Mataram, (Antara) - Ketua DPD PDIP Nusa Tenggara Barat H Rahmat Hidayat mengkritisi kebijakan Gubernur TGH M Zainul Majdi bersama wakilnya H Muh Amin jelang satu tahun kepemimpinan pasangan tersebut.
Salah satu kebijakan itu, yakni terkait rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB yang akan mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang tradisi adat perkawinan "nyongkolan" masyarakat suku sasak di Pulau Lombok.
"Memangnya tidak ada kerjaan lain gubernur itu, dengan membuat Pergub soal nyongkolan, padahal sudah jelas aturannya sudah ada tapi tidak tertulis seperti tradisi lainnya," kata Rahmat Hidayat di Mataram, Selasa.
Ia mengaku heran terkait rencana usulan untuk membuat Pergub nyongkolan tersebut, sebab pihaknya merasa khawatir jika itu dilakukan akan mematikan tradisi dan warisan budaya, khususnya suku sasak di Pulau Lombok. Apa lagi, jika Pergub itu dipaksakan untuk diterbitkan akan mematikan kreativitas para pemuda.
"Kalau tidak suka, diberitahu baik-baik, berbicara dengan tokoh ada, masyarakat. Jadi bukan asal mengeluarkan Pergub," sesalnya.
Menurut Rahmat Hidayat yang juga merupakan anggota DPR RI dari Dapil NTB ini, bahwa jauh lebih penting dari sekedar Pergub itu, yakni bagaimana pemerintah daerah memberi jaminan keamanan kepada masyarakat. Sebab, sampai saat ini persoalan keamanan di NTB masih menjadi sorotan, karena bagaimanapun NTB merupakan destinasi wisata unggulan di Indonesia.
"Ini mestinya yang harus menjadi perhatian pemerintah provinsi. Kalau masyarakat sudah tercukupi makan dan kesejahteraannya tentu masalah keamananan pasti bisa teratasi," ucapnya.
Selain itu, mantan anggota DPRD NTB ini juga mempertanyakan peran Majelis Adat Sasak (MAS), yang sampai saat ini terkesan lamban dalam mencari solusi yang berkaitan dengan masalah ada di daerah itu.
"Kalau itu saja tidak bisa mereka menyelesaikan, buat apa ada MAS. Karena, jangan semua persoalan langsung dibawa ke politis," tegasnya.
Oleh karena itu, ia mengingatkan kepada gubernur untuk berhati-hati untuk mengeluarkan kebijakan, terlebih lagi terkait persoalan adat. Termasuk, dalam mengeluarkan bahasa bangsa sasak, sebab tidak ada negara di dalam negara.
"Urusan adat ya adat bukan ke pemerintah. Karena semua itu suda ada awik-awiknya," kata Rahmat Hidayat.
Salah satu kebijakan itu, yakni terkait rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB yang akan mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang tradisi adat perkawinan "nyongkolan" masyarakat suku sasak di Pulau Lombok.
"Memangnya tidak ada kerjaan lain gubernur itu, dengan membuat Pergub soal nyongkolan, padahal sudah jelas aturannya sudah ada tapi tidak tertulis seperti tradisi lainnya," kata Rahmat Hidayat di Mataram, Selasa.
Ia mengaku heran terkait rencana usulan untuk membuat Pergub nyongkolan tersebut, sebab pihaknya merasa khawatir jika itu dilakukan akan mematikan tradisi dan warisan budaya, khususnya suku sasak di Pulau Lombok. Apa lagi, jika Pergub itu dipaksakan untuk diterbitkan akan mematikan kreativitas para pemuda.
"Kalau tidak suka, diberitahu baik-baik, berbicara dengan tokoh ada, masyarakat. Jadi bukan asal mengeluarkan Pergub," sesalnya.
Menurut Rahmat Hidayat yang juga merupakan anggota DPR RI dari Dapil NTB ini, bahwa jauh lebih penting dari sekedar Pergub itu, yakni bagaimana pemerintah daerah memberi jaminan keamanan kepada masyarakat. Sebab, sampai saat ini persoalan keamanan di NTB masih menjadi sorotan, karena bagaimanapun NTB merupakan destinasi wisata unggulan di Indonesia.
"Ini mestinya yang harus menjadi perhatian pemerintah provinsi. Kalau masyarakat sudah tercukupi makan dan kesejahteraannya tentu masalah keamananan pasti bisa teratasi," ucapnya.
Selain itu, mantan anggota DPRD NTB ini juga mempertanyakan peran Majelis Adat Sasak (MAS), yang sampai saat ini terkesan lamban dalam mencari solusi yang berkaitan dengan masalah ada di daerah itu.
"Kalau itu saja tidak bisa mereka menyelesaikan, buat apa ada MAS. Karena, jangan semua persoalan langsung dibawa ke politis," tegasnya.
Oleh karena itu, ia mengingatkan kepada gubernur untuk berhati-hati untuk mengeluarkan kebijakan, terlebih lagi terkait persoalan adat. Termasuk, dalam mengeluarkan bahasa bangsa sasak, sebab tidak ada negara di dalam negara.
"Urusan adat ya adat bukan ke pemerintah. Karena semua itu suda ada awik-awiknya," kata Rahmat Hidayat.