Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendorong pemerintah daerah untuk memanfaatkan dana lingkungan yang mencapai lebih dari Rp15 triliun yang tersimpan di Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
"Sekarang dana di BPDLH itu tersedia lebih dari Rp15 triliun. Kita mesti adu cepat mengusulkannya," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dalam rapat kerja teknis nasional tentang pengendalian perubahan iklim di Jakarta, Rabu.
Siti menuturkan dana lingkungan yang tersimpan di BPDLH itu dapat menjawab tantangan pemerintah daerah tentang kecilnya dana lingkungan yang dialokasikan di dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
BPDLH merupakan badan layanan umum di bawah Kementerian Keuangan yang menyediakan fleksibilitas pengelolaan dana, baik penghimpunan dana dari berbagai sumber pendanaan hingga penyaluran dana kepada kementerian, lembaga, badan usaha, maupun kepada penerima manfaat perorangan.
Dana yang dikelola oleh BPDLH selain bersumber dari dana APBN, juga berasal dari dana reboisasi, dana hibah dari green climate fund untuk proyek REDD+ RBP, dana hibah dari Ford Foundation melalui program community based Program Dana TERRA.
Dana itu juga dari pinjaman Bank Dunia untuk program Pooling Fund Bencana, mangrove for coastal resilience, dana hibah Bank Dunia untuk program FCPF-Forest Carbon Facility Partnership Result Based Payment REDD+, Bio-CF for Initiative for Sustainable Forest Landscape Result based payment REDD+.
Dalam wadah BPDLH, pemerintah menjamin seluruh dana yang diinvestasikan oleh mitra kepada BPDLH akan dikelola secara efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. "BPDLH itu yang penting adalah program, implementasi, dan transparansi. Saya kira ini yang membuat pekerjaan kita tambah banyak karena implementasinya harus kelihatan," kata Menteri Siti.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional untuk Nationally Determined Contribution (NDC) bidang kehutanan, energi, pertanian, dan industri sebagai urusan pilihan. Sedangkan, limbah sebagai bagian dari bidang lingkungan hidup merupakan urusan wajib.
Lebih lanjut Menteri Siti menyampaikan bahwa pengaturan lebih lanjut urusan pemerintahan untuk setiap bidang akan menentukan kontribusi daerah dalam mencapai target NDC. NDC adalah komitmen yang harus dipenuhi dan dibuktikan melalui proses monitoring, reporting, dan verification (MRV), maka kontribusi provinsi ke dalam NDC sesuai dengan karakteristik, kapasitas, profil emisi gas rumah kaca, dan berbagai faktor lainnya yang ada pada setiap provinsi.
Baca juga: KLHK deteksi 81 titik panas kebakaran hutan di Indonesia
Baca juga: KLHK sebut realisasi perhutanan sosial 5,31 juta hektare
Pada 28 Februari 2023, BPDLH bersama Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur menandatangani perjanjian kerja sama dari program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF)–Carbon Fund.
Kalimantan Timur adalah daerah pertama yang menerima pembayaran berbasis kinerja atau result based payment (RBP) reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan lahan gambut, sekaligus (REDD+) dengan penerima manfaat sampai ke tingkat tapak.
Pemerintah Indonesia telah menerima pembayaran pertama dari program FCPF–Carbon Fund sebesar 20,9 juta dolar AS atau setara Rp303 miliar melalui BPDLH, dan pembayaran secara penuh 110 juta dolar AS atau hampir senilai Rp1,7 triliun akan diberikan setelah finalisasi verifikasi oleh pihak ketiga.*
"Sekarang dana di BPDLH itu tersedia lebih dari Rp15 triliun. Kita mesti adu cepat mengusulkannya," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dalam rapat kerja teknis nasional tentang pengendalian perubahan iklim di Jakarta, Rabu.
Siti menuturkan dana lingkungan yang tersimpan di BPDLH itu dapat menjawab tantangan pemerintah daerah tentang kecilnya dana lingkungan yang dialokasikan di dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
BPDLH merupakan badan layanan umum di bawah Kementerian Keuangan yang menyediakan fleksibilitas pengelolaan dana, baik penghimpunan dana dari berbagai sumber pendanaan hingga penyaluran dana kepada kementerian, lembaga, badan usaha, maupun kepada penerima manfaat perorangan.
Dana yang dikelola oleh BPDLH selain bersumber dari dana APBN, juga berasal dari dana reboisasi, dana hibah dari green climate fund untuk proyek REDD+ RBP, dana hibah dari Ford Foundation melalui program community based Program Dana TERRA.
Dana itu juga dari pinjaman Bank Dunia untuk program Pooling Fund Bencana, mangrove for coastal resilience, dana hibah Bank Dunia untuk program FCPF-Forest Carbon Facility Partnership Result Based Payment REDD+, Bio-CF for Initiative for Sustainable Forest Landscape Result based payment REDD+.
Dalam wadah BPDLH, pemerintah menjamin seluruh dana yang diinvestasikan oleh mitra kepada BPDLH akan dikelola secara efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. "BPDLH itu yang penting adalah program, implementasi, dan transparansi. Saya kira ini yang membuat pekerjaan kita tambah banyak karena implementasinya harus kelihatan," kata Menteri Siti.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional untuk Nationally Determined Contribution (NDC) bidang kehutanan, energi, pertanian, dan industri sebagai urusan pilihan. Sedangkan, limbah sebagai bagian dari bidang lingkungan hidup merupakan urusan wajib.
Lebih lanjut Menteri Siti menyampaikan bahwa pengaturan lebih lanjut urusan pemerintahan untuk setiap bidang akan menentukan kontribusi daerah dalam mencapai target NDC. NDC adalah komitmen yang harus dipenuhi dan dibuktikan melalui proses monitoring, reporting, dan verification (MRV), maka kontribusi provinsi ke dalam NDC sesuai dengan karakteristik, kapasitas, profil emisi gas rumah kaca, dan berbagai faktor lainnya yang ada pada setiap provinsi.
Baca juga: KLHK deteksi 81 titik panas kebakaran hutan di Indonesia
Baca juga: KLHK sebut realisasi perhutanan sosial 5,31 juta hektare
Pada 28 Februari 2023, BPDLH bersama Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur menandatangani perjanjian kerja sama dari program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF)–Carbon Fund.
Kalimantan Timur adalah daerah pertama yang menerima pembayaran berbasis kinerja atau result based payment (RBP) reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan lahan gambut, sekaligus (REDD+) dengan penerima manfaat sampai ke tingkat tapak.
Pemerintah Indonesia telah menerima pembayaran pertama dari program FCPF–Carbon Fund sebesar 20,9 juta dolar AS atau setara Rp303 miliar melalui BPDLH, dan pembayaran secara penuh 110 juta dolar AS atau hampir senilai Rp1,7 triliun akan diberikan setelah finalisasi verifikasi oleh pihak ketiga.*