Mataram (ANTARA) - Perkara dugaan korupsi dalam pengelolaan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, masuk penyidikan kejaksaan.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumbawa Adung Sutranggono ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon di Mataram, Selasa, membenarkan bahwa penanganan perkara tersebut kini telah masuk tahap penyidikan bidang pidana khusus.

"Sesuai dengan hasil gelar perkara pada Senin (27/2), penanganan dari perkara dugaan korupsi pada RSUD Sumbawa ini kami tetapkan masuk ke tahap penyidikan," kata Adung.

Pertimbangan perkara ini masuk tahap penyidikan karena kejaksaan telah menemukan indikasi adanya perbuatan melawan hukum.

"Iya, sudah ada PMH (perbuatan melawan hukum) makanya naik penyidikan. Tetapi, ini masih penyidikan umum, belum ke persoalan kerugian negara," ujarnya.
Tindak lanjut dari peningkatan status penanganan itu, tambah Adung, penyidik telah menyusun agenda pemeriksaan terhadap saksi yang sebelumnya pernah memberikan keterangan pada tahap penyelidikan.

Hingga hari ini, sudah ada enam orang saksi yang diperiksa penyidik. Mereka berasal dari sejumlah pegawai RSUD Sumbawa dan rekanan pelaksana proyek.

"Jadi, pemeriksaan ini masih akan terus berlanjut. Bukan hanya di kalangan RSUD, akan ada ke para pihak yang berkaitan dengan pengelolaan dana," ucap dia.

Kejari Sumbawa menangani kasus ini berdasarkan adanya laporan dari masyarakat. Tindak lanjut laporan, jaksa melakukan kajian dari dokumen kelengkapan laporan yang menguatkan indikasi pidana dalam pengelolaan dana BLUD tahun 2021.

Laporan ini sebelumnya terungkap pernah masuk ke Kejati NTB pada November 2021. Dalam laporan itu, diuraikan terkait adanya proyek pengadaan barang dan jasa dengan anggaran satu miliar lebih dilelang menggunakan mekanisme penunjukan langsung.

Proyek tersebut antara lain pengadaan alat kesehatan DRX Ascend System yang nilainya mencapai Rp1,49 miliar, ada juga mobile DR senilai Rp1,04 miliar.

Menurut pelapor, ada dugaan mekanisme yang berbenturan dengan Peraturan Bupati Sumbawa Nomor: 16/2015 tentang PBJ pada BLUD RSUD Sumbawa dan Perpres Nomor: 16/2018 tentang PBJ Pemerintah.

Kemudian, ada juga penyimpangan anggaran jasa pelayanan kesehatan (jaspelkes). Muncul dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam remunerasi pegawai.
Dalam laporan, direktur RSUD Sumbawa periode pengelolaan dana BLUD tahun 2021 diduga turut mendapatkan keistimewaan dengan jatah 5 persen dari total keseluruhan jaspelkes.

Dasar hukum itu pun mengacu pada Peraturan Direktur RSUD Sumbawa Nomor: 82/2021 tentang Pembagian Jaspel pada RSUD Sumbawa.

Dalam uraian peraturan, besaran jaspelkes ini untuk unsur pimpinan dengan remunerasi dari jaspelkes 5 persen yang dibagi lagi menjadi 3 persen untuk kinerja direktur; 0,77 persen kinerja kabag TU; 0,73 persen kinerja kabid pelayanan; dan 0,5 persen kinerja kabid keperawatan.

Padahal, untuk pengaturan jaspelkes ini harus mengacu pada Permendagri Nomor: 79/2018 tentang BLUD yang berisi tentang Aturan Pembagian Remunerasi yang menggunakan peraturan kepala daerah, bukan peraturan direktur RSUD.

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024