Mataram (ANTARA) - Penyidik Kepolisian Resor Bima Kota, Nusa Tenggara Barat memeriksa tiga anggota DPRD Bima terkait kasus dugaan korupsi dana kredit usaha rakyat (KUR) salah satu bank konvensional yang bergulir pada tahun 2019 dengan anggaran Rp39 miliar.
Kepala Polres Bima Kota Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Rohadi melalui sambungan telepon di Mataram, Selasa, membenarkan perihal adanya pemeriksaan tiga anggota DPRD Bima tersebut dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dana KUR perbankan. "Iya, tiga anggota dewan diperiksa sebagai saksi," katanya.
Tiga anggota DPRD Bima tersebut berinisial D dari Partai Demokrat, K dari PAN, Dan M dari Partai Nasdem. Rohadi pun menyampaikan bahwa penyidik memeriksa ketiga anggota DPRD Bima tersebut karena berperan sebagai koordinator yang membantu petani dan peternak penerima bantuan KUR dalam proses pengajuan hingga pencairan dana dalam bentuk barang.
Dalam rangkaian penyidikan, lanjut dia, penyidik juga telah memeriksa mantan kepala bank penyalur dana KUR berinisial MA. Begitu juga memeriksa lebih dari 400 dari total 1.534 penerima bantuan dana KUR. "Jadi, masih ada lagi penerima yang masuk agenda pemeriksaan, karena banyak," ujarnya.
Penanganan dari kasus ini dimulai pada tahun 2021 berdasarkan adanya laporan penerima dana KUR dari kalangan petani dan peternak di Kabupaten Bima. Dalam laporan penerima, ada dugaan pemotongan jatah. Bantuan yang diterima tidak sesuai dengan aturan penyaluran. Muncul dugaan adanya anggota legislatif yang turut berperan sebagai koordinator penyalur melakukan pemotongan.
Penyidik pun telah mengantongi modus pemotongan jatah tersebut dalam bentuk volume barang. Misal, bantuan dalam bentuk pupuk yang seharusnya diterima 10 karung, namun yang disalurkan hanya 8 karung. "Jadi, bantuan yang seharusnya diterima dalam bentuk barang dengan harga Rp20 juta, menjadi Rp10 juta. Rata-rata ada pemotongan setengah harga," ucap dia.
Dari hasil perhitungan sementara penyidik, nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp4 miliar. Namun untuk memastikan nilai kerugian tersebut, Polres Bima Kota berencana menggandeng BPKP NTB.
Baca juga: Inspektorat NTB minta penyidik kasus bibit sapi Lombok Barat lengkapi data audit
Baca juga: Kejati Bali dalami modus lain dugaan korupsi dana SPI Unud
Dalam proses penyidikan ini pun, pihak kepolisian belum mengungkap peran tersangka. Namun, adanya unsur perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan pemotongan jatah tersebut menjadi dasar kepolisian meningkatkan status penanganan ke tahap penyidikan.
Kepala Polres Bima Kota Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Rohadi melalui sambungan telepon di Mataram, Selasa, membenarkan perihal adanya pemeriksaan tiga anggota DPRD Bima tersebut dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dana KUR perbankan. "Iya, tiga anggota dewan diperiksa sebagai saksi," katanya.
Tiga anggota DPRD Bima tersebut berinisial D dari Partai Demokrat, K dari PAN, Dan M dari Partai Nasdem. Rohadi pun menyampaikan bahwa penyidik memeriksa ketiga anggota DPRD Bima tersebut karena berperan sebagai koordinator yang membantu petani dan peternak penerima bantuan KUR dalam proses pengajuan hingga pencairan dana dalam bentuk barang.
Dalam rangkaian penyidikan, lanjut dia, penyidik juga telah memeriksa mantan kepala bank penyalur dana KUR berinisial MA. Begitu juga memeriksa lebih dari 400 dari total 1.534 penerima bantuan dana KUR. "Jadi, masih ada lagi penerima yang masuk agenda pemeriksaan, karena banyak," ujarnya.
Penanganan dari kasus ini dimulai pada tahun 2021 berdasarkan adanya laporan penerima dana KUR dari kalangan petani dan peternak di Kabupaten Bima. Dalam laporan penerima, ada dugaan pemotongan jatah. Bantuan yang diterima tidak sesuai dengan aturan penyaluran. Muncul dugaan adanya anggota legislatif yang turut berperan sebagai koordinator penyalur melakukan pemotongan.
Penyidik pun telah mengantongi modus pemotongan jatah tersebut dalam bentuk volume barang. Misal, bantuan dalam bentuk pupuk yang seharusnya diterima 10 karung, namun yang disalurkan hanya 8 karung. "Jadi, bantuan yang seharusnya diterima dalam bentuk barang dengan harga Rp20 juta, menjadi Rp10 juta. Rata-rata ada pemotongan setengah harga," ucap dia.
Dari hasil perhitungan sementara penyidik, nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp4 miliar. Namun untuk memastikan nilai kerugian tersebut, Polres Bima Kota berencana menggandeng BPKP NTB.
Baca juga: Inspektorat NTB minta penyidik kasus bibit sapi Lombok Barat lengkapi data audit
Baca juga: Kejati Bali dalami modus lain dugaan korupsi dana SPI Unud
Dalam proses penyidikan ini pun, pihak kepolisian belum mengungkap peran tersangka. Namun, adanya unsur perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan pemotongan jatah tersebut menjadi dasar kepolisian meningkatkan status penanganan ke tahap penyidikan.