Jakarta (ANTARA) - Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan Baktiar Najamudin meminta pemerintah untuk menekan harga pakan ternak unggas yang terus menanjak dengan membuka impor gabah kering giling.
"Dalam situasi kelangkaan pasokan pangan dan pakan seperti sekarang ini, saya kira penting bagi pemerintah untuk menjajaki impor gabah kering giling dari negara penghasil utama beras. Gabah kering bisa dihitung sebagai bahan mentah yang memiliki lebih dari dua produk turunan yang sangat dibutuhkan, yakni beras dan bekatul serta dedak," kata Sultan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Hal ini disampaikan Sultan menyusul adanya keluhan para peternak ayam dan jenis unggas lainnya, soal harga pakan yang masih tinggi, yakni Rp8.500 hingga Rp8.800 per kilogram. Padahal tahun lalu harga pakan Rp7.500 per kilogram.
Dia juga menyebut kontribusi pakan terhadap biaya produksi peternakan mencapai sekitar 60 hingga 70 persen tergantung jenis ternak. Menurutnya, impor gabah kering mungkin terasa asing, tapi patut dicoba sebagai langkah ekonomis dalam memenuhi kebutuhan pangan dan pakan dalam negeri. Salah satu pertimbangannya adalah kebutuhan bahan baku pakan yang sangat tinggi.
"Dedak dan bekatul memiliki peran penting bagi kebutuhan pakan ternak kecil di daerah. Sementara proporsi dedak dalam formula pakan pabrikan rata-rata adalah sebesar 15 persen. Ini angka yang cukup besar dan sangat menentukan tingkat efisiensi biaya produksi dalam industri peternakan," ujarnya.
Menurut data dari berbagai sumber, kata Sultan, saat ini harga dedak padi melonjak mendekati Rp5.000 per kilogram. Meski, sempat sedikit melandai, tapi masih di atas Rp4.000 per kilogram.
Lebih lanjut, Sultan menerangkan bahwa impor komoditas pangan seperti gabah kering bisa memicu peningkatan intensitas industri pengolahan dan berpeluang memperluas lapangan kerja dalam negeri.
Pemerintah juga perlu meningkatkan perhatian pada industri padat karya untuk menekan angka pengangguran yang kian meningkat. "Pilihannya adalah dengan memanfaatkan tingginya kebutuhan impor saat ini. Jangan hanya beras yang diimpor, dalam jangka panjang kita harus mengubah pola impor pangan siap pakai seperti beras dengan mengimpor bahan baku pangan seperti gabah kering giling dari negara lain dengan tujuan hilirisasi," kata Sultan.
Baca juga: Perum Bulog NTB targetkan beli jagung petani 10.000 ton
Baca juga: Pemkab Lombok Tengah mendukung peningkatan mutu pakan ternak
Sultan juga menyebut perdagangan harga gabah pada Kamis (23/2) di pasar internasional terpantau turun dibandingkan hari sebelumnya. Transaksi harian harga gabah untuk kontrak dua bulan ke depan diperjualbelikan di angka 17 dolar AS hundredweight. Bila disetarakan rupiah, nilai ini sekitar Rp5.173,5 per kilogram.
"Dibandingkan dengan harga beras impor, harga gabah impor ini cukup kompetitif dengan harga gabah kering giling tingkat penggilingan yang ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional Rp5.700 per kilogram. Hal ini dinilai tidak akan memengaruhi harga gabah kering petani. Di samping kita memiliki kontrol terhadap kualitas beras yang akan dihasilkan," pungkasnya.
"Dalam situasi kelangkaan pasokan pangan dan pakan seperti sekarang ini, saya kira penting bagi pemerintah untuk menjajaki impor gabah kering giling dari negara penghasil utama beras. Gabah kering bisa dihitung sebagai bahan mentah yang memiliki lebih dari dua produk turunan yang sangat dibutuhkan, yakni beras dan bekatul serta dedak," kata Sultan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Hal ini disampaikan Sultan menyusul adanya keluhan para peternak ayam dan jenis unggas lainnya, soal harga pakan yang masih tinggi, yakni Rp8.500 hingga Rp8.800 per kilogram. Padahal tahun lalu harga pakan Rp7.500 per kilogram.
Dia juga menyebut kontribusi pakan terhadap biaya produksi peternakan mencapai sekitar 60 hingga 70 persen tergantung jenis ternak. Menurutnya, impor gabah kering mungkin terasa asing, tapi patut dicoba sebagai langkah ekonomis dalam memenuhi kebutuhan pangan dan pakan dalam negeri. Salah satu pertimbangannya adalah kebutuhan bahan baku pakan yang sangat tinggi.
"Dedak dan bekatul memiliki peran penting bagi kebutuhan pakan ternak kecil di daerah. Sementara proporsi dedak dalam formula pakan pabrikan rata-rata adalah sebesar 15 persen. Ini angka yang cukup besar dan sangat menentukan tingkat efisiensi biaya produksi dalam industri peternakan," ujarnya.
Menurut data dari berbagai sumber, kata Sultan, saat ini harga dedak padi melonjak mendekati Rp5.000 per kilogram. Meski, sempat sedikit melandai, tapi masih di atas Rp4.000 per kilogram.
Lebih lanjut, Sultan menerangkan bahwa impor komoditas pangan seperti gabah kering bisa memicu peningkatan intensitas industri pengolahan dan berpeluang memperluas lapangan kerja dalam negeri.
Pemerintah juga perlu meningkatkan perhatian pada industri padat karya untuk menekan angka pengangguran yang kian meningkat. "Pilihannya adalah dengan memanfaatkan tingginya kebutuhan impor saat ini. Jangan hanya beras yang diimpor, dalam jangka panjang kita harus mengubah pola impor pangan siap pakai seperti beras dengan mengimpor bahan baku pangan seperti gabah kering giling dari negara lain dengan tujuan hilirisasi," kata Sultan.
Baca juga: Perum Bulog NTB targetkan beli jagung petani 10.000 ton
Baca juga: Pemkab Lombok Tengah mendukung peningkatan mutu pakan ternak
Sultan juga menyebut perdagangan harga gabah pada Kamis (23/2) di pasar internasional terpantau turun dibandingkan hari sebelumnya. Transaksi harian harga gabah untuk kontrak dua bulan ke depan diperjualbelikan di angka 17 dolar AS hundredweight. Bila disetarakan rupiah, nilai ini sekitar Rp5.173,5 per kilogram.
"Dibandingkan dengan harga beras impor, harga gabah impor ini cukup kompetitif dengan harga gabah kering giling tingkat penggilingan yang ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional Rp5.700 per kilogram. Hal ini dinilai tidak akan memengaruhi harga gabah kering petani. Di samping kita memiliki kontrol terhadap kualitas beras yang akan dihasilkan," pungkasnya.