Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, segera membeli mesin pengolah limbah kayu dan ranting pohon menjadi pelet atau serbuk kayu yang dipadatkan sehingga bisa menjadi bahan bakar alternatif terbarukan yang ramah lingkungan.
"Insyaallah, triwulan ke tiga tahun 2023, kita sudah bisa beli dan lakukan uji coba. Untuk satu unit mesin pelet kita usulkan sekitar Rp50 juta hingga Rp60 juta," kata Kepala Bidang (Kabid) Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram Vidi Partisan Yuris Gamanjaya di Mataram, Kamis.
Menurutnya, rencana pembelian mesin pelet kayu tersebut diusulkan hanya satu unit, karena pihaknya tidak ingin serta merta membeli mesin itu sebelum tahu sejauh mana efektivitas pemanfaatanya.
Apabila dalam tahap uji coba, mesin tersebut bisa dimanfaatkan secara optimal maka tidak menutup kemungkinan akan dilakukan pembelian tambahan. "Karena itu, untuk saat ini kita cukup beli satu dan akan kita tempatkan di TPST Sandubaya," katanya.
Kepala Dinas LH Kota Mataram HM Kemal Islam sebelumnya mengatakan, apabila DLH sudah memiliki mesin pelat serbuk kayu tersebut maka seluruh hasil penebangan dan perantingan pohon termasuk pohon tumbang akan diolah menjadi pelet sehingga memiliki nilai ekonomis tinggi. "Kalau sampah kayu ini bisa diolah menjadi pelet, maka ke depan bisa menjadi potensi baru pendapatan daerah (PAD) dari sampah," katanya.
Apalagi, lanjutnya, saat ini pihaknya sedang menjajaki kerja sama dengan PT PLN untuk pembelian sampah organik berupa daun kering hasil sapuan di jalan dan sampah plastik sebagai bahan bakar pembangkit listrik pengganti batu bara.
Baca juga: GRADASI gelar dialog keagamaan terkait sinergi pengelolaan sampah
Baca juga: DLH Mataram produksi pupuk kompos hingga 200 kg per hari
"Untuk kerja sama itu akan dilaksanakan dalam bentuk MoU, tapi kita harus sepakati dulu berapa harga jual sampah kita ke PLN sembari menjajaki kemungkinan kerja sama," katanya.
Pasalnya, jika MoU tersebut terlaksana, maka ke depan Kota Mataram akan kekurangan sampah organik kering dan plastik karena kebutuhan dari PLN dalam sebulan sekitar 3.000 ton. Sementara Kota Mataram baru akan coba sekitar 10 ton. "Kekurangan kita masih jauh, sehingga harus ada kerja sama dengan kabupaten/kota terdekat untuk mendukung memenuhi kebutuhan PLN," katanya.
Namun demikian, tambah Kemal, proses pengepresan dan pengemasan sampah daun hasil sapuan dan sampah plastik sudah dilakukan di Bank Sampah Lisan Kebon Talo, Ampenan, untuk memudahkan penyimpanan. "Begitu sudah ada MoU, sampah-sampah tersebut bisa langsung kita kirim," katanya.
"Insyaallah, triwulan ke tiga tahun 2023, kita sudah bisa beli dan lakukan uji coba. Untuk satu unit mesin pelet kita usulkan sekitar Rp50 juta hingga Rp60 juta," kata Kepala Bidang (Kabid) Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram Vidi Partisan Yuris Gamanjaya di Mataram, Kamis.
Menurutnya, rencana pembelian mesin pelet kayu tersebut diusulkan hanya satu unit, karena pihaknya tidak ingin serta merta membeli mesin itu sebelum tahu sejauh mana efektivitas pemanfaatanya.
Apabila dalam tahap uji coba, mesin tersebut bisa dimanfaatkan secara optimal maka tidak menutup kemungkinan akan dilakukan pembelian tambahan. "Karena itu, untuk saat ini kita cukup beli satu dan akan kita tempatkan di TPST Sandubaya," katanya.
Kepala Dinas LH Kota Mataram HM Kemal Islam sebelumnya mengatakan, apabila DLH sudah memiliki mesin pelat serbuk kayu tersebut maka seluruh hasil penebangan dan perantingan pohon termasuk pohon tumbang akan diolah menjadi pelet sehingga memiliki nilai ekonomis tinggi. "Kalau sampah kayu ini bisa diolah menjadi pelet, maka ke depan bisa menjadi potensi baru pendapatan daerah (PAD) dari sampah," katanya.
Apalagi, lanjutnya, saat ini pihaknya sedang menjajaki kerja sama dengan PT PLN untuk pembelian sampah organik berupa daun kering hasil sapuan di jalan dan sampah plastik sebagai bahan bakar pembangkit listrik pengganti batu bara.
Baca juga: GRADASI gelar dialog keagamaan terkait sinergi pengelolaan sampah
Baca juga: DLH Mataram produksi pupuk kompos hingga 200 kg per hari
"Untuk kerja sama itu akan dilaksanakan dalam bentuk MoU, tapi kita harus sepakati dulu berapa harga jual sampah kita ke PLN sembari menjajaki kemungkinan kerja sama," katanya.
Pasalnya, jika MoU tersebut terlaksana, maka ke depan Kota Mataram akan kekurangan sampah organik kering dan plastik karena kebutuhan dari PLN dalam sebulan sekitar 3.000 ton. Sementara Kota Mataram baru akan coba sekitar 10 ton. "Kekurangan kita masih jauh, sehingga harus ada kerja sama dengan kabupaten/kota terdekat untuk mendukung memenuhi kebutuhan PLN," katanya.
Namun demikian, tambah Kemal, proses pengepresan dan pengemasan sampah daun hasil sapuan dan sampah plastik sudah dilakukan di Bank Sampah Lisan Kebon Talo, Ampenan, untuk memudahkan penyimpanan. "Begitu sudah ada MoU, sampah-sampah tersebut bisa langsung kita kirim," katanya.