Mataram (ANTARA) - Hakim Banding Pengadilan Tinggi Mataram, Nusa Tenggara Barat, meminta jaksa penuntut umum sebagai penyidik yang menangani perkara korupsi Bank Perkreditan Rakyat Lombok Tengah Cabang Batukliang untuk menentukan status hukum anggota Polri bernama I Made Sudarmaya.
"Menimbang bahwa dalam ketentuan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang RI tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal ini menegaskan bahwa hanya terpidana yang dapat mengembalikan uang pengganti, bukan saksi seperti tuntutan dalam poin 5. Untuk itu, demi kepastian hukum maka penuntut umum segera meningkatkan status hukum I Made Sudarmaya ke tahap penuntutan," demikian uraian pertimbangan hakim dalam amar putusan banding milik terdakwa Agus Fanahesa dan Johari yang diperoleh di Mataram, Selasa.
Dalam tuntutan pada poin 5 tersebut menjelaskan tentang permintaan penuntut umum kepada majelis hakim agar membebankan saksi I Made Sudarmaya membayar uang pengganti kerugian negara sesuai berita acara perhitungan ahli audit sebesar Rp2,38 miliar.
Mengenai hal tersebut, majelis hakim banding yang diketuai Lilik Mulyadi dengan anggota I Gede Mayun dan Mahsan turut menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama yang menilai sudah memutus secara tepat dan benar bahwa terdakwa Agus Fanahesa dan Johari tidak perlu dibebankan membayar uang pengganti karena tidak terbukti menerima aliran dana dari munculnya kerugian negara.
Hakim banding pun menyatakan sependapat dengan alasan penasihat hukum kedua terdakwa bahwa yang bertanggung jawab sepenuhnya atas pengembalian uang pengganti adalah I Made Sudarmaya yang menikmati sendiri seluruh kerugian negara tersebut.
Hartono, ketua tim penasihat hukum terdakwa Johari, mendengar adanya pertimbangan hakim banding tersebut mengatakan bahwa kliennya menghormati putusan itu dan menyatakan tidak mengajukan upaya hukum lanjutan.
"Pada dasarnya, sejak adanya putusan pengadilan tingkat pertama, klien kami sudah menyatakan menerima. Begitu juga dengan putusan banding kali ini yang menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama," ujar Hartono.
Mengenai putusan banding yang menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dengan menyatakan kerugian Rp1 juta yang dibebankan penuntut umum tidak terbukti, Hartono menyatakan bahwa kliennya sependapat dengan hakim.
"Karena itu (Rp1 juta) memang bukan dari kerugian yang muncul dalam perkara ini. Melainkan kerugian seutuhnya Rp2,38 miliar itu hanya dinikmati sendiri oleh I Made Sudarmaya yang sampai saat ini masih berstatus saksi dalam perkara ini," ujarnya.
Untuk itu, Hartono mendukung penuntut umum yang sekaligus bertindak sebagai penyidik dalam perkara ini untuk melakukan pemulihan kerugian negara sesuai pertimbangan hakim banding, yakni meningkatkan status hukum I Made Sudarmaya ke tahap penuntutan.
"Salam fakta persidangan, peran I Made Sudarmaya ini sudah jelas sebagai orang yang menikmati kerugian negara Rp2,38 miliar dan yang bersangkutan ketika hadir di persidangan juga sudah mengakui perbuatannya. Jadi, tunggu apalagi. Kepastian hukum terkait siapa yang harus menanggung pemulihan kerugian negara ini harus jelas," ucap dia.
Terkait dengan pertimbangan tersebut, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Lombok Tengah Bratha Hariputra yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon belum juga memberikan tanggapan.
Sementara itu, Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo mengatakan bahwa tindak lanjut dari penerimaan putusan banding milik terdakwa Agus Fanahesa dan Johari pada akhir pekan lalu, pihaknya kini masih mempersiapkan secara administrasi untuk proses pemberitahuan ke pihak terdakwa maupun penuntut umum.
"Salinan putusan belum kami serahkan ke para pihak, masih proses administrasi di kami. Yang jelas, pastinya akan kami sampaikan dengan melampirkan putusan asli, karena itu kebutuhan para pihak untuk upaya hukum lainnya," kata Kelik.
Putusan banding terdakwa Agus Fanahesa dan Johari dalam perkara korupsi kredit fiktif Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Lombok Tengah Cabang Batukliang tercatat dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Mataram dengan Nomor: 1/PID.TPK/2023/PT MTR, tanggal 21 Februari 2023.
Dalam putusan, hakim banding menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram Nomor: 26/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mtr, tanggal 21 Desember 2022 yang sebelumnya dimohonkan banding oleh penuntut umum.
Putusan banding ini pun merupakan tindak lanjut permohonan dari penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Lombok Tengah.
Pertimbangan jaksa mengajukan banding perihal putusan hakim yang meniadakan pembayaran uang pengganti kerugian negara seperti uraian tuntutan.
Menurut penuntut umum, uang pengganti kerugian negara yang dibebankan kepada kedua terdakwa sudah terlihat jelas dalam fakta persidangan. Namun, dalam putusan pengadilan tingkat pertama, hakim tidak membenarkan kerugian tersebut kepada kedua terdakwa.
Meskipun nominal dari uang yang diterima kedua terdakwa terbilang cukup kecil dengan nilai Rp1 juta dan Rp2 juta, namun jaksa meyakini uang tersebut bagian dari nilai kerugian negara yang turut dinikmati dari adanya pengajuan kredit atas nama 199 anggota Polri oleh I Made Sudarmaya.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram pada 21 Desember 2022 menjatuhkan vonis hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Agus Fanahesa dan Johari yang terbukti secara sah melanggar dakwaan subsider penuntut umum.
Dalam dakwaan tersebut, hakim menyatakan kedua terdakwa terbukti turut memperkaya orang lain, dalam hal ini pihak yang mengajukan kredit fiktif mengatasnamakan 199 anggota Polri tersebut, yakni I Made Sudarmaya.
Karena itu, vonis hukuman tersebut merujuk pada aturan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam putusan, hakim kepada kedua terdakwa yang memiliki peran berbeda tidak membebankan untuk membayar uang pengganti kerugian negara seperti tuntutan jaksa penuntut umum, Rp1 juta untuk Johari dan Rp2 juta untuk Agus Fanahesa.
Hakim menyatakan hal demikian karena tidak menemukan fakta yang menguatkan bukti kedua terdakwa menikmati uang kerugian negara tersebut. Angka Rp1 juta dan Rp2 juta tersebut dinilai sebagai upah yang diterima dari I Made Sudarmaya, bukan dari uang kredit.
Hakim pun memerintahkan agar jaksa melakukan pengembangan dalam upaya pemulihan kerugian negara Rp2,38 miliar yang telah dibebankan kepada I Made Sudarmaya sebagai saksi dari perkara tersebut.
Vonis yang dijatuhkan terhadap terdakwa juga lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut agar hakim menjatuhkan hukuman 2 tahun dan 6 bulan penjara.
Jaksa dalam dakwaan Agus Fanahesa dan Johari menjelaskan bahwa perkara kredit fiktif pada BPR Lombok Tengah Cabang Batukliang ini muncul dari adanya tunggakan pembayaran.
Tunggakan tersebut terungkap akibat adanya pencatutan nama untuk 199 anggota Ditsamapta Polda NTB dengan kerugian Rp2,38 miliar.
Jaksa pun menguraikan dalam dakwaan bahwa IMS ketika menduduki jabatan Perwira Administrasi Urusan Keuangan Direktorat Sabhara Polda NTB sebagai dalang dari perkara kredit fiktif ini.
Sudarmaya yang kini diketahui bertugas di Polres Bima Kota disebut dalam dakwaan sebagai pihak yang menikmati dari pinjaman Rp2,38 miliar. Nilai pinjaman tersebut tercatat dalam pengajuan kredit periode 2014-2017.
Dalam perkara ini, terdakwa Johari berperan sebagai "Account Officer" pada BPR Lombok Tengah Cabang Batukliang. Johari menjadi terdakwa bersama Agus Fanahesa yang menjabat sebagai Kepala Pemasaran BPR Lombok Tengah Cabang Batukliang.
"Menimbang bahwa dalam ketentuan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang RI tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal ini menegaskan bahwa hanya terpidana yang dapat mengembalikan uang pengganti, bukan saksi seperti tuntutan dalam poin 5. Untuk itu, demi kepastian hukum maka penuntut umum segera meningkatkan status hukum I Made Sudarmaya ke tahap penuntutan," demikian uraian pertimbangan hakim dalam amar putusan banding milik terdakwa Agus Fanahesa dan Johari yang diperoleh di Mataram, Selasa.
Dalam tuntutan pada poin 5 tersebut menjelaskan tentang permintaan penuntut umum kepada majelis hakim agar membebankan saksi I Made Sudarmaya membayar uang pengganti kerugian negara sesuai berita acara perhitungan ahli audit sebesar Rp2,38 miliar.
Mengenai hal tersebut, majelis hakim banding yang diketuai Lilik Mulyadi dengan anggota I Gede Mayun dan Mahsan turut menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama yang menilai sudah memutus secara tepat dan benar bahwa terdakwa Agus Fanahesa dan Johari tidak perlu dibebankan membayar uang pengganti karena tidak terbukti menerima aliran dana dari munculnya kerugian negara.
Hakim banding pun menyatakan sependapat dengan alasan penasihat hukum kedua terdakwa bahwa yang bertanggung jawab sepenuhnya atas pengembalian uang pengganti adalah I Made Sudarmaya yang menikmati sendiri seluruh kerugian negara tersebut.
Hartono, ketua tim penasihat hukum terdakwa Johari, mendengar adanya pertimbangan hakim banding tersebut mengatakan bahwa kliennya menghormati putusan itu dan menyatakan tidak mengajukan upaya hukum lanjutan.
"Pada dasarnya, sejak adanya putusan pengadilan tingkat pertama, klien kami sudah menyatakan menerima. Begitu juga dengan putusan banding kali ini yang menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama," ujar Hartono.
Mengenai putusan banding yang menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dengan menyatakan kerugian Rp1 juta yang dibebankan penuntut umum tidak terbukti, Hartono menyatakan bahwa kliennya sependapat dengan hakim.
"Karena itu (Rp1 juta) memang bukan dari kerugian yang muncul dalam perkara ini. Melainkan kerugian seutuhnya Rp2,38 miliar itu hanya dinikmati sendiri oleh I Made Sudarmaya yang sampai saat ini masih berstatus saksi dalam perkara ini," ujarnya.
Untuk itu, Hartono mendukung penuntut umum yang sekaligus bertindak sebagai penyidik dalam perkara ini untuk melakukan pemulihan kerugian negara sesuai pertimbangan hakim banding, yakni meningkatkan status hukum I Made Sudarmaya ke tahap penuntutan.
"Salam fakta persidangan, peran I Made Sudarmaya ini sudah jelas sebagai orang yang menikmati kerugian negara Rp2,38 miliar dan yang bersangkutan ketika hadir di persidangan juga sudah mengakui perbuatannya. Jadi, tunggu apalagi. Kepastian hukum terkait siapa yang harus menanggung pemulihan kerugian negara ini harus jelas," ucap dia.
Terkait dengan pertimbangan tersebut, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Lombok Tengah Bratha Hariputra yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon belum juga memberikan tanggapan.
Sementara itu, Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo mengatakan bahwa tindak lanjut dari penerimaan putusan banding milik terdakwa Agus Fanahesa dan Johari pada akhir pekan lalu, pihaknya kini masih mempersiapkan secara administrasi untuk proses pemberitahuan ke pihak terdakwa maupun penuntut umum.
"Salinan putusan belum kami serahkan ke para pihak, masih proses administrasi di kami. Yang jelas, pastinya akan kami sampaikan dengan melampirkan putusan asli, karena itu kebutuhan para pihak untuk upaya hukum lainnya," kata Kelik.
Putusan banding terdakwa Agus Fanahesa dan Johari dalam perkara korupsi kredit fiktif Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Lombok Tengah Cabang Batukliang tercatat dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Mataram dengan Nomor: 1/PID.TPK/2023/PT MTR, tanggal 21 Februari 2023.
Dalam putusan, hakim banding menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram Nomor: 26/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mtr, tanggal 21 Desember 2022 yang sebelumnya dimohonkan banding oleh penuntut umum.
Putusan banding ini pun merupakan tindak lanjut permohonan dari penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Lombok Tengah.
Pertimbangan jaksa mengajukan banding perihal putusan hakim yang meniadakan pembayaran uang pengganti kerugian negara seperti uraian tuntutan.
Menurut penuntut umum, uang pengganti kerugian negara yang dibebankan kepada kedua terdakwa sudah terlihat jelas dalam fakta persidangan. Namun, dalam putusan pengadilan tingkat pertama, hakim tidak membenarkan kerugian tersebut kepada kedua terdakwa.
Meskipun nominal dari uang yang diterima kedua terdakwa terbilang cukup kecil dengan nilai Rp1 juta dan Rp2 juta, namun jaksa meyakini uang tersebut bagian dari nilai kerugian negara yang turut dinikmati dari adanya pengajuan kredit atas nama 199 anggota Polri oleh I Made Sudarmaya.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram pada 21 Desember 2022 menjatuhkan vonis hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Agus Fanahesa dan Johari yang terbukti secara sah melanggar dakwaan subsider penuntut umum.
Dalam dakwaan tersebut, hakim menyatakan kedua terdakwa terbukti turut memperkaya orang lain, dalam hal ini pihak yang mengajukan kredit fiktif mengatasnamakan 199 anggota Polri tersebut, yakni I Made Sudarmaya.
Karena itu, vonis hukuman tersebut merujuk pada aturan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam putusan, hakim kepada kedua terdakwa yang memiliki peran berbeda tidak membebankan untuk membayar uang pengganti kerugian negara seperti tuntutan jaksa penuntut umum, Rp1 juta untuk Johari dan Rp2 juta untuk Agus Fanahesa.
Hakim menyatakan hal demikian karena tidak menemukan fakta yang menguatkan bukti kedua terdakwa menikmati uang kerugian negara tersebut. Angka Rp1 juta dan Rp2 juta tersebut dinilai sebagai upah yang diterima dari I Made Sudarmaya, bukan dari uang kredit.
Hakim pun memerintahkan agar jaksa melakukan pengembangan dalam upaya pemulihan kerugian negara Rp2,38 miliar yang telah dibebankan kepada I Made Sudarmaya sebagai saksi dari perkara tersebut.
Vonis yang dijatuhkan terhadap terdakwa juga lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut agar hakim menjatuhkan hukuman 2 tahun dan 6 bulan penjara.
Jaksa dalam dakwaan Agus Fanahesa dan Johari menjelaskan bahwa perkara kredit fiktif pada BPR Lombok Tengah Cabang Batukliang ini muncul dari adanya tunggakan pembayaran.
Tunggakan tersebut terungkap akibat adanya pencatutan nama untuk 199 anggota Ditsamapta Polda NTB dengan kerugian Rp2,38 miliar.
Jaksa pun menguraikan dalam dakwaan bahwa IMS ketika menduduki jabatan Perwira Administrasi Urusan Keuangan Direktorat Sabhara Polda NTB sebagai dalang dari perkara kredit fiktif ini.
Sudarmaya yang kini diketahui bertugas di Polres Bima Kota disebut dalam dakwaan sebagai pihak yang menikmati dari pinjaman Rp2,38 miliar. Nilai pinjaman tersebut tercatat dalam pengajuan kredit periode 2014-2017.
Dalam perkara ini, terdakwa Johari berperan sebagai "Account Officer" pada BPR Lombok Tengah Cabang Batukliang. Johari menjadi terdakwa bersama Agus Fanahesa yang menjabat sebagai Kepala Pemasaran BPR Lombok Tengah Cabang Batukliang.