Simalungun (ANTARA) - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengharapkan lembaga penyiaran dan media konvensional menjadi verifikator terhadap penyampaian informasi atau berita selama tahapan Pemilu 2024. 'Verifikator menjadi sangat penting dilakukan media massa, di tengah maraknya berita hoaks yang ada di media sosial," kata Komisioner KPI Pusat Mimah Susanti di Simalungun, Sumut, Kamis.
Menurut dia,, sebagai sumber informasi terpercaya, media harusnya bisa menyajikan berita yang independen, netralitas, akurat, serta berimbang. Hal ini tentu akan berpengaruh bagi pendengar maupun penerima informasi untuk mengonsumsi berita sesuai dengan fakta yang ada selama proses tahapan pemilu. Selain kecepatan, berita yang disampaikan lembaga penyiaran TV dan radio harus akurat dan melalui cek dan ricek yang berulang.
“Media massa harus menjadi verifikator atas informasi yang tersebar di media sosial. Jadi, kalau orang mau cari berita atau informasi fakta itu di TV dan radio. Sebab yang tidak hoaks itu di TV dan radio. Makanya, TV dan radio harus bisa mengembalikan maruah itu. Cek dan ricek harus dilakukan,” kata Mimah.
Berdasarkan data dari We Are Social per Januari 2023, menyebutkan bahwa 77 persen populasi Indonesia atau setara dengan 212,9 juta jiwa saat ini merupakan pengguna internet.Hal ini menandakan bahwa media sosial menjadi salah satu sumber informasi yang banyak digunakan masyarakat saat ini.
Mimah tidak memungkiri, di tengah konvergensi media saat ini, juga menjadi tantangan bagi media lembaga penyiaran maupun konvensional untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi, dan bisa bersaing dengan eksistensi media sosial.
Akan tetapi, tetap mengedepankan akurat dan keberimbangan informasi yang disajikan. “Penetrasi digital ini sangat berampak bagi publik sehingga pengguna pun bergeser. Pengguna TV juga menurun yang tadinya prosentase 93 persen menjadi 81 persen. Tapi, pengguna internet meningkat dari 55,1 persen menjadi 76,7 persen. Kemudian yang banyak nonton TV berusia 50 tahun ke atas, sedangkan yang mengakses internet banyak generasi milenial dan Z,” jelas Mimah.
Sementara komisioner KPI Pusat yang juga praktisi penyiaran media Evri Rizqi Monarshi menyebut, keberimbangan lembaga penyiaran dalam menyajikan konten siaran Pemilu 2024 harus dikedepankan.
Baca juga: Media massa bantu siarkan potensi ekonomi-kebudayaan
Baca juga: KPPPA berikan penghargaan ke media massa
Pihaknya juga menampik persaingan antara media massa khususnya elektronik dengan media sosial di tengah disrupsi media saat ini. Sebab, berdasarkan riset Kominfo pada 2022, ternyata media TV masih tertinggi dinikmati masyarakat dengan prosentase 43,5 persen disbanding media sosial.
“Mau bagaimanapun rujukan akan lebih banyak pada media mainstream. Jadi, masyarakat Indonesia masih menentukan pilihan pada media mainstream. Tentunya jurnalis harus bisa menghadirkan akses berita yang seimbang dan objektif sehingga bisa melakukan pengawas dan kontrol pemilu dan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas,” kata Evri.
Menurut dia,, sebagai sumber informasi terpercaya, media harusnya bisa menyajikan berita yang independen, netralitas, akurat, serta berimbang. Hal ini tentu akan berpengaruh bagi pendengar maupun penerima informasi untuk mengonsumsi berita sesuai dengan fakta yang ada selama proses tahapan pemilu. Selain kecepatan, berita yang disampaikan lembaga penyiaran TV dan radio harus akurat dan melalui cek dan ricek yang berulang.
“Media massa harus menjadi verifikator atas informasi yang tersebar di media sosial. Jadi, kalau orang mau cari berita atau informasi fakta itu di TV dan radio. Sebab yang tidak hoaks itu di TV dan radio. Makanya, TV dan radio harus bisa mengembalikan maruah itu. Cek dan ricek harus dilakukan,” kata Mimah.
Berdasarkan data dari We Are Social per Januari 2023, menyebutkan bahwa 77 persen populasi Indonesia atau setara dengan 212,9 juta jiwa saat ini merupakan pengguna internet.Hal ini menandakan bahwa media sosial menjadi salah satu sumber informasi yang banyak digunakan masyarakat saat ini.
Mimah tidak memungkiri, di tengah konvergensi media saat ini, juga menjadi tantangan bagi media lembaga penyiaran maupun konvensional untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi, dan bisa bersaing dengan eksistensi media sosial.
Akan tetapi, tetap mengedepankan akurat dan keberimbangan informasi yang disajikan. “Penetrasi digital ini sangat berampak bagi publik sehingga pengguna pun bergeser. Pengguna TV juga menurun yang tadinya prosentase 93 persen menjadi 81 persen. Tapi, pengguna internet meningkat dari 55,1 persen menjadi 76,7 persen. Kemudian yang banyak nonton TV berusia 50 tahun ke atas, sedangkan yang mengakses internet banyak generasi milenial dan Z,” jelas Mimah.
Sementara komisioner KPI Pusat yang juga praktisi penyiaran media Evri Rizqi Monarshi menyebut, keberimbangan lembaga penyiaran dalam menyajikan konten siaran Pemilu 2024 harus dikedepankan.
Baca juga: Media massa bantu siarkan potensi ekonomi-kebudayaan
Baca juga: KPPPA berikan penghargaan ke media massa
Pihaknya juga menampik persaingan antara media massa khususnya elektronik dengan media sosial di tengah disrupsi media saat ini. Sebab, berdasarkan riset Kominfo pada 2022, ternyata media TV masih tertinggi dinikmati masyarakat dengan prosentase 43,5 persen disbanding media sosial.
“Mau bagaimanapun rujukan akan lebih banyak pada media mainstream. Jadi, masyarakat Indonesia masih menentukan pilihan pada media mainstream. Tentunya jurnalis harus bisa menghadirkan akses berita yang seimbang dan objektif sehingga bisa melakukan pengawas dan kontrol pemilu dan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas,” kata Evri.