen," kata Kepala Dinkes NTB Lalu Hamzi Fikri, di Mataram, Selasa.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.
Menurut Hamzi, faktor penyebab masih tingginya angka stunting, yakni asupan gizi, pengaruh ekonomi dan faktor sosial budaya, yakni relatif tingginya perkawinan usia muda.
Untuk itu, kata Hamzi, kegiatan pencegahan lebih masif dilakukan pada aspek pencegahan pernikahan dini di kalangan remaja dan pentingnya sanitasi yang memberikan pengaruh penting dalam kasus stunting.
"Masalah stunting cukup kompleks, tidak hanya soal asupan gizi karena masalah ekonomi, tapi ada juga masalah sosial budaya yang korelasinya cukup tinggi dengan pernikahan dini" ujarnya.
Hamzi berharap, keterlibatan semua pihak untuk bersatu padu dalam menekan angka kasus stunting.
Pemerintah Provinsi NTB telah mentargetkan kasus stunting bisa turun 1,5 persen setiap tahunnya sehingga target angka stunting sebesar 14 persen pada 2024 yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo bisa tercapai.
"Alhamdulillah secara spesifik yang kita lakukan untuk penurunan stunting dengan cara memberikan makanan tambahan, kemudian tablet penambah darah, dan intervensi spesifik perbaikan status gizi," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) NTB Hj dr Nurhandini Eka Dewi mengatakan penanganan stunting harus dilakukan mulai dari awal, yakni pencegahan mulai dari calon ibu dengan memberikan pengetahuan tentang pentingnya gizi, sehingga bisa menjaga pola makan.
Ia menambahkan pemberian pemahaman tentang pentingnya sarapan juga perlu dilakukan mulai dari anak SD, SMP dan SMA. Selain itu, literasi dan minum tablet penambah darah sekali seminggu.
"Perlu ada program aksi bergizi di sekolah berupa sarapan bersama kemudian minum tablet penambah darah," ujarnya.